Share

Chapter 4 : Masuk Kantor

Seminggu kemudian, seorang pemuda berumur 20-an sudah berdiri di depan perusahaan Boa Groups & Co. Pemuda itu terlihat rapi dengan setelan kemeja putih dan celana kain hitam. Tas gendong hitam berada di punggungnya.

Sebuah name tag menggantung di saku kiri pemuda itu. Ada logo perusahaan Boa Groups di backgroundnya. Di atasnya tertulis nama Dario dan ada foto dirinya dengan kacamata berbingkai besar. Dibawah foto tertulis Departemen Marketing.

Dario berpenampilan berbeda atas saran Fabian. Rambutnya disisir rapi kebelakang. Kacamata besar dipilih sekalian untuk menyamarkan wajahnya. Dia terlihat seperti kutu buku saat ini.

Saat melangkah masuk, penjaga pintu membiarkannya lewat setelah melihat name tag-nya itu.

"Nona, aku karyawan baru dibagian marketing. Bisakah kau memberi tahuku dimana departemen marketing berada?"

Dario bertanya kepada resepsionis cantik yang sedang merapikan mejanya. Name tag-nya belum dipasang, jadi dia belum tahu nama resepsionis itu.

"Bisa kulihat name tag mu?" tanyanya balik.

"Baik."

Resepsionis itu melihat bolak balik antara wajah Dario dan name tag nya untuk memastikan. Setelah itu dia tersenyum ramah.

"Kau bisa pergi ke lantai 3. Keluar dari lift sebelah kiri, disitu departemen Marketing berada."

Dario menerima kembali name tag-nya.

"Boleh aku tahu nama mu? Mungkin kita nanti akan sering bertemu."

"Namaku Fiona," jawab resepsionis itu masih dengan senyum ramah.

"Terimakasih, nona Fiona."

Dario tersenyum hangat sebelum pergi, meninggalkan kesan yang berbeda pada Fiona.

"Departemen Marketing apa tidak bisa mencari orang yang lebih baik? Kenapa harus mengambil pemuda kutu buku seperti itu?"

Suara ketus terdengar dari samping Fiona. Temannya, Della, sesama resepsionis terdengar menggerutu. Fiona hanya tersenyum dan melanjutkan merapikan meja.

xxx

Dario keluar dari lift dan belok ke kiri sesuai kata Fiona. Ada sebuah ruangan dengan pintu kaca disana. Di dalamnya dia bisa melihat beberapa wanita dan pria sedang ngobrol di salah satu meja.

Dia langsung saja masuk ke dalam.

"Eh, maaf. Aku karyawan baru. Apakah ini Departemen Marketing?"

Semua langsung diam dan melihat bersamaan ke arah Dario yang baru datang.

"Yah betul. Apakah kau yang bernama Dario?"

Salah satu wanita dengan kuncir kuda dan kacamata kecil berbingkai gold maju menyapanya.

"Iya, namaku Dario. Aku bekerja mulai hari ini." jawabnya sambil tersenyum.

"Aku Stefanie. Asisten manajer disini. Ini rekan-rekan mu," kata Stefanie memperkenalkan yang lain. Mereka hanya mengangguk seadanya, tidak terlalu antusias melihat tampilan Dario.

Boa Groups perusahaan besar, standar mereka tinggi. Tentu saja yang bisa bekerja disini adalah mereka berpendidikan tinggi dan berpenampilan menarik. Melihat Dario dengan kacamata besarnya, tentu mereka tidak menunjukan minat sama sekali.

Dario balas mengangguk sambil tetap tersenyum. Dia tidak perduli dengan tatapan enggan mereka.

"Ayo, aku akan menunjukan meja mu."

Stefanie dan Dario pergi dengan tatapan tak perduli dengan yang lain. Luas tempat kerjanya 1,5x1,5 meter dengan sebuah meja dan kursi. Ada sebuah komputer di atasnya.

"Tak perlu memikirkan pandangan mereka," ucap Stefanie setelah mereka hanya berdua di meja Dario. "Bekerjalah dengan baik, nanti juga mereka akan menerimamu."

"Oh, aku tak memikirkannya sama sekali. Kau bisa tenang, nona Stefanie," ujar Dario. Stefanie hanya tersenyum.

"Karena kau asisten manajer, adakah tugas pertama untuk ku?" tanya Dario lagi.

"Manajer belum memberitahu ku. Kerjakan apa saja yang menurut mu bisa. Aku tinggal dulu."

"Baik. Terimakasih nona."

xxx

Satu hari berlalu dengan cepat. Tidak ada hal yang harus Dario lakukan. Yang lain sibuk dengan urusannya masing-masing. Begitu pula dengan Stefanie yang kadang keluar cukup lama dan baru balik menjelang selesai jam kantor.

Saat jam makan siang pun sama. Karena mejanya di pojokan, tidak ada yang meliriknya. Dia memakan bekal yang sengaja dia bawa dari rumah.

Bau masakan memenuhi ruangan. Beberapa nampak tertarik, tapi mereka masih ragu untuk mendekati Dario. Jadilah seharian dia hanya sendirian.

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 lewat. Yang lain sudah pulang. Hanya meja Stefanie yang lampunya masih menyala. Dario melihat wanita itu masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Eh, Nona Stefanie. Apakah kau perlu bantuan?" Dario menghampirinya. Sebenarnya dia sudah siap pulang juga, tapi berubah pikiran melihat Stefanie masih sibuk.

"Oh, Dario. Ku pikir kau sudah pulang," ujar wanita itu sedikit heran.

"Yah, aku tadinya ingin pulang. Tapi melihatmu masih sibuk, aku yang tak mengerjakan apa-apa seharian, jadi tidak enak hati."

"Hihihi, kau tak perlu begitu. Kita punya tugas masing-masing. Pulanglah, aku juga sebentar lagi selesai. Setelah itu aku juga akan pulang."

"Baiklah, aku duluan kalau begitu. Sampai jumpa besok."

"Iya."

Stefanie melihat Dario sampai pemuda itu menghilang di balik pintu. Dia sedikit mendesah. Proyek kali ini penting baginya. Makanya dia mencurahkan perhatian sepenuhnya.

Sayangnya banyak kendala yang harus dia hadapi. Terutama berhadapan dengan penduduk pribumi di sekitar proyek. Mereka kadang meminta jatah untuk setiap mobil proyek yang lewat.

Tentu saja jika hanya satu dua kali, mungkin tidak akan masalah. Tetapi kejadian tersebut terjadi hampir setiap hari, yang semakin membuat keuangan proyek membengkak.

Dario tentu tak bisa membantunya dalam hal ini, walaupun dia ingin. Stefanie sadar, pemuda itu masih baru dan belum mengerti apa-apa.

Waktu berganti dan jam dinding menunjukkan pukul 8 lewat 20. Pekerjaannya ternyata lebih lama dari yang diperkirakan. Padahal tiga jam yang lalu, dia bilang pada Dario akan segera selesai. Stefanie hanya bisa meringis.

Stefanie membereskan semua berkas yang berserakan di meja dan menaruh di laci. Setelah mengunci laci itu, dia lantas bergegas turun untuk pulang.

Saat baru berjalan beberapa meter, dia melihat sesosok pemuda yang baru dikenalnya hari ini.

"Dario, apa yang kau lakukan disini?"

xxx

Malam yang dingin tak menyurutkan para penghuni Roswell untuk tetap beraktivitas. Salah satu pusat kuliner yang berada di sepanjang jalan Alven malah tetap terlihat ramai.

Di salah satu kedai makanannya, Dario dan Stefanie duduk menghadapi dua mangkuk sup, sate, dan beberapa botol bir yang sudah habis setengah.

Keduanya tersenyum dan tertawa bersama.

Stefanie kini tahu orang baru di departemen Marketing ini ternyata orang yang menyenangkan. Tidak seperti penampilannya yang seperti kutu buku. Banyak cerita konyol dan menarik keluar dari mulutnya

"Dario, jujur saja aku takut kau membuntuti ku saat aku keluar dari kantor. Tapi siapa sangka, kau hanya khawatir pada ku. Aku jadi terharu. Sudah lama ada laki-laki yang perhatian padaku."

"Maafkan aku, nona Stefanie. Aku memang khawatir, apalagi kau tak keluar lebih dari 3 jam di dalam. Aku lihat banyak yang hal yang sedang kau pikirkan."

Stefanie diam. Pikirannya langsung mengingat proyek itu. Jujur saja, badannya tidak capek. Tetapi batin dan pikirannya yang kena.

"Kalau di luar, panggil saja aku Stefanie atau Stef agar lebih singkat," kata Stefanie setelah beberapa lama. "Aku memang ada masalah dengan proyek yang aku urus."

"Apakah aku boleh tahu apa masalahnya? Kalau itu rahasia, aku tidak akan memaksa."

"Hmm. Sebenarnya itu bukan rahasia. Tidak ada masalah dengan pembangunan proyeknya. Masalah justru datang dari penduduk sekitar.

Sebelum proyek berjalan, kami sudah sepakat tentang ada sebagian penduduk pribumi yang diikutkan bekerja. Tapi efektivitas kerja mereka sangat buruk dan mengganggu pekerja yang lain.

Kami terpaksa mengeluarkan mereka. Sayangnya setelah itu, mereka justru mengganggu kendaraan proyek dan meminta jatah untuk setiap yang lewat."

Raut wajah kesal terlihat jelas dari muka Stefanie yang sudah merah karena bir.

"Kapan kau akan meninjau proyek itu lagi?" tanya Dario.

"Kebetulan besok aku akan kesana lagi. Laporan yang aku kerjakan tadi adalah untuk itu."

"Bagaimana kalau begini. Aku mungkin tidak banyak membantu, tetapi bolehkah aku ikut dengan mu kesana?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status