"Ini enak. Rasanya berbeda dari yang aku biasa masak."Haris mulai bicara duluan, sedangkan Fiona dan Fino berlomba menghabiskan makanan di piring.Ian tidak percaya. Dia ambil sendok sendiri dan ikut makan masakan Dario. Matanya melotot setelah memakannya.Benar kata Haris, masakan Dario berbeda dengan yang biasa Haris dan dia masak. Rasa bumbunya lebih terasa. Dagingnya juga tidak lembek atau pun keras."Bagaimana kau bisa hasil masakan mu seenak ini? Kau pakai resep apa?" Ian berbalik menghadap Dario dan menghujaninya dengan pertanyaan."Aku hanya memasak lagi dagingnya dengan beberapa bumbu sampai setengah matang sebelum dicampurkan dengan yang lain," jawab Dario santai."Apakah memang ada seperti itu, paman?" tanya Ian penasaran. Fiona dan Fino pun sama."Iya, memang ada. Kenapa tidak terpikirkan oleh ku dari dulu ya."Keempatnya kemudian memandang Dario dengan tatapan yang sama, mereka kagum dengan hasil masakannya."Kenapa? Apa aku tampan?" tanya Dario iseng.Keempatnya kompak
"Dario, kalau kau bisa menyembuhkan ayah, kenapa tidak dari tadi saja?"Fiona memandang Dario heran."Lho, kalian tidak bertanya," ucap Dario dengan entengnya. "Lagi pula paman Haris kelihatan capek. Makanya aku biarkan dulu sekalian istirahat. Iya kan, paman?""Kau ini," Fiona hanya tersenyum sambil memukul bahu Dario pelan. Haris ikut tersenyum.Anak muda di depannya ini baru saja dikenalnya, tapi sudah membuatnya kagum berkali-kali.Orang tua itu memandangi keakraban Dario dan Fiona. Ah, andai saja."Guru, selain mengajar kan aku memasak, apakah kau bisa mengajarkan yang tadi juga?" Ian memandang penuh harap."Aku juga, kak. Aku juga ingin belajar dua-duanya," Fino ikut menimpali."Itu gampang. Tapi aku guru yang galak, lho. Apa kalian siap menerima siksaan seperti di neraka?" kata Dario dengan tampang serius menatap Ian dan Fino.Keduanya saling pandang dan meneguk Saliva mereka.Dario kembali terkekeh. "Aku hanya bercanda. Kenapa kalian seserius itu?""Sialan. Kami sudah percaya sa
Fiona berjalan mendekati keempat pria yang dikenalnya. Wajahnya sedikit basah, tanda dia mungkin habis cuci muka.Gadis itu mungkin bisa menutupi mata sembabnya dengan make up, tapi Dario dapat melihat Fiona habis menangis."Kak, Fiona. Kami dari tadi mencari kakak." Fino menyambutnya dengan sumringah.Gadis itu hanya tersenyum dan bilang tadi ke toilet."Wow, pak Darius. Anda berbeda sekali sekarang. Terasa jauh lebih muda." Fiona berkomentar takjub.Darius hanya bisa tersipu. Dia sebenarnya masih belum terbiasa dengan pakaian dan suasana ramai."Itu berkat nona Fiona juga. Terimakasih nona.""Ah, aku hanya membantu sedikit. Semua ini kan ide Dario."Mereka pun kemudian ngobrol sambil bercanda. Fino masih kesal pada teman kakaknya, Fiona hanya mengatakan abaikan saja, sifatnya memang begitu.Setelah sekian menit, Dario mengajak Darius ke HRD. Haris dan Fino pun mau pulang untuk membuka restoran. Sedangkan Fiona kembali ke meja resepsionis."Dario, tunggu." ucap Haris. Dia menarik Dari
Sosok pria dengan perutnya yang buncit sudah berdiri tidak jauh dari Dario dan Fiona."Selamat sore, Pak Leon."Dario menyapanya terlebih dahulu. Fiona menyusul tak lama kemudian. Tubuhnya sedikit gemetar saat melihat Leon."Apakah kalian pacaran?" tanya Leon."Kami? Tidak. Tidak. Mana mungkin nona Fiona yang cantik cocok dengan ku. Kami kebetulan ada janji makan bersama dengan salah satu teman. Jadi kami pulang bersama.""Oh, begitu. Baguslah. Sesama karyawan tidak boleh pacaran. Aku bisa mempertimbangkan meninjau lagi berkas kalian."Ada sedikit ancaman dari kata-kata Leon. Dario hanya tersenyum."Terimakasih atas peringatannya, pak Leon. Kami akan patuh dengan peraturan perusahaan.""Peraturan perusahaan? Itu peraturan ku. Ingat itu!" Wajah Leon menunjukan kesombongan. Tidak banyak orang di lantai dasar. Dia tidak takut orang lain dengar."Selamat senang-senang kalau begitu. Benarkan Fiona?"Gadis itu seperti ketakutan disapa Leon. Dia hanya mengangguk."Yang menurut biasanya cepat
Dario menatap heran pada sosok pria tinggi besar di hadapannya ini. Senyumnya terlihat ramah, tapi aura seorang prajurit yang tegas dan berwibawa memancar jelas dari tubuhnya.Bagaimana pria ini tahu namanya?sedangkan mereka baru pertama kali bertemu."Apakah aku mengenalmu, tuan?""Hahaha, Jangan heran. Ini bukan pertemuan pertama kita," kata pria itu. "pertama aku lihat dirimu, kau sedang 'tidur santai' di sebuah gudang."Kata tidur santai nampaknya sengaja lebih ditekankan oleh pria itu. Dario coba menebak kalau Pria ini telah melihatnya saat menyelamatkan Stefanie dari penculikan.Jika dia ada di sini, berarti dia bukan musuh. Bisa jadi mereka bisa bertatap muka saat itu andai Dario tidak pingsan duluan."Apakah anda dari Tim F?" Dario mencoba lebih meyakinkan.Pria itu kembali tertawa. Dia mendekati Dario yang masih menatapnya penasaran."Yah, namaku Brandon, pimpinan tim F."Keduanya saling berjabat tangan. Dario merasakan jabatan tanga
Bel berbunyi pertanda pertandingan di mulai. Dario berinisiatif menyerang duluan. Dia belum tahu kekuatan Brandon dan ingin mengambil momentum terlebih dahulu.Sang ketua tim F tertawa melihat lawannya sudah menyerang. Dia tidak meremehkan Dario. Brandon justru senang lawannya itu berarti serius dengan pertandingan ini.Serangan demi serangan Dario datang bertubi-tubi. Dengan pengalamannya, Brandon masih bisa menghindari semuanya.Ruangan arena lama-lama jadi hening. Anak buah Brandon dan juga anggota tim B melihat ketuanya terus di desak.Selama ini, jarang ada yang bisa bertahan lama di arena bila bertarung dengan Brandon. Lawan-lawannya jatuh hanya hitungan sekian menit.Tapi kali ini ada pemuda yang mampu membuat ketua mereka kerepotan. Tampang Brandon juga sudah terlihat serius.Adu pukul dan tendangan silih berganti. Dario terus menyerang. Dia benar-benar tidak ingin Brandon berbalik untuk melawan.Sekian jurus berlalu dengan cepat. Dario akhir
"Bersulang untuk tuan Leon yang hebat!""Cheers!"Kelima pria perlente dengan setelan jas mahal, mengangkat gelas mereka ke arah Leon yang duduk di ujung meja.Leon yang menjadi bintang utama, tersenyum sumringah. Dia diapit dua gadis cantik di kanan dan kirinya.Perjamuan itu diadakan karena konon kabarnya Leon akan dipromosikan sebagai Direktur Umum.Hati Leon sedang kesal dari tadi siang. Resepsionis yang dia panggil ke kantornya, sok jual mahal. Padahal dia sudah mengiming-imingi promosi.Ditambah dia melihat gadis itu berbicara akrab dengan pecundang dari departemen marketing tadi sore. Dia makin kesal.Dia juga tadinya terpaksa menghadiri perjamuan ini. Kelima orang ini seperti benalu yang terus mengganggunya.Tetapi dengan adanya dua wanita cantik yang mereka sediakan, membuat Leon gembira. Dia harus melampiaskan hasratnya yang tertunda."Tuan Leon, bagaimana anda bisa sesukses ini dalam waktu yang singkat? Aku harus banyak belajar kepada anda."Salah satu pria yang bersulang ta
"Tuan Leon, berkat anda, proyek kita dengan tuan Albert benar-benar lancar. Tuan Albert menitipkan ini untuk anda."Rooney mengeluarkan segepok amplop coklat yang cukup tebal dan menaruhnya di meja."Albert cukup pengertian juga," ucap Leon sambil memasukkan amplop itu ke laci. "Tapi lain kali, aku tidak ingin diganggu dengan proyek teri seperti ini. Kau mengerti, Rooney?""Tentu, tuan. Aku mengerti."Keduanya kemudian membicarakan hal tak penting yang perlu Dario dengar.'Brandy, apa bisa kau mengecek proyek Boa Groups yang melibatkan seseorang bernama Albert?'Dario mengirim pesan lagi. Dia penasaran dengan transaksi yang dilakukan Rooney dan Leon. Mereka sepertinya sudah biasa bekerja sama.'Nanti ku cek.' balas Brandy singkat.Sebenarnya sudah ada cukup bukti untuk menyeret Leon ke penjara atas pasal pelecehan seksual.Hanya saja Dario ingin sekalian mengungkap borok di perusahaan ini. Keberadaan Leon adalah salah satu poin penting untuk itu.Tring!Hanya sekian menit, Brandy meng