Beranda / Romansa / Bintang Kesayangan CEO Tampan / Bab 91 Adhara atau Aries???

Share

Bab 91 Adhara atau Aries???

Penulis: Namaria
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-10 22:26:52

Di hadapan Hamal, Leo mencoba menghubungi Jupiter. Namun, yang terdengar di telinganya hanya suara monoton:

Tut... tut... tut...

Ia mencoba lagi. Sekali. Dua kali. Berkali-kali. Tetap sama.

"Nomornya tidak aktif," ujar Leo pelan, suaranya diselimuti kegelisahan.

Hamal tak langsung percaya. Ia merebut ponsel dari tangan Leo dengan kasar. "Kamu yakin ini nomor Jupiter? Jangan coba-coba mempermainkanku!"

"Be... benar, itu nomornya. Terakhir kali dia menghubungi aku pakai nomor itu," jawab Leo gugup, matanya menyiratkan ketakutan.

Hamal menatap layar ponsel itu lekat-lekat, seolah berharap ada jawaban tersembunyi di sana. Tapi kemudian ia bergumam lirih, "Dia pindah tempat… mungkin nomornya juga sudah diganti."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Hamal menutupi kepala Leo dengan kain hitam dan mengikatnya kembali. Lalu ia keluar dari ruangan itu.

Sesampainya di luar, Hamal segera menelepon seseorang. "Bos, nomor Jupiter tidak bisa dihubungi," lapornya singkat.

Di seberang, Galle
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 103 Pertemuan Dengan Aries Bagaskara

    Gallen duduk di kursi belakang, mengenakan kemeja hitam elegan. Di sampingnya, berkas-berkas dan foto yang sudah ia siapkan. Supir mengemudikan mobil melaju pelan menuju sebuah restoran eksklusif tempat ia dan Aries akan bertemu. Ponselnya berbunyi. Nama pengirim, Galaksi. "Kak Gallen yakin ketemu Om Aries sendirian?" "Tenang, aku tidak buta taktik. Tapi ini harus aku lakukan. Face to face." "Oke, kalau dia melakukan sesuatu pada Kakak, aku datang bareng Dewi Titan, siap perang." Gallen terkekeh pelan, lalu membalas, "Titan terlalu cantik buat diajak berantem." Tak lama kemudian, ponsel kembali bergetar. Kali ini dari Hamal. "Aku siap dari jauh, Bos. Lokasi sudah aman. Aku yang atur." Gallen membalas singkat, "Terima kasih, Hamal." Mobil akhirnya berhenti di depan restoran mewah bergaya klasik Eropa. Dari jendela kaca, Gallen melihat sosok Aries Bagaskara duduk tenang di dalam, mengenakan jas abu-abu gelap, menatap lurus ke depan seperti sudah tahu Gallen akan datang

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 102 Semakin Dekat Dengan Tujuan

    Setelah Titan tertidur di dalam van artis, Gallen pergi meninggalkan lokasi dengan diam-diam. Ia menuju tempat tinggal Hamal, di mana semua dokumen tentang Aries disimpan rapi dalam brankas digital. Kini, waktunya merencanakan langkah terakhir: konfrontasi. "Aku akan menemui Aries Bagaskara," kata Gallen tenang sambil mengancingkan jaketnya. Hamal menatapnya tajam. "Anda yakin Bos? Itu bisa membahayakan." Gallen tersenyum tipis. "Aku lebih yakin kalau aku tidak datangi dia sekarang, dia akan lebih dulu menghabisi kita." Di tempat lain... Lampu-lampu kota berpendar masuk melalui tirai yang setengah tertutup. Di dalam apartemen mewah berdesain minimalis itu, Adhara berdiri di depan jendela besar, memeluk tubuhnya sendiri. Ponselnya baru saja mati, panggilan ke Jupiter tak juga diangkat. Sudah lima kali. Adhara menggigit bibir. Tangannya yang biasanya anggun kini gemetar ringan saat menuang wine ke gelas kristal. Tapi bahkan saat menyesapnya, rasa anggur itu tidak mampu men

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 101 Tempat Ternyaman

    Langit di luar jendela kamar rumah sakit terlihat kelam, mendung seperti menggantung berat di langit. Di dalam, Jupiter duduk di kursi yang sama sejak siang, tepat di samping ranjang tempat ibunya terbaring. Infus masih menetes pelan, mesin monitor berdetak lambat dan stabil. Tapi wanita itu belum juga membuka mata. Tangannya yang kurus digenggam Jupiter dengan erat. Matanya sembab, tapi bukan karena tangisan terakhir—melainkan karena kelelahan dan hati yang terus-menerus tertindih. "Bu…" gumamnya lirih. "Kalau Ibu bisa dengar… aku minta maaf," Suaranya serak. "Aku menyakiti orang, Bu. Aku menyakiti banyak orang… demi menyelamatkan Ibu. Tapi sepertinya semua yang kulakukan makin salah." Ia menarik napas dalam-dalam, menggigit bibir bawahnya. Pikirannya kembali ke ancaman Adhara, ke pesan suara Aries yang penuh tekanan. Ia tahu, tali yang mengikatnya makin kencang, dan satu-satunya yang membuatnya tetap duduk di sana adalah… wanita ini. "Ibu janji mau melihat aku di layar bes

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 100 Semuanya Terungkap

    Di balik kamera, Titan kembali menegakkan tubuhnya. Matanya sedikit memerah. Bukan karena adegan emosional yang baru saja ia mainkan—melainkan karena kurang tidur dan pikiran yang tak kunjung tenang. Sutradara berteriak, "Cut!" Dan Titan tersenyum kecil sambil menunduk, menahan lelah yang menggerogoti fisiknya. "Kamu masih kuat, Dewiku?" tanya Galaksi yang setia menunggui di belakang monitor. Titan menarik napas. "Kalau tidak kuat, aku bisa pingsan dari tadi." Galaksi terkekeh. "Tapi kamu tetap profesional. Salut." Titan hanya menjawab dengan senyum kecil. Ia mengusap keringat di pelipis, lalu duduk di kursi istirahat. Sekelebat, wajah Gallen melintas di benaknya. Sudah tiga hari mereka tidak bertemu, terakhir di apartemen. Saat itu wajah Gallen tampak lelah. Banyak yang sedang dipikirkannya. Dan itu mungkin menyita waktunya. Rindu itu tumbuh diam-diam di sela hiruk pikuk dunia yang selalu menuntut mereka kuat. Titan membuka ponselnya. Ada satu pesan dari Gallen. "Ak

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 99 Kediaman Pak Bimasakti

    Rumah itu terletak di ujung kawasan lama, rindang dan sedikit usang, tapi tetap bersih dan terawat. Bangunan bergaya kolonial itu menyimpan banyak kenangan, dan mungkin juga rahasia yang selama ini dikubur dalam-dalam. Gallen turun dari mobil, sementara Galaksi tetap di belakang kemudi. "Semoga dia masih bersedia bicara," kata Gallen sebelum menutup pintu. "Dia baik, tapi... agak hati-hati orangnya. Kak Gallen harus sabar," jawab Galaksi. "Kalau dia bilang tidak tahu apa-apa juga, aku tidak akan percaya," sahut Gallen sambil melangkah ke gerbang. Galaksi menepuk setir pelan. "Selamat berpetualang. Jangan lupa kabarin kalau dapat bom informasi." Gallen hanya mengangkat dua jari dan masuk ke dalam. Pak Bimasakti sudah menua, tapi posturnya masih tegap. Wajahnya penuh garis pengalaman. Ia mengenakan batik tua dan celana bahan rapi. Saat Gallen memperkenalkan diri, mata lelaki tua itu menatap tajam, lalu melembut. "Anaknya Alpha Pratama... Astaga, kamu mirip sekali denga

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 98 Jejak yang Terkubur

    Sore itu, rumah besar keluarga Pratama terasa lebih senyap dari biasanya. Angin menerobos masuk lewat jendela besar ruang baca, membawa aroma daun kering yang jatuh dari pohon kamboja di halaman. Di sudut ruangan, Kakek Pratama sedang duduk membaca koran, mengenakan sweater rajut tua dan celana panjang abu. Matanya tajam di balik kaca mata tipis, tapi sorotnya selalu membawa wibawa yang tak mudah ditembus. Gallen berdiri di ambang pintu. "Kakek, aku mau bicara." Kakek Pratama menurunkan korannya, mengangkat alis. "Tentang perusahaan? Atau Titan?" Gallen berjalan pelan dan duduk di seberang. Ia mengeluarkan selembar foto yang sudah ia simpan dalam amplop. "Tentang Ayah." Kakek Pratama diam, lalu menatap foto yang disodorkan. Gallen memperhatikan setiap kerutan di wajah tua itu. Ekspresinya tak berubah. Tapi jemarinya yang memegang koran terlihat menegang. Gallen bicara pelan, "Aku nemu foto ini di laci Ayah. Tadinya sobek, tapi aku temukan potongan sisanya. Lihat in

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status