Share

Amagama Corp

15 September 2011 menjadi momen paling menggemparkan bagi masyarakat Amerika. Pesohor Tony Amagama tertangkap melakukan kejahatan bisnis yang menuntunnya pada tuntutan hukum.

“Saya tidak bisa melakukannya. Saya masih belum mampu untuk menangani kasus besar seperti ini.” Tutur seorang wanita cantik berkacamata itu, Sarah.

“Ini adalah momen yang sangat tepat untuk mengukir namamu sebagai jaksa kompeten. Kamu sadar akan hal ini, kan? Aku nggak mau kamu lepasin kesempatan emas ini begitu saja, Sar. Aku rasa kamu adalah orang yang paling tepat untuk menyelesaikan kasus ini.” Jelas Niall yang kala itu masih menjabat sebagai atasan, sekaligus kekasih rahasia Sarah.

“Tapi aku masih pemula!”

“Bahkan seorang ahli pun harus menjadi pemula terlebih dahulu bukan?” Niall berusaha meyakinkan. “Aku tahu kamu mampu. Kamu pertimbangkan ini lagi, ya?”

“Aku nggak bisa,”

Niall memegang lengan Sarah dengan lembut, “Sar, kamu tau kan aku sayang sama kamu? Aku nggak mungkin bakal jerumusin kamu ke dalam hal yang nggak baik. Percaya sama aku ya?”

“Tapi gimana kalau aku gagal?”

“Kamu pasti bisa. Aku yakin itu,”

Sarah mengangguk ragu. Ia menyetujui penawaran sebagai jaksa penuntut untuk kasus fenomenal itu. “Tapi ada syaratnya,” pinta Sarah.

“Apa itu?”

“Aku perlu bertemu langsung dengan Tony Amagama. Aku tidak peduli meski hanya 5 menit, aku ingin memastikan suatu hal sebelum maju sebagai jaksa nantinya. Boleh, ya?”

Niall menyetujuinya. Beberapa hal memang perlu verifikasi dengan pihak terkait bukan? “Tapi aku tidak bisa janji,” tegas Niall.

Usai tertangkap basah melakukan pencucian uang, Tony dimasukkan ke sel tahanan kelas 2 Sea Shadow bersama dengan tahanan kejahatan berat lainnya, termasuk pula para koruptor pengumbar janji dan fanatik politik.

Di dalam penjara, Tony banyak menerima kekerasan fisik dan mental dari para tahanan lainnya. Mereka merasa kesal dan marah. Bagaimana mungkin ada orang keji yang mau melahap habis uang ribuan orang demi kepuasannya sendiri?

Pada persidangan pertama, bukti-bukti kejahatan Tony dipaparkan secara rinci di hadapan hakim ketua. Tony diancam dengan hukuman penjara tanpa batas atas tuntutan 3 kejahatan, yaitu pencurian berkas rahasia milik Loyal Guard yang merupakan kompetitor utamanya, penggelapan dana, dan pencucian uang.

2 hari sejak Tony masuk Sea Shadow, pihaknya mengajukan banding. Meski begitu Tony bersikeras untuk tetap diam, enggan mengaku.

Pengajuan tersebut disetujui dan persidangan kedua pun diadakan. Sarah lagi-lagi menjadi perwakilan jaksa penuntut untuk mendakwa Tony Amagama.

“Sebelum masuk ke persidangan, ada beberapa hal yang ingin kupastikan.” Ungkap Sarah, “Anda yakin semua tuduhan ini bukanlah tindakan yang Anda lakukan?”

“Aku dijebak.” Singkat, namun jawaban Tony berhasil membuat Sarah tersentak. Apa maksudnya?

“Jelaskan lebih jauh,” Sarah meminta.

“Tidak bisa. Ada orang yang harus kujaga.”

“Memilih untuk tetap diam bukanlah opsi terbaik di situasi seperti ini. Tentu Anda tahu betul soal itu.” Papar Sarah. “Bagaimana Anda akan melindungi orang itu jika Anda tidak mampu melindungi diri Anda sendiri?”

“Kamu tidak akan mengerti,”

“Karena itu, jelaskan pada saya agar saya dapat memahami situasi Anda.”

“Dunia bisnis yang aku jalani ini sangat kejam. Banyak orang tak bersalah yang jadi korban. Kamu harus tahu, bisnis memiliki banyak kepalsuan yang tidak terlihat,”

“Sama halnya dengan Anda yang memilih untuk merampok investor.”

“Sudah kubilang aku dijebak!”

“Benar. Anda mengatakan hal itu sebelumnya. Tapi bagaimana saya bisa percaya hanya dengan ucapan itu?”

Tok… tok… tok..

Suara ketukan pintu terdengar tepat ketika Tony hendak menjawab pertanyaan Sarah.

“Sar! Sidang akan dimulai dalam 10 menit. Bersiaplah!” Peringat Niall.

“Okay! Beri aku 2 menit lagi.” Permintaan ini dijawab dengan anggukan oleh Niall.

“Perlu saya tegaskan. Situasi Anda saat ini tidaklah menguntungkan. Jika Anda salah memilih jalan dan memutuskan untuk tetap diam, saya tidak bisa banyak membantu.” Imbuh Sarah.

“Kamu tidak perlu membantuku. Aku sudah memiliki pengacara. Lakukan saja tugasmu sebagai penuntut, jangan hiraukan aku dan timbang situasi ini dengan benar.” Tidak ada yang salah dari ucapan Tony, tapi mengapa kalimatnya terasa seperti ancaman bagi Sarah? “Kamu harus ingat ini baik-baik! Dunia ini tidak selalu memihakmu. Bahkan orang yang berada di belakangmu kemarin bisa saja menusukmu tanpa sepengetahuanmu. Jangan tertipu! Ada banyak orang jahat di sekitarmu!”

Apa maksudnya? Seharusnya pertemuan ini memberikan jawaban atas teka-teki yang sedang diselesaikan Sarah. Tapi apa? Mengapa semuanya bertambah rumit? Siapa sebenarnya sosok di depannya ini?

Tanpa mengindahkan peringatan dari Tony Amagama, Sarah bergegas memasuki ruang persidangan dengan berkas kasus di tangannya.

“Persidangan kasus No. 99/NY/2011/KH pada tanggal 20 September 2011 dibuka,” Tutur pria paruh baya yang duduk di kursi tengah juri sidang.

Pria gondrong dengan seragam tahanan bernomor 5149 itu memasuki ruangan dengan tangan yang terborgol. Dilihat dari mana pun, sosok ini bukanlah orang sembarangan. Karakter pemimpin tegas jelas terlihat dari wajah dan postur tubuhnya. Tony bahkan dikenal sebagai pebisnis dengan otak manipulatif. Dalam menjalankan bisnisnya, ia banyak menipu klien dengan perjanjian yang hanya menguntungkan pihaknya saja.

Dengan jejak seperti itu, dia pasti adalah tersangka utama kasus ini kan?

Singkat cerita, persidangan kedua Tony Amagama usai. Hasilnya adalah perubahan hukuman dari yang sebelumnya tahanan tanpa batas menjadi 15 tahun.

***

“Lalu apa jawabanmu atas teka-teki itu?” Bam berniat menjelajahi jalur pikiran Sarah.

“Aku masih belum bisa menjawabnya. Maaf soal itu,”

Alarm pada ponsel Sarah berdering. Menandakan ia harus segera pergi dari tempat itu dan menyelesaikan pekerjaannya.

“Waktuku sudah habis. Aku harus pergi.” ungkap Sarah memperlihatkan layar ponselnya. “Maaf atas kehilanganmu,”

“Kamu….” Cegat Bam. “Kamu nggak punya hal lain yang ingin dikatakan?”

“Emmm…” Sarah berpikir sejenak, memastikan apakah hati dan pikirannya masih memiliki hal untuk dibicarakan. Tentunya soal kasus yang ditanganinya itu. “Aku rasa tidak ada,” Untuk pertama kalinya Sarah menunjukkan senyumnya pada Bam.

***

Sarah menemui Anna di dalam ruangannya. Bermaksud menagih permintaannya terkait berkas kasus Sarah sebelumnya. “An, sudah dapat yang kuminta?”

“Belum semua nih! Sebagian besar berkas kasus lama kan disimpan di kantor pusat. Besok deh aku coba kesana.”

“Kamu nemuin berkas Tony Amagama nggak?”

“Nggak ada, Sar.” Anna menggelengkan kepalanya, memberi isyarat tidak untuk pertanyaan Sarah. “Aku baru nemuin 20 berkas. Itupun untuk kasus-kasus yang baru-baru ini kamu selesein. Kenapa emang?”

“Kalau gitu, fokusin sama berkas Tony Amagama, ya! Yang lain nggak mendesak banget kok!”

“Itu kasus tahun 2011 kan ya? Kayaknya bakal butuh waktu deh,”

“Nggak papa. Tolong ya, An.”

“Iya deh,”

“Makasih Anna,” ucap Sarah sembari memeluk erat sahabatnya itu.

“Aku boleh tanya nggak? Kenapa tiba-tiba pengen ngumpulin berkas kasus yang dulu? Kukira kamu orangnya cuek. Kalau kasusnya selesai bakal lupain gitu aja,” Terdengar nada penuh kehati-hatian pada pertanyaan Anna.

“Kamu inget Bam? Orang yang pernah aku ceritain itu loh!” Anna mengangguk secepat kilat usai mendengar kalimat ini.

“Dia anak orang yang kasusnya pernah kutangani.” lanjutnya.

“Kamu serius, Sar? Gimana bisa?”

“Aku juga baru tahu tadi,”

“Jadi Tony Amagama yang kamu maksud itu ayahnya Bam?”

Sarah mengangguk setuju. Jujur saja, ia sendiri masih tidak percaya atas pernyataan Bam sore tadi. Bukankah hal ini membuktikan kalau dunia benar-benar sempit? Atau Bam sengaja mempersempit dunia untuk mencari kebenaran dari Sarah? Entahlah, hanya waktu yang bisa menjawab perkara ini.

Hari berlalu dengan cepat. Sudah lewat 2 hari sejak Bam mengungkapkan identitasnya.

Karena kejadian itu, Sarah kembali membuka berkas-berkas Tony Amagama yang sudah usang. Tidak seperti dulu, sekarang Sarah memiliki keraguan di dalam hatinya.

“Huffft… kenapa sekarang aku jadi ragu begini?” batin Sarah. “Padahal dulu aku yakin sekali dia bersalah. Tapi kenapa ucapan Bam membuatku ragu atas keputusanku sendiri?”

Sarah membolak-balik halaman berkas yang tebalnya sekitar 22 halaman. Ia membaca kasus itu berkali-kali hingga rasanya tiap kata yang terselip dalam kertas itu sudah terpatri di kepalanya.

Sebuah pesan baru masuk ke nomor Sarah. Pesan itu dikirimkan oleh Bam, “Bisakah kita bertemu?”

Sarah menatap pesan itu selama 5 detik. Memikirkan jawaban terbaik untuk menanggapi permintaan itu.

“Aku belum bisa menemuimu sebelum menemukan jawaban atas teka-teki waktu itu,” tulisnya.

Sebuah panggilan masuk muncul ke layar ponsel Sarah. “Halo,” sapanya lesu.

“Ada yang ingin kubicarakan,”

“Sudah kubilang aku tidak bisa sebelum memecahkan teka-teki itu. Mendadak aku ingin segera menyelesaikannya,”

“Ini penting,”

“Tidak bisa,” tolak Sarah.

“Sudah satu dekade dan kamu baru tertarik untuk memecahkannya?” Tanya Bam. Tak banyak ekspresi yang tergambar di benak Sarah usai mendengar ucapan Bam. Mungkin Bam kesal terhadapnya?

“Maaf, tapi tidak untuk kali ini.”

“Aku ingin memberikanmu sesuatu. Ini menyangkut ayahku.”

“Apa?”

“Kamu harus melihatnya secara langsung,” yakin Bam, “Jika kamu mau, aku bisa ke tempatmu sekarang juga.”

Sarah menutup telepon itu. Ada banyak sekali keraguan yang meliputinya. Jika dibilang lupa, tentu itu bukan perkara yang bisa dilupakan begitu saja. Tapi ia juga tidak yakin apakah kasus Amagama Corp berakhir sebagaimana mestinya. Kenapa tiba-tiba seorang Sarah yang sangat tegas dan ambisius bisa seragu ini? Ada apa sebenarnya? Perubahan sikap secara tiba-tiba tidak mungkin terjadi jika tidak ada pemicunya bukan? Tapi apa?

Sarah terkadang terlihat begitu dingin dalam menghadapi Bam. Kadang kala dia merasa ragu dan sedikit menyesal. Mungkinkah waktu benar-benar bisa menjawab hal ini?

Sarah kembali membuka ponselnya. Masuk ke ruang chatnya bersama Bam dan mengirimkan alamat rumahnya.

“Mungkin ini bisa membantuku memecahkan teka-teki yang selama ini berusaha kupecahkan,” batinnya meyakinkan diri.

Selang 15 menit, Bam tiba di rumah Sarah. Ia langsung masuk begitu mendapat izin dari si pemilik rumah.

Bam membawa sebuah box berwarna biru di tangannya. “Pengacaraku bilang, aku harus memberikannya padamu.” tuturnya, “katanya itu dari Ayah.

“Apa ini?”

“Buka saja, mungkin itu sebuah petunjuk.”

Sarah menerima box itu dengan wajah yang bingung. Apa maksudnya Tony yang memberikannya?

Dibukanya box dengan lambang bintang di atasnya itu. Sebuah liontin?

Keduanya saling bertatapan. Bingung dengan benda yang berada di dalam box tersebut.

Sarah mencari celah dari box tersebut. Berharap ada surat atau semacamnya untuk menginformasikan kegunaan liontin tersebut. Liontin itu tidak mungkin hanya sebatas perhiasan tanpa makna bukan?

“Kamu sudah membuka box ini sebelumnya?” Tanya Sarah.

“Belum. Aku langsung menghubungimu saat pengacara Han memberikannya padaku.” Bam menggelengkan kepalanya.

Ya tuhan! Apa lagi ini? Tak cukup dengan teka-teki Bam yang tiba-tiba muncul di hadapannya, juga keraguan yang timbul di hatinya ketika menyebut kasus Amagama Corp yang sudah lama ia lupakan. Kini muncul teka-teki baru dengan sebuah liontin peninggalan Tony Amagama?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status