Home / Romansa / Bisikan Dosa / Bab 6 - Sentuhan jari

Share

Bab 6 - Sentuhan jari

Author: Lee Sizunii
last update Last Updated: 2025-08-24 12:08:22

Pagi itu, sinar matahari menerobos kaca jendela ruang makan keluarga Graves, menyoroti meja panjang yang sudah tertata rapi dengan hidangan sarapan. Alana duduk di kursi, berusaha menenangkan diri. Semalaman ia hampir tidak tidur. Bayangan Axel, suara tawanya, dan kalimat “Kamu penasaran?” terus bergema di kepalanya.

Namun sekarang, semua anggota keluarga hadir di meja. Vivianne duduk anggun di sisi Edward, wajahnya penuh kehangatan. Nero, seperti biasa, tampak serius dengan kemeja rapi meski hanya sarapan. Dan Axel… duduk santai di kursinya, melahap roti dan telur seolah dunia sama sekali tidak menyimpan rahasia.

“Alana sayang,” suara lembut Vivianne memecah keheningan. “Bagaimana kuliahmu kemarin? Semua baik-baik saja?”

Alana tersenyum kaku, menunduk sebentar sebelum menjawab, “Iya, Mama. Baik-baik saja.”

Edward menambahkan, dengan nada perhatian khas seorang ayah, “Kalau ada apa-apa, jangan ragu bilang ke Papa, ya. Kamu sekarang bagian dari keluarga ini. Tidak ada yang perlu ditahan-tahan.”

Kata-kata itu membuat hati Alana sedikit hangat, meski rasa canggung masih menjeratnya. Ia menoleh singkat pada Nero, hanya untuk menemukan tatapan dingin kakak tirinya itu yang terasa menelanjangi. Nero tidak berkata sepatah pun, hanya sekilas lirikan, lalu kembali ke piringnya.

Axel? Seakan tidak ada apa-apa, dia sibuk mengunyah, bahkan tidak melirik Alana sekali pun. Tidak ada senyum nakal, tidak ada komentar iseng. Seolah kejadian semalam hanya hal sepele yang sudah ia lupakan.

Bagi Alana, itu jauh lebih menyiksa. Karena yang tidak bisa melupakan justru dirinya.

Setelah sarapan selesai, Alana pamit berangkat kuliah. Sopir keluarga sudah menunggu di depan dengan mobil hitam elegan. Alana masuk ke kursi belakang, menghela napas lega, berpikir akhirnya ia bisa melarikan diri sejenak dari rumah yang penuh tekanan itu.

Namun baru saja mobil bergerak beberapa meter, pintu sebelahnya terbuka. Axel masuk dengan santai, tubuhnya menjatuh ke kursi di samping Alana.

Alana langsung menegang. “K-kamu… ikut juga?”

Axel hanya mengedikkan bahu, menyandarkan tubuh dengan santai. “Ya, kenapa nggak? Kita kan searah. Jalan, Pak.”

Sopir mengangguk, mobil pun melaju. Suasana di dalam mobil mendadak terasa sesak. Alana menatap keluar jendela, berusaha keras tidak menoleh. Jantungnya berdebar tak beraturan hanya karena jarak mereka terlalu dekat.

Beberapa menit dalam keheningan, Axel membuka suara. “Hei, kita kan belum tukar nomor. Kasih nomormu, dong.”

Alana menoleh singkat, ragu. “Untuk apa?”

Axel terkekeh kecil. “Untuk apa lagi? Supaya gampang kalau aku butuh sesuatu… atau kamu butuh aku.”

Wajah Alana memanas. Ia ingin menolak, tapi tatapan santai sekaligus penuh dominasi dari Axel membuatnya sulit berkata tidak.

“Sepertinya, gak perlu deh,” kata Alana.

Axel mengulurkan tangannya. “Mana ponselmu.” Alana hanya membalas Axel dengan tatapan mata curiga. “Cepetan!”

Akhirnya Alana menyerahkan ponselnya dengan enggan. “Jangan macam-macam, ya.”

Axel meraih ponselnya dengan tangan yang hangat. Jemarinya lincah mengetik nomor ke dalam kontak. Sekilas, Alana berusaha tetap menatap keluar, tapi ekor matanya melihat betapa santainya Axel, seperti sudah terbiasa mengendalikan keadaan.

Setelah selesai, Axel tidak langsung menyerahkan kembali. Ia justru mendekat sedikit, lalu mengulurkan ponsel itu ke tangan Alana. Namun bukan sekadar menyerahkan, ujung jarinya dengan sengaja menyapu telapak tangan Alana, gerakan kecil yang membuat tubuh gadis itu merinding seketika.

Sebuah aliran panas menjalar dari tangannya ke seluruh tubuh. Napas Alana tercekat. Ia menarik cepat ponselnya, tapi efek sentuhan itu sudah terlanjur tertinggal, membakar kulitnya.

“Lihat?” bisik Axel, senyumnya samar. “Nggak sakit, kan?”

Alana menelan ludah, menunduk, tidak berani membalas. Tangannya yang memegang ponsel masih bergetar halus. Kenapa aku membiarkan dia seenaknya begitu? Kenapa aku malah… merasa sesuatu?. Tidak sakit? Apa maksudnya?

Beberapa menit kemudian, Axel tiba-tiba menepuk bahu sopir. “Berhenti di sini, Pak.”

Sopir menoleh, bingung. “Tuan Axel, ini masih jauh dari kampus.”

“Nggak apa-apa.” Axel sudah membuka pintu, lalu keluar dengan santai. Ia menoleh sebentar pada Alana, mengedipkan mata nakal sebelum menutup pintu.

Mobil kembali melaju, meninggalkan Axel di trotoar.

Alana terdiam, masih mencoba memahami apa yang barusan terjadi. Jantungnya berdegup kencang, kepalanya penuh gejolak yang tidak bisa ia kendalikan. Axel benar-benar gila. Satu malam ia seakan melupakan segalanya, tapi di detik lain, ia memberi tanda kecil yang membuat Alana kalang kabut.

Ia menutup mata sebentar, mencoba bernapas dalam. Tapi bukannya tenang, justru sensasi hangat di tangannya kembali terasa, bekas sentuhan Axel yang entah kenapa tidak mau hilang.

Tak lama, ponsel Alana berdering kecil tanda pesan masuk. Nomor yang bertanda "Kakakku yang paling ganteng" membuat Alana mengerutkan dahinya. Ini pasti ulah Axel.

“Ini nomorku adik manis, aku peringatkan untuk tidak mengabaikan pesanku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bisikan Dosa   Bab 67 - Menerobos masuk

    Udara hangat Maldives masih melekat di kulit saat Alana dan Nero berjalan menyusuri koridor hotel menuju kamar mereka. Perjalanan liburan singkat ini ternyata menyenangkan, jauh dari tekanan rutinitas dan yang paling penting jauh dari Axel, meski hanya untuk sementara.“Kalau butuh apa-apa, jangan ragu untuk telepon aku,” ujar Nero sambil mengeluarkan kunci kamarnya. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya penuh perhatian.Alana tersenyum lega. “Iya, Kak. Terima kasih untuk semuanya.” Nero membalas senyumnya sebelum masuk ke kamarnya.Napas lega itu masih tertahan di dada Alana saat dia memasukkan kartu kunci ke slot pintunya. Klik. Begitu dia mendorong pintu, sebuah bayangan besar bergerak cepat dari belakangnya.Sebuah tangan kuat mendorongnya masuk ke dalam kamar yang gelap sebelum dia sempat berteriak. Tubuhnya dihempas hingga membelakangi pintu yang kini tertutup rapat.“Kak Axel?” serunya, jantungnya berdebar kencang. Matanya mulai terbiasa dengan cahaya remang-remang dari balik tir

  • Bisikan Dosa   Bab 66 - Pantai

    Alana berdiri di depan cermin kamar mandi hotel yang besar dan terang, memperhatikan wajahnya yang sedikit memerah karena air hangat. Butiran air masih menetes dari ujung rambutnya, membasahi bahu.Ia tersenyum kecil pada bayangan dirinya sendiri, jarang sekali ia bisa merasa sebebas ini. Tak ada notifikasi ponsel, tak ada gosip, tak ada tekanan apa pun. Hanya dirinya, lautan, dan hari yang baru.Selesai mengeringkan rambutnya dengan handuk putih lembut, Alana mengenakan dress santai berwarna biru muda yang ringan. Ia menatap sebentar ke arah jendela kamar.Cahaya matahari sore sudah mulai keemasan. Waktu yang sempurna untuk ke pantai. Dengan langkah kecil tapi semangat, ia mengambil tas kecil, kacamata hitamnya, lalu keluar dari kamar.Tok tok tok!Ia mengetuk pintu kamar sebelah sambil berseru, “Kak Nero! Aku udah siap! Ayo ke pantai, cepetan, nanti sunset-nya keburu ilang!”Tak lama kemudian pintu terbuka. Nero muncul dan Alana langsung terbelalak.“Eh?!” serunya spontan. “Kak Nero

  • Bisikan Dosa   Bab 65 - Maldives

    Pagi itu udara masih terasa segar ketika Alana sudah berdiri di ruang tamu dengan koper di tangan. Rambutnya dikuncir rapi, wajahnya tampak semangat meski matanya masih menyisakan sedikit kantuk.Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan degup jantung yang terasa agak cepat. Ini akan jadi perjalanan panjang dan entah kenapa ia sedikit gugup.Pintu kamar Nero terbuka, dan laki-laki itu keluar sambil menepuk-nepuk jaketnya. Begitu melihat Alana berdiri di sana, ia spontan tersenyum kecil lalu bergegas menghampiri.“Wah, kamu cepat juga siapnya. Sini, koper kamu biar aku bawa.”Alana langsung menyerahkan gagang koper itu, tersenyum malu. “Makasih, Kak.”“Siap berangkat?”“Siap banget!” jawabnya mantap.Begitu mereka keluar rumah, halaman sudah tampak ramai. Sopir keluarga sedang menunggu di dekat mobil hitam besar yang sudah siap dengan bagasi terbuka. Nero membantu memasukkan koper Alana ke dalam mobil, lalu ia sendiri duduk di kursi depan sementara Alana duduk di belakang.Di

  • Bisikan Dosa   Bab 64 - Main game

    “Argh!”Suara Alana terdengar dari sisi ranjang, diikuti dengan bunyi keras tombol keyboard yang ditekan berulang-ulang.“Kenapa sih game ini susah banget!”Axel, yang duduk di depan komputernya, hanya melirik sebentar sambil menahan tawa. “Kau bahkan belum sampai setengah level, Alana.”“Aku udah tiga kali jatuh ke jurang! Gimana mau naik gunung kalau jalannya licin gitu!” Alana menatap layar laptopnya dengan wajah sebal. Rambutnya berantakan, dan pipinya sedikit menggelembung.Axel mengangkat sebelah alis, memutar kursinya menghadap Alana. “Mau aku bantu?”“Enggak! Aku bisa sendiri!”Tangannya bergerak cepat lagi, tapi baru lima detik, avatarnya di game itu terjatuh ke bawah jurang sekali lagi.Axel tertawa terbahak. “Kau ini parah banget. Naik gunung di Roblox aja susah?”“Ya ampun, kak! Jalannya sempit, batunya licin, trus anginnya bikin jatuh!”“Itu game, Alana. Tidak ada angin beneran,” Axel berkata tenang sambil menahan tawa.Alana mendengus. “Pokoknya game ini ga adil! Kau pas

  • Bisikan Dosa   Bab 63 - Ciuman singkat

    Alana menghela napas lega. Ia memeluk kantong dimsum hangat di dadanya, berniat langsung naik ke kamarnya.Namun saat ia berbalik, tubuhnya terhenti.Di sana, tepat di depan pintu masuk, Axel sudah berdiri bersandar pada kusen. Tangannya terlipat di dada, bahunya santai, tapi sorot mata, tajam, menusuk, tidak bersuara namun jelas mempertanyakan sesuatu.“…kak?” suara Alana tercekat, lebih ke kaget.Tatapan hitam keabu-abuan itu menarik garis tipis. Rahang Axel mengencang.“Darimana?” tanyanya datar.Tak ada salam. Tak ada sapa. Hanya interogasi lirih.Alana berkedip, lalu mengangkat kantong di tangannya. “Beli dimsum.”Dia berjalan melewati Axel, berniat menuju ruang tengah. “Kakak mau ikut makan? Aku beli lumayan banyak.”Tanpa menjawab, Axel bergerak mengikuti langkahnya. Begitu jarak mereka dekat, lengan Axel melingkar tiba-tiba di pinggang Alana. Tarikannya tenang, tapi tidak bisa ditolak. Bibir Axel mendekati telinga Alana, napas hangat menyentuh kulitnya.“Aku tidak suka kau dek

  • Bisikan Dosa   Bab 62 - Dimsum

    Hening mengisi kamar besar keluarga Graves hari ini. Setelah kelas onlinenya selesai, Alana mematikan laptop lalu menatap langit-langit.Tidak ada notifikasi, ponsel sengaja dibiarkan tergeletak di sudut meja. Ia bahkan tidak ingin menyentuhnya. Ia tahu, di sana pasti ada jutaan komentar, gosip, screenshot, tawa dan ia belum siap.Dengan sederhana ia bangkit lalu keluar ke lorong. Langkahnya santun melewati karpet merah anggun rumah itu. Ketika turun ke lantai bawah, suara denting halus terdengar dari arah dapur.Seorang pelayan yang sedang merapikan vas langsung menunduk hormat ketika melihatnya.“Selamat sore, Nona Alana,” sapa pelayan itu dengan sopan. “Apakah Anda membutuhkan sesuatu? Anda tampak bosan.”Alana menoleh sebentar, menggigit bibirnya. “Tidak juga. Hanya… butuh udara.”Pelayan itu menatap cemas. “Kalau begitu, apakah Anda ingin camilan? Atau minuman hangat?”Alana sempat berpikir. Keinginan kecil muncul di kepala, sesimpel sesuatu yang dulu bisa membuatnya tenang.“Dim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status