Home / Romansa / Bisikan Dosa / Bab 7 - Bekal

Share

Bab 7 - Bekal

Author: Lee Sizunii
last update Last Updated: 2025-08-24 13:06:18

Hari itu, kelas terasa begitu lengang meskipun ramai oleh suara mahasiswa yang baru saja masuk kuliah. Alana duduk di kursi barisan tengah, tubuhnya tegak, kedua tangannya bertumpu pada meja. Meski matanya menatap papan tulis kosong, pikirannya berkelana entah ke mana.

Sudah beberapa hari ia berada di kampus ini, tapi teman? Belum satu pun. Sifat pendiamnya membuat ia sering terjebak di ruang sendiri, merasa asing sekaligus enggan membuka diri. Baginya, mendengarkan lebih nyaman daripada ikut bersuara.

Suara tawa di belakangnya membuat Alana sedikit menoleh. Sekelompok mahasiswa sedang bercakap heboh. Mereka membicarakan sesuatu yang… aneh.

“Gue tuh pernah kepikiran, kalau punya kakak seganteng artis, kayaknya nggak bakal tahan deh buat nggak mikirin macem-macem.”

Yang lain tertawa. “Eh gila lu! Kakak sendiri? Itu udah fantasi keluarga namanya.”

“Ya gimana? Kalau liat bibir kakak gue, bawaannya pengen gue cium aja.”

“Tapi iya sih, gue punya kakak keponakan juga ganteng bener, dia pernah ngajakin gue ke hotel buat tidur sama dia gara-gara gue godain dia.” Yang lain ikut berbicara.

“Terus lu mau?”

“Mau lah, kan dia yang ngajak. Sumpah sih, abish itu gue jadi tergila-gila sama dia. Sayangnya, dia langsung belik ke LA.”

Alana menegang. Kata-kata itu seketika menyeret pikirannya pada satu wajah.

Axel.

Senyum nakal pria itu, cara dia menggoda, bahkan bisikan samar di telinganya semalam. Sekuat tenaga Alana menggeleng, mengusir bayangan itu. Tapi semakin ia menolak, justru semakin jelas sosok Axel dalam benaknya.

---

Jam makan siang tiba. Mahasiswa lain berhamburan keluar menuju kantin atau halaman, suara riuh memenuhi koridor. Sementara itu, Alana tetap duduk di kelasnya, sibuk menyalin catatan untuk tugas yang diberikan pagi tadi. Perutnya memang lapar, tapi ia lebih nyaman tinggal di kelas.

Namun ketenangan itu hanya bertahan sebentar. Ponselnya bergetar di atas meja. Ia melirik layar. Nama kontak yang terpampang membuat napasnya tercekat: “Kakakku yang paling tampan.”

Alana mendecak pelan. “Huh, norak banget bikin nama kontak sendiri…”

Pesan Axel terbaca jelas. "Datang ke halaman belakang."

Alana langsung mengetik balasan singkat. "Males."

Tak sampai satu menit, pesan kedua muncul. "Kalau nggak datang, aku kerjain kamu."

Alana mendesah kesal, menutup wajah dengan tangan. “Dasar nyebelin…”

Mau tidak mau, ia merapikan bukunya dengan omelan kecil yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri. Dengan langkah malas, ia keluar kelas dan mencari jalan menuju halaman belakang kampus.

Sebagai mahasiswa baru, ia sempat kebingungan, berputar melewati beberapa koridor. Butuh beberapa menit sebelum akhirnya ia tiba di tempat yang dimaksud.

Di bawah pohon besar yang rindang, Axel duduk santai di bangku kayu. Headphone melingkar di lehernya, kakinya terjulur bebas, dan ekspresi wajahnya santai seperti biasa. Begitu melihat Alana, bibirnya terangkat menyambut dengan senyum nakal.

Alana menyilangkan tangan di dada. “Ngapain manggil aku ke sini? Aku lagi sibuk.”

“Duduk,” jawab Axel singkat.

“Aku berdiri aja.”

Dalam sekejap, Axel meraih pergelangan tangannya. Tarikan halus tapi tegas membuat Alana terduduk di sampingnya. “Nurut aja, jangan banyak protes.”

Alana mendengus, tapi memilih diam. Axel lalu mengambil sebuah kotak makan dari tasnya, meletakkannya di pangkuan Alana.

“Makan,” katanya ringan.

“Aku gak lapar.”

Axel mengulum permen di mulutnya, matanya menyipit penuh tantangan. “Kalau nggak mau makan, kita bisa ke kantin. Aku traktir, tapi kamu harus duduk sama aku di depan orang banyak.”

Alana membeku. Membayangkan makan bersama Axel di depan umum saja sudah cukup membuatnya pusing.

Dengan enggan, ia membuka kotak bekal itu. Nasi hangat, potongan ayam goreng, dan sayuran tersusun rapi di dalamnya. Entah siapa yang menyiapkannya, tapi aromanya menggoda.

Perlahan ia mulai menyuapkan makanan ke mulut. Axel tidak berkata banyak, hanya duduk bersandar sambil memainkan ponselnya.

Sesekali, tanpa alasan, tatapannya terarah pada Alana. Menyapu wajahnya, cara ia mengunyah, bahkan ekspresi canggungnya.

Tatapan itu membuat Alana salah tingkah. Ia mempercepat suapannya, berharap cepat selesai.

Axel tiba-tiba menurunkan ponselnya, mengangkat alis. “Kamu makan buru-buru banget. Apa karena nggak betah duduk deket aku?”

Alana terdiam. Tidak ada jawaban yang tepat. Ia hanya menunduk, melanjutkan makannya tanpa menatap Axel.

Sebuah kotak kecil lain tiba-tiba muncul di hadapannya. Axel membuka kotak itu, meletakkan susu cokelat botolan di meja kayu. “Minum. Nanti seret.”

Alana sempat ragu, tapi akhirnya menerima dan meneguk sedikit. Rasanya manis, dingin, menenangkan tenggorokan.

Anehnya, perhatian Axel meski dikemas dengan gaya menyebalkan, membuat jantungnya berdetak lebih kencang.

Begitu kotak bekal itu kosong, Axel berdiri. Ia meregangkan tubuh sebentar, lalu menoleh pada Alana yang masih duduk kikuk.

“Pintar,” ucapnya sambil mengacak rambut Alana dengan tangan hangatnya. Gerakan itu cepat, ringan, tapi cukup membuat wajah Alana panas.

Sebelum Alana sempat membalas, Axel sudah berjalan menjauh, melambaikan tangan seenaknya tanpa menoleh lagi.

Alana menatap punggungnya yang makin jauh, lalu menghela napas panjang. Kenapa sih dia selalu seenaknya? Tapi… kenapa aku nggak bisa berhenti memikirkan dia? Ish, maunya apa sih?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bisikan Dosa   Bab 67 - Menerobos masuk

    Udara hangat Maldives masih melekat di kulit saat Alana dan Nero berjalan menyusuri koridor hotel menuju kamar mereka. Perjalanan liburan singkat ini ternyata menyenangkan, jauh dari tekanan rutinitas dan yang paling penting jauh dari Axel, meski hanya untuk sementara.“Kalau butuh apa-apa, jangan ragu untuk telepon aku,” ujar Nero sambil mengeluarkan kunci kamarnya. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya penuh perhatian.Alana tersenyum lega. “Iya, Kak. Terima kasih untuk semuanya.” Nero membalas senyumnya sebelum masuk ke kamarnya.Napas lega itu masih tertahan di dada Alana saat dia memasukkan kartu kunci ke slot pintunya. Klik. Begitu dia mendorong pintu, sebuah bayangan besar bergerak cepat dari belakangnya.Sebuah tangan kuat mendorongnya masuk ke dalam kamar yang gelap sebelum dia sempat berteriak. Tubuhnya dihempas hingga membelakangi pintu yang kini tertutup rapat.“Kak Axel?” serunya, jantungnya berdebar kencang. Matanya mulai terbiasa dengan cahaya remang-remang dari balik tir

  • Bisikan Dosa   Bab 66 - Pantai

    Alana berdiri di depan cermin kamar mandi hotel yang besar dan terang, memperhatikan wajahnya yang sedikit memerah karena air hangat. Butiran air masih menetes dari ujung rambutnya, membasahi bahu.Ia tersenyum kecil pada bayangan dirinya sendiri, jarang sekali ia bisa merasa sebebas ini. Tak ada notifikasi ponsel, tak ada gosip, tak ada tekanan apa pun. Hanya dirinya, lautan, dan hari yang baru.Selesai mengeringkan rambutnya dengan handuk putih lembut, Alana mengenakan dress santai berwarna biru muda yang ringan. Ia menatap sebentar ke arah jendela kamar.Cahaya matahari sore sudah mulai keemasan. Waktu yang sempurna untuk ke pantai. Dengan langkah kecil tapi semangat, ia mengambil tas kecil, kacamata hitamnya, lalu keluar dari kamar.Tok tok tok!Ia mengetuk pintu kamar sebelah sambil berseru, “Kak Nero! Aku udah siap! Ayo ke pantai, cepetan, nanti sunset-nya keburu ilang!”Tak lama kemudian pintu terbuka. Nero muncul dan Alana langsung terbelalak.“Eh?!” serunya spontan. “Kak Nero

  • Bisikan Dosa   Bab 65 - Maldives

    Pagi itu udara masih terasa segar ketika Alana sudah berdiri di ruang tamu dengan koper di tangan. Rambutnya dikuncir rapi, wajahnya tampak semangat meski matanya masih menyisakan sedikit kantuk.Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan degup jantung yang terasa agak cepat. Ini akan jadi perjalanan panjang dan entah kenapa ia sedikit gugup.Pintu kamar Nero terbuka, dan laki-laki itu keluar sambil menepuk-nepuk jaketnya. Begitu melihat Alana berdiri di sana, ia spontan tersenyum kecil lalu bergegas menghampiri.“Wah, kamu cepat juga siapnya. Sini, koper kamu biar aku bawa.”Alana langsung menyerahkan gagang koper itu, tersenyum malu. “Makasih, Kak.”“Siap berangkat?”“Siap banget!” jawabnya mantap.Begitu mereka keluar rumah, halaman sudah tampak ramai. Sopir keluarga sedang menunggu di dekat mobil hitam besar yang sudah siap dengan bagasi terbuka. Nero membantu memasukkan koper Alana ke dalam mobil, lalu ia sendiri duduk di kursi depan sementara Alana duduk di belakang.Di

  • Bisikan Dosa   Bab 64 - Main game

    “Argh!”Suara Alana terdengar dari sisi ranjang, diikuti dengan bunyi keras tombol keyboard yang ditekan berulang-ulang.“Kenapa sih game ini susah banget!”Axel, yang duduk di depan komputernya, hanya melirik sebentar sambil menahan tawa. “Kau bahkan belum sampai setengah level, Alana.”“Aku udah tiga kali jatuh ke jurang! Gimana mau naik gunung kalau jalannya licin gitu!” Alana menatap layar laptopnya dengan wajah sebal. Rambutnya berantakan, dan pipinya sedikit menggelembung.Axel mengangkat sebelah alis, memutar kursinya menghadap Alana. “Mau aku bantu?”“Enggak! Aku bisa sendiri!”Tangannya bergerak cepat lagi, tapi baru lima detik, avatarnya di game itu terjatuh ke bawah jurang sekali lagi.Axel tertawa terbahak. “Kau ini parah banget. Naik gunung di Roblox aja susah?”“Ya ampun, kak! Jalannya sempit, batunya licin, trus anginnya bikin jatuh!”“Itu game, Alana. Tidak ada angin beneran,” Axel berkata tenang sambil menahan tawa.Alana mendengus. “Pokoknya game ini ga adil! Kau pas

  • Bisikan Dosa   Bab 63 - Ciuman singkat

    Alana menghela napas lega. Ia memeluk kantong dimsum hangat di dadanya, berniat langsung naik ke kamarnya.Namun saat ia berbalik, tubuhnya terhenti.Di sana, tepat di depan pintu masuk, Axel sudah berdiri bersandar pada kusen. Tangannya terlipat di dada, bahunya santai, tapi sorot mata, tajam, menusuk, tidak bersuara namun jelas mempertanyakan sesuatu.“…kak?” suara Alana tercekat, lebih ke kaget.Tatapan hitam keabu-abuan itu menarik garis tipis. Rahang Axel mengencang.“Darimana?” tanyanya datar.Tak ada salam. Tak ada sapa. Hanya interogasi lirih.Alana berkedip, lalu mengangkat kantong di tangannya. “Beli dimsum.”Dia berjalan melewati Axel, berniat menuju ruang tengah. “Kakak mau ikut makan? Aku beli lumayan banyak.”Tanpa menjawab, Axel bergerak mengikuti langkahnya. Begitu jarak mereka dekat, lengan Axel melingkar tiba-tiba di pinggang Alana. Tarikannya tenang, tapi tidak bisa ditolak. Bibir Axel mendekati telinga Alana, napas hangat menyentuh kulitnya.“Aku tidak suka kau dek

  • Bisikan Dosa   Bab 62 - Dimsum

    Hening mengisi kamar besar keluarga Graves hari ini. Setelah kelas onlinenya selesai, Alana mematikan laptop lalu menatap langit-langit.Tidak ada notifikasi, ponsel sengaja dibiarkan tergeletak di sudut meja. Ia bahkan tidak ingin menyentuhnya. Ia tahu, di sana pasti ada jutaan komentar, gosip, screenshot, tawa dan ia belum siap.Dengan sederhana ia bangkit lalu keluar ke lorong. Langkahnya santun melewati karpet merah anggun rumah itu. Ketika turun ke lantai bawah, suara denting halus terdengar dari arah dapur.Seorang pelayan yang sedang merapikan vas langsung menunduk hormat ketika melihatnya.“Selamat sore, Nona Alana,” sapa pelayan itu dengan sopan. “Apakah Anda membutuhkan sesuatu? Anda tampak bosan.”Alana menoleh sebentar, menggigit bibirnya. “Tidak juga. Hanya… butuh udara.”Pelayan itu menatap cemas. “Kalau begitu, apakah Anda ingin camilan? Atau minuman hangat?”Alana sempat berpikir. Keinginan kecil muncul di kepala, sesimpel sesuatu yang dulu bisa membuatnya tenang.“Dim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status