Setelah Sandra pergi, Rin dan Isabel terlempar ke kelas yang berbeda. Isabel terpaku di hadapan kanvas putih yang terlihat begitu cerah di antara nuansa kecoklatan kelasnya sekarang. Kelas berlantai papan dengan banyak paku yang menonjol. Bagi Isabel, tempat itu seperti mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia pernah merasakan takut teramat sangat. Senyap, tidak ada seorang pun saat itu. Lalu, ia menemukan sebuah rumah kayu. Isabel masuk dan mengurung dirinya di sana. Pintu ditutup rapat. Namun, itu tidak membuat rasa takutnya berkurang. Hingga tengah malam, nuansa horor semakin menjadi. Dari celah dinding papan, Isabel melihat ada empat makam di halaman belakang. Sesuatu kemudian bangkit dari sana.
“Cobalah sekarang!”
Isabel tersentak. “Tidak,” sebutnya.
“Kamu akan pergi?” Maria muncul lagi di batas senja. Tepat di samping William yang duduk di sofa yang telah koyak. Perlahan, ia mendekat pada William dan bersandar di bahu William.“Apa seperti ini sifat aslimu?” William menghalau Maria.Seperti siput, hantu perempuan itu menggeliat. “Menjijikkan,” William berdiri.“Kamu boleh tinggal di sini sampai kapan pun,” katanya terkesan tiba-tiba.“Kemarin kamu ingin mencelakaiku!”“Itu kemarin. Kupikir aku berubah pikiran. Punya teman bicara sepertinya tidak buruk.”“White! Ayo, kita pergi!”Diran terhenyak. “Kenapa tiba-tiba?” pikirnya masih tak yakin. Ia memperhatikan perempuan yang sebenarnya belum pernah mengajaknya bicara. Tentang seberapa urgent Maria harus dihindari, padahal matahari belum benar-benar bersembunyi.William menarik sebuah kain hitam yang menutupi sebuah meja hias. Ia kemudian melilitkan kain itu dari kepala hingga tiga per empat tubuhny
Lampu jingga yang bergoyang, membentuk siluet tubuh Isabel di dinding menjadi tidak konsisten. Isabel tahu dia sedang diawasi oleh pria tinggi yang sekarang bersandar di daun pintu. Dan Isabel pantas merasa tidak nyaman dengan alasan itu, juga dengan alasan lainnya.“Saya akan kembali ke asrama saja!” Isabel berdiri. Sorot matanya masih terarah pada jejeran papan yang berdecit ketika diinjak.Ryu Laoshi sedikit tersenyum dengan sikap Isabel yang tiba-tiba itu.“Saya tidak ingin menjelaskan siapa laki-laki pembuat onar tadi,” lanjut Isabel.“Apa aku bertanya?” Ryu Laoshi sekali lagi tersenyum. “Aku bisa menebak apa artinya dia bagimu, wanita selalu plin-plan jika sedang jatuh cinta.”“Kami tidak mungkin bersama,” katanya tanpa berharap gurunya itu mengerti. Terlalu rumit untuk dijelaskan dan Isabel ingin tidak seorang pun bertanya.“Biar begitu, kamu tidak bisa mematahkan fakta bahwa kamu suka dan dia peduli. ‘Tidak mungkin
William menghilang. Giulian Vasco dibuat sibuk dini hari itu. “Pintu masih dirantai dan digembok dari luar. Tidak ada celah untuk keluar. Lalu, bagaimana mungkin ia bisa lolos?”“Lihat ini, Komandan! Memang terlalu gelap, tapi saya rasa rantai yang mengikat tersangka bergerak,” Giulian Vasco memperhatikan dengan serius CCTV.“Apa ada orang lain di sana?” tanya Komandan Vasco.Rekannya ragu untuk menjawab.“Sepertinya memang tidak ada siapa-siapa,” Vasco menjawab pertanyaan sendiri. “Apa dia seorang penyihir?” tanyanya lagi tidak ditujukan pada siapa-siapa. Jika pun iya, maka asumsi itu akan dibakarnya lebih dulu.“Ini rekaman pukul 01.32, dia sempat mendatangi temannya dan duduk di sisi meja operasi. Kemudian…menghilang! Setelah itu, di dalam ruangan hanya tinggal satu orang. Oh, ya. Beberapa hari lalu, ada laporan kecelakaan di distrik selatan. Kecelakaan bus. Beberapa penumpang dan supir bus mengalami luka-luka.Tidak terlalu parah. H
“Sial!” Giulian Vasco menarik dasi dari lehernya. Pria kulit hitam itu kemudian menghempaskan dirinya di atas kursi yang bisa berputar 360 derajad. Hidungnya yang besar tidak menjamin ia bisa bernapas dengan baik di tengah kasus yang ia hadapi sekarang. Beberapa hari lalu, kurator Edgar Louis mendatanginya untuk kemungkinan adanya penyelundupan berlian yang berasal dari kerajaan Slavia, reruntuhannya; Slavidion, masih bisa dilihat hingga sekarang. Namun, hubungan tidak baiknya dengan keluarga pengurus istana-istana di Slavidion, membuat Edgar Louis sendiri tidak yakin asal mula Black Diamond yang ia dapat dari sahabatnya, seorang pebisnis batu berharga. Ada tiga di tangan Giulian Vasco saat itu, satu yang ia dapat dari sang kurator. Dan dua sisanya, diambil dari telinga orang yang menjadi tersangka. Tiga benda itu serupa. Hasil uji laboratorium, batu tersebut memilki karakteristik yang mirip dengan batu-batu asal kerajaan Slavia yang kini tersimpan di museum.“Apa
“Kita tahu mereka tidak akan mati hanya karena sebuah peluru,” Rin tanpa ekspresi. Ingatannya masih terjebak di kejadian dua malam sebelumnya. Ia berada di mobil ketika tak sengaja melihat senjata diarahkan pada William dan Diran. Lalu, Diran tertembak. Sesederhana itu. Namun, apa yang dirasakan Rin tidaklah sederhana. Ia tiba-tiba benci menjadi terlalu pintar. Tidak seperti Isabel yang ditahan oleh Ryu Laoshi, Rin menahan dirinya sendiri untuk tid
[“Kurung dia! Aku bisa mengatasi Black Finger sendiri!”]“Aku tahu saat itu dia tidak meminta pendapatku. Dia hanya berbicara padamu. “Cuaca memburuk sejak matahari tergelincir. Sekarang badai salju. Belum lagi habis matahari tenggelam, William keluar dari kediaman Lady Van
Ryu Laoshi melangkah tenang di koridor antar gedung. Angin bertiup cukup kencang saat itu, membawa partikel salju yang lebih besar. Ia mengusap bahunya sendiri. Dingin akan menyeruak sepanjang malam di Clair Art School dan kekhawatirannya terpatri pada siswinya yang tinggal sendiri di asrama perempuan. Isabel menarik perhatiannya sejak ia tahu gadis itu menjadi manusia yang paling dilindungi oleh sang raja iblis. Tidak lebih dari itu pada awalnya. Ryu Laoshi bahkan tidak peduli apakah Isabel seorang Denova atau bukan. Isabel tetap akan menjadi remaja yang hanya mengerti sedikit tentang hal-hal yang dilakukan para leluhurnya.
Cahaya matahari yang masuk lewat celah papan, memaksa Isabel pelan-pelan harus membuka matanya. Ada keengganan untuk bangkit dari mimpi panjangnya saat itu. Mimpi yang membuatnya merasakan bahagia dan sedih bersamaan.“Bodoh!” ucapnya dengan kedipan mata yang lembut. Satu senyum simpul terukir ketika ia menyentuh sisi kanan tempat tidur yang kosong. Tentang pikirannya yang liar, tentang seorang laki-laki, dan tentang perasaan hangat yang menyelimuti batinnya, Isabel merasa ‘bodoh’ menganggap itu semua adalah nyata. Namun, ia terperanjat sejak menemukan setangkai Queen of Rose segar di sisi bantal. Dan dibuat semakin terkejut ketika jendela tiba-tiba saja terhempas, terbuka dan tertutup dengan kasarnya. Lalu, setelah angin itu pergi, sehelai sayap hitam jatuh di pangkuan Isabel. Air mata Isabel jatuh seketika.Sebenarnya, helaian sayap itu tak lebih seperti sayap merpati biasa. Namun, tentang keberadaan Queen of Rose, tidak ada penjelasan lain ke