Share

Memulai Cinta Sepihak

Sarah tak banyak bergerak, masih mematung tak percaya dengan apa yang sedang terjadi padanya. Apa salahnya pada kehidupan sebelumnya hingga ia menemui pria gila ini?

“Tidakkah kamu sedikit kasar dengan tidak memberikan respon apapun padaku? Kukira kamu adalah jaksa profesional yang akan memperlakukan siapapun dengan sopan.” Bam, sekali lagi, mencoba memprovokasi Sarah.

“Kamu benar-benar kasar,” timpal Bam yang kemudian melonggarkan pelukannya. “Jika tidak bisa menyukaiku, setidaknya bersikap baik lah pada kerabat orang yang sudah kamu jebloskan ke dalam penjara.”

“Apa maksudmu? Siapa orang yang kamu maksud?” Untuk pertama kalinya setelah sekian lama diam, Sarah mengeluarkan suaranya.

Semburat senyum tipis terlukis di wajah tampan Bam, “Pergilah. Aku tidak ingin melanjutkannya lagi.”

Sarah membalikkan tubuhnya, menatap pria kekar di hadapannya. Ia dengan jelas menunjukkan ekspresi bertanya-tanya. “Lanjutkan ucapanmu. Siapa itu?”

“Sudah kubilang kan kamu bisa pergi. Padahal tadi bersikeras menolakku.” Cengiran usil tertangkap mata Sarah. “Pergilah sebelum aku berubah pikiran.”

Untuk saat ini, Sarah memutuskan menyerah. Melangkah pergi keluar kamar dengan menyisakan tanda tanya di benaknya. ‘Daripada harus berhadapan dengan orang gila itu, aku harus pergi sekarang!’ batinnya dalam hati.

***

Keesokan paginya, Sarah kembali mempelajari berkas kasus yang akan dihadapinya 2 hari lagi. Meski sebenarnya Ia sedikit penasaran dengan ucapan pria semalam, namun Sarah berusaha tetap fokus dalam melakoni pekerjaannya.

Tok… tok… tok…

Ketukan pintu terdengar dari arah luar. Melihat siluet yang tercermin di balik pintu kaca, “Kamu bisa masuk, An.”

“Eh, kok kamu bisa tahu kalau itu aku?” tukas wanita itu memasuki ruang kerja Sarah.

“Bentukmu kentara sekali tahu!”

“Bentuk? Kamu pikir aku barang?” Rajuk Anna. “Oh! By the way, gimana nih semalam? Aku iri banget tahu!”

“Apaan sih?! Yang ada aku malah kesal sama kamu!” Sarah mulai meluapkan emosinya pada sahabatnya itu.

“Kenapa sih?” Tanya Anna. “Padahal pria semalam keren banget! Aku iri banget kamu bisa menghabiskan malam menyenangkan semalam!?”

“Aku rasa kamu harus periksa ke dokter, deh!” Jawab Sarah, “Udah makin sinting tahu nggak?”

“Kemarin aja sedih banget sampai minta ditemani ke bar. Tapi sekarang malah iri dengan kesialan orang. Kamu udah nggak waras, An!” Tambah Sarah.

“Apa itu sedih? Hehe,” Kekeh Anna. “Semalam aku ketemu cowok Prancis. Ganteng, deh. Eh, tapi kalau dibandingin sama cowok yang kamu temui semalam sih masih jauh!”

“Oh! Jadi udah ketemu orang baru? Pantes aja raut mukanya cerah banget.” Kata Sarah memahami isi hati sahabatnya.

“Eh, ceritain dong semalam jadinya gimana? Aku kepo tahu!”

“Kamu inget nggak malam saat aku minta kamu buat nemenin aku ke Gloria's Bar setelah putus dari Niall?”

“Inget lah, gila aja aku lupa sama kelakuan si brengsek itu!”

“Waktu itu Niall ada di sana, An."

"Serius? Kok aku nggak liat?"

"Kamu kan pulang duluan karena Robert sakit." Sarah memulai ceritanya, "Setelah kamu pergi, Niall duduk di sebelahku. Dia bilang maaf, dan berjanji akan menikahiku tahun depan. Lebih tepatnya saat anak yang dikandung wanita itu lahir. Dia bersumpah akan menceraikan istrinya dan memilihku."

"Bener-bener nggak waras si Niall. Untung kamu udah putus sama dia, Sar. Terus-terus gimana kelanjutannya?"

"Tentu saja aku menolaknya!" Ungkap Sarah penuh emosi. "Aku mengusirnya dari sana dan menenggak beberapa gelas brandy. Karena merasa cukup mabuk, aku pergi ke kamar pengunjung yang ada di ujung lorong. Aku kira tak ada orang di dalam, karena pintunya tidak terkunci."

"Aku melepas heels-ku langsung tidur di kasur. Terus muncul seseorang dari arah kamar mandi. Wajahnya nggak terlihat jelas karena pandanganku sedikit buram. Dia berdiri di samping ranjang dan bertanya siapa aku. Aku nggak ingat apa yang terjadi setelah itu. Tapi setelah terbangun di pagi hari, pria itu duduk di ujung kasur tanpa busana, sedang menerima telepon seseorang. Tanpa mengucap pamit, dia pergi begitu saja setelah mengenakan pakaiannya.” Lanjut Sarah

“Woah! Aku tidak percaya ada cerita seperti ini. Kenapa baru cerita sih?” Anna sedikit terkejut dengan cerita Sarah. Terlebih ia mengenal betul bagaimana sahabatnya itu. Ia tak mungkin memilih tidur bersama orang asing dengan begitu mudahnya.

“Jangan berlebihan. Kamu harus dengar kelanjutannya.” Sarah menarik napas panjang sebelum melanjutkan ceritanya. “Pria yang bersamaku malam itu adalah Bam, yang semalam kamu lihat di Casw.”

Anna hanya melongo mendengar akhir cerita itu. “Serius?!”

Sarah hanya mengangguk pelan sebagai respon atas keterkejutan Anna.

“Duh! Gimana dong, aku nggak tahu ada cerita itu sebelumnya. Maaf ya, Sar.”

“Ya ini bukan 100% salah kamu sih sebenarnya, lagian sebelumnya kamu juga nggak tahu.”

Tok.. tok.. tok…

Suara ketukan pintu kembali terdengar. “Masuk.” Perintah Sarah.

“Oh, Leo. Ada apa?” Tanya Sarah begitu dirinya mengenali sosok yang baru saja masuk ke ruangannya itu.

“Ini tadi ada titipan dari pos satpam. Katanya buat Sarah.” Tutur Leo menyerahkan buket bunga yang dipegangnya.

“Oh, ya? Dari siapa?”

“Nggak tahu juga. Coba deh cek kartu ucapannya. Sepertinya terselip di situ.” Sambil menunjuk kartu yang terselip di tengah karangan bunga. “Aku langsung balik ya, Sar.”

“Iya. Makasih ya!”

Sarah membuka kartu ucapan itu. Di dalamnya tertulis:

Hai! Selamat menjalani aktivitasmu. Maaf soal semalam ^-^

-Bam

“Ck! Apa-apaan dia!?” Gumam Sarah.

“Dari siapa, Sar?” Tanya Anna yang sedari tadi masih berdiri di ruangan itu.

“Pria yang baru saja kuceritakan.” Ungkapnya dengan memperlihatkan kartu ucapan tersebut, “Bam.”

Selang beberapa waktu, ponsel putih yang tergeletak di meja berdering. Mengabarkan pemiliknya jika ada seseorang yang menghubunginya. Tanpa nama, hanya ada nomor telepon tak dikenal yang muncul di atas layar ponsel itu.

“Siapa lagi sih ini? Nomor yang tidak dikenal.” Sarah memutar bola matanya, tanda kesal karena panggilan yang muncul setelah buket bunga dari seseorang yang menurutnya sangat brengsek. Siapapun pasti akan berpikir demikian bukan? Apa lagi sebutan bagi seseorang yang meninggalkan pasangannya setelah melalui malam panas bersama jika bukan brengsek?

“Halo,” Kata Sarah mengangkat panggilan itu.

“Bagaimana bunganya? Kamu suka? Aku tidak tahu apa bunga kesukaanmu, karenanya aku memilih bunga mawar. Seharusnya sih sekarang bunganya sudah berada di tanganmu.”

“Bam?”

“Kamu mengenali suaraku ternyata. Aku terharu karenanya,” Tutur pria diseberang telepon.

“Apa-apaan ini?”

“Ucapan permintaan maaf atas kejadian semalam.”

“Aku tidak butuh itu. Akhiri telepon ini dan jangan pernah menghubungiku lagi.”

“Tidak bisa begitu. Ada hal yang harus kita selesaikan bersama. Kamu lupa?”

Soal kasus kerabatnya! Hampir saja Sarah lupa dengan itu. “Katakan saja! Jangan berbelit-belit. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk meladenimu!”

“Aku tahu kamu kasar, tapi bukankah ini keterlaluan? Meminta bantuan dengan ancaman tidaklah sopan bukan?” Bam dengan santainya menanggapi kekesalan Sarah. Selanjutnya, ia mengajak Sarah bertemu. “Jika saat ini kamu ada waktu, pergilah ke cafe di depan kantormu. Aku akan menunggumu.” Bam menutup panggilannya tanpa menunggu jawaban dari Sarah.

Tanpa pikir panjang, Sarah melangkah keluar dari ruangannya. “Aku pergi dulu ya, An.”

“Dan ya, tolong carikan berkas-berkas kasus yang sudah aku tangani dari awal sampai saat ini. Bye!” lanjutnya.

***

“Lanjutkan ceritamu.” Tutur Sarah memulai perbincangan.

“Biarkan aku menghabiskan minumanku.”

Terlihat Sarah menaikkan sebelah alisnya, pertanda tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Hah?”

Walaupun terlihat sedang menyembunyikannya, sudut bibir Bam menunjukkan jika dia sedang tersenyum.

“Cepatlah, aku tidak memiliki banyak waktu.” Tegas Sarah.

“Kamu ini orangnya tidak sabaran, ya? Aku jadi makin menyukaimu.”

“Bicaralah hal yang masuk akal. Langsung saja ke intinya.”

“Aku menyukaimu, Sar.”

“Kamu sendiri tahu kan aku tidak kesini karena ingin mendengar perasaanmu. Selesaikan cerita yang kamu sampaikan malam itu.”

“Aku akan menceritakannya saat kita menjadi lebih dekat. Saat itu, kamu akan memahami semua tindakan yang aku lakukan kepadamu selama ini.”

“Kamu benar-benar membuang waktuku. Aku pergi saja,” Sarah berdiri dari tempat duduknya, meraih tas merah yang dibawanya tadi, dan berniat pergi dari tempat itu.

“Tunggu,” Cegah Bam menarik tangan Sarah. “Beri aku kesempatan untuk menyukaimu. Aku bahkan tidak peduli jika kamu tidak memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Mulai dari sekarang, aku akan memulai cinta sepihakku terhadapmu. Setidaknya berikan aku sedikit ruang dan waktu untuk menceritakannya. Ini bukanlah perkara yang enteng untukku.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status