Home / Urban / Bodyguard Gagah Dari Kampung / Chapter 4 : Masuk Kantor

Share

Chapter 4 : Masuk Kantor

last update Last Updated: 2022-12-06 11:06:03

Seminggu kemudian, seorang pemuda berumur 20-an sudah berdiri di depan perusahaan Boa Groups & Co. Pemuda itu terlihat rapi dengan setelan kemeja putih dan celana kain hitam. Tas gendong hitam berada di punggungnya.

Sebuah name tag menggantung di saku kiri pemuda itu. Ada logo perusahaan Boa Groups di backgroundnya. Di atasnya tertulis nama Dario dan ada foto dirinya dengan kacamata berbingkai besar. Dibawah foto tertulis Departemen Marketing.

Dario berpenampilan berbeda atas saran Fabian. Rambutnya disisir rapi kebelakang. Kacamata besar dipilih sekalian untuk menyamarkan wajahnya. Dia terlihat seperti kutu buku saat ini.

Saat melangkah masuk, penjaga pintu membiarkannya lewat setelah melihat name tag-nya itu.

"Nona, aku karyawan baru dibagian marketing. Bisakah kau memberi tahuku dimana departemen marketing berada?"

Dario bertanya kepada resepsionis cantik yang sedang merapikan mejanya. Name tag-nya belum dipasang, jadi dia belum tahu nama resepsionis itu.

"Bisa kulihat name tag mu?" tanyanya balik.

"Baik."

Resepsionis itu melihat bolak balik antara wajah Dario dan name tag nya untuk memastikan. Setelah itu dia tersenyum ramah.

"Kau bisa pergi ke lantai 3. Keluar dari lift sebelah kiri, disitu departemen Marketing berada."

Dario menerima kembali name tag-nya.

"Boleh aku tahu nama mu? Mungkin kita nanti akan sering bertemu."

"Namaku Fiona," jawab resepsionis itu masih dengan senyum ramah.

"Terimakasih, nona Fiona."

Dario tersenyum hangat sebelum pergi, meninggalkan kesan yang berbeda pada Fiona.

"Departemen Marketing apa tidak bisa mencari orang yang lebih baik? Kenapa harus mengambil pemuda kutu buku seperti itu?"

Suara ketus terdengar dari samping Fiona. Temannya, Della, sesama resepsionis terdengar menggerutu. Fiona hanya tersenyum dan melanjutkan merapikan meja.

xxx

Dario keluar dari lift dan belok ke kiri sesuai kata Fiona. Ada sebuah ruangan dengan pintu kaca disana. Di dalamnya dia bisa melihat beberapa wanita dan pria sedang ngobrol di salah satu meja.

Dia langsung saja masuk ke dalam.

"Eh, maaf. Aku karyawan baru. Apakah ini Departemen Marketing?"

Semua langsung diam dan melihat bersamaan ke arah Dario yang baru datang.

"Yah betul. Apakah kau yang bernama Dario?"

Salah satu wanita dengan kuncir kuda dan kacamata kecil berbingkai gold maju menyapanya.

"Iya, namaku Dario. Aku bekerja mulai hari ini." jawabnya sambil tersenyum.

"Aku Stefanie. Asisten manajer disini. Ini rekan-rekan mu," kata Stefanie memperkenalkan yang lain. Mereka hanya mengangguk seadanya, tidak terlalu antusias melihat tampilan Dario.

Boa Groups perusahaan besar, standar mereka tinggi. Tentu saja yang bisa bekerja disini adalah mereka berpendidikan tinggi dan berpenampilan menarik. Melihat Dario dengan kacamata besarnya, tentu mereka tidak menunjukan minat sama sekali.

Dario balas mengangguk sambil tetap tersenyum. Dia tidak perduli dengan tatapan enggan mereka.

"Ayo, aku akan menunjukan meja mu."

Stefanie dan Dario pergi dengan tatapan tak perduli dengan yang lain. Luas tempat kerjanya 1,5x1,5 meter dengan sebuah meja dan kursi. Ada sebuah komputer di atasnya.

"Tak perlu memikirkan pandangan mereka," ucap Stefanie setelah mereka hanya berdua di meja Dario. "Bekerjalah dengan baik, nanti juga mereka akan menerimamu."

"Oh, aku tak memikirkannya sama sekali. Kau bisa tenang, nona Stefanie," ujar Dario. Stefanie hanya tersenyum.

"Karena kau asisten manajer, adakah tugas pertama untuk ku?" tanya Dario lagi.

"Manajer belum memberitahu ku. Kerjakan apa saja yang menurut mu bisa. Aku tinggal dulu."

"Baik. Terimakasih nona."

xxx

Satu hari berlalu dengan cepat. Tidak ada hal yang harus Dario lakukan. Yang lain sibuk dengan urusannya masing-masing. Begitu pula dengan Stefanie yang kadang keluar cukup lama dan baru balik menjelang selesai jam kantor.

Saat jam makan siang pun sama. Karena mejanya di pojokan, tidak ada yang meliriknya. Dia memakan bekal yang sengaja dia bawa dari rumah.

Bau masakan memenuhi ruangan. Beberapa nampak tertarik, tapi mereka masih ragu untuk mendekati Dario. Jadilah seharian dia hanya sendirian.

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 lewat. Yang lain sudah pulang. Hanya meja Stefanie yang lampunya masih menyala. Dario melihat wanita itu masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Eh, Nona Stefanie. Apakah kau perlu bantuan?" Dario menghampirinya. Sebenarnya dia sudah siap pulang juga, tapi berubah pikiran melihat Stefanie masih sibuk.

"Oh, Dario. Ku pikir kau sudah pulang," ujar wanita itu sedikit heran.

"Yah, aku tadinya ingin pulang. Tapi melihatmu masih sibuk, aku yang tak mengerjakan apa-apa seharian, jadi tidak enak hati."

"Hihihi, kau tak perlu begitu. Kita punya tugas masing-masing. Pulanglah, aku juga sebentar lagi selesai. Setelah itu aku juga akan pulang."

"Baiklah, aku duluan kalau begitu. Sampai jumpa besok."

"Iya."

Stefanie melihat Dario sampai pemuda itu menghilang di balik pintu. Dia sedikit mendesah. Proyek kali ini penting baginya. Makanya dia mencurahkan perhatian sepenuhnya.

Sayangnya banyak kendala yang harus dia hadapi. Terutama berhadapan dengan penduduk pribumi di sekitar proyek. Mereka kadang meminta jatah untuk setiap mobil proyek yang lewat.

Tentu saja jika hanya satu dua kali, mungkin tidak akan masalah. Tetapi kejadian tersebut terjadi hampir setiap hari, yang semakin membuat keuangan proyek membengkak.

Dario tentu tak bisa membantunya dalam hal ini, walaupun dia ingin. Stefanie sadar, pemuda itu masih baru dan belum mengerti apa-apa.

Waktu berganti dan jam dinding menunjukkan pukul 8 lewat 20. Pekerjaannya ternyata lebih lama dari yang diperkirakan. Padahal tiga jam yang lalu, dia bilang pada Dario akan segera selesai. Stefanie hanya bisa meringis.

Stefanie membereskan semua berkas yang berserakan di meja dan menaruh di laci. Setelah mengunci laci itu, dia lantas bergegas turun untuk pulang.

Saat baru berjalan beberapa meter, dia melihat sesosok pemuda yang baru dikenalnya hari ini.

"Dario, apa yang kau lakukan disini?"

xxx

Malam yang dingin tak menyurutkan para penghuni Roswell untuk tetap beraktivitas. Salah satu pusat kuliner yang berada di sepanjang jalan Alven malah tetap terlihat ramai.

Di salah satu kedai makanannya, Dario dan Stefanie duduk menghadapi dua mangkuk sup, sate, dan beberapa botol bir yang sudah habis setengah.

Keduanya tersenyum dan tertawa bersama.

Stefanie kini tahu orang baru di departemen Marketing ini ternyata orang yang menyenangkan. Tidak seperti penampilannya yang seperti kutu buku. Banyak cerita konyol dan menarik keluar dari mulutnya

"Dario, jujur saja aku takut kau membuntuti ku saat aku keluar dari kantor. Tapi siapa sangka, kau hanya khawatir pada ku. Aku jadi terharu. Sudah lama ada laki-laki yang perhatian padaku."

"Maafkan aku, nona Stefanie. Aku memang khawatir, apalagi kau tak keluar lebih dari 3 jam di dalam. Aku lihat banyak yang hal yang sedang kau pikirkan."

Stefanie diam. Pikirannya langsung mengingat proyek itu. Jujur saja, badannya tidak capek. Tetapi batin dan pikirannya yang kena.

"Kalau di luar, panggil saja aku Stefanie atau Stef agar lebih singkat," kata Stefanie setelah beberapa lama. "Aku memang ada masalah dengan proyek yang aku urus."

"Apakah aku boleh tahu apa masalahnya? Kalau itu rahasia, aku tidak akan memaksa."

"Hmm. Sebenarnya itu bukan rahasia. Tidak ada masalah dengan pembangunan proyeknya. Masalah justru datang dari penduduk sekitar.

Sebelum proyek berjalan, kami sudah sepakat tentang ada sebagian penduduk pribumi yang diikutkan bekerja. Tapi efektivitas kerja mereka sangat buruk dan mengganggu pekerja yang lain.

Kami terpaksa mengeluarkan mereka. Sayangnya setelah itu, mereka justru mengganggu kendaraan proyek dan meminta jatah untuk setiap yang lewat."

Raut wajah kesal terlihat jelas dari muka Stefanie yang sudah merah karena bir.

"Kapan kau akan meninjau proyek itu lagi?" tanya Dario.

"Kebetulan besok aku akan kesana lagi. Laporan yang aku kerjakan tadi adalah untuk itu."

"Bagaimana kalau begini. Aku mungkin tidak banyak membantu, tetapi bolehkah aku ikut dengan mu kesana?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bodyguard Gagah Dari Kampung   Chapter 67 : Hati Yang Terhubung

    Pria yang baru datang itu tidak memiliki badan sekekar para bajingan yang menggangu Stefanie. Sosoknya terlihat kurus dengan sebuah kacamata kotak yang terpasang di wajahnya. Namun meski begitu, tangan Jhon tidak bisa lepas dari genggaman pria itu bagaimanapun dia mencoba. Hanya tatapan dingin dari pria itu yang membuatnya merasa merinding. "Dario," Stefanie membisikan sebuah nama. "Apakah kalian tidak mengerti bahasa manusia? Pelayan ini hanya ingin kalian tidak membuat keributan." Dengan sekali hentakan, Jhon terhuyung mundur yang langsung ditahan oleh Tomi. Bajingan itu merasa malu ketika tidak bisa lepas dari genggaman lawannya dihadapan banyak orang. "Siapa kau bajingan? Berani menggangu kesenangan kami geng Red Bull!" Orang-orang di restoran yang sedang menonton menunjukkan wajah ngeri begitu Jhon menyebutkan nama geng tempat dia bernaung. Geng Jhon adalah salah satu yang terkuat di kota ini. Bisnis mereka juga lumayan banyak. Baik yang Legal maupun yang ilegal M

  • Bodyguard Gagah Dari Kampung   Chapter 66 : Seorang Gadis Dan Seorang Wanita

    Fabian hanya bisa mengulum senyum melihat bosnya makan dengan lahap. Dia masih berdiri dengan tenang di samping Lili. Meskipun terlihat sederhana, masakan yang dibawa Fabian terasa berbeda. Tadinya sang bos muda terlihat ragu begitu tudung saji dibuka. Baginya yang sudah pernah berkeliling dunia, semua makanan sudah pernah dicoba. Dia pun agak skeptis dengan apa yang diucapkan Fabian. Namun saat suapan pertama memasuki mulutnya, gadis itu tanpa sadar segera menghabiskan makanan yang di meja. Nafsu makannya yang sudah hilang beberapa Minggu ini, langsung bangkit begitu saja. "Dimana kau menemukan koki ini, Fabian? Apa kau tidak memesan makanan ini dari restoran terkenal?" Ada nada penasaran yang keluar dari pertanyaan yang Lili ucapkan. "Bukannya sudah saya bilang tadi nona, anda malah bertemu koki ini terlebih dahulu daripada saya." Lili tentu saja berpikir siapa saja orang yang dia kenal. Belakangan ini kecuali Dario, yang lain sudah dia kenal sejak lama. Dia hanya b

  • Bodyguard Gagah Dari Kampung   Chapter 65 : Perubahan

    Perubahan tampaknya jelas sedang terjadi di Boa Groups. Baik di kantor pusat atau kantor cabang, beberapa orang yang dicurigai telah ditangkap atas tuduhan penggelapan dana dan menerima suap.Mereka-mereka yang ditangkap tidak hanya dari pihak eksekutif dan manajerial, beberapa di antaranya malah hanya karyawan biasa tapi bisa membeli barang-barang yang kelihatannya cukup mahal.Hal ini tentu membuat kaget para kolega yang bekerja dengan benar untuk perusahaan. Efeknya timbul rasa saling curiga antar karyawan.Efek lainnya membuat kepercayaan publik jatuh sehingga membuat saham perusahaan menurun. Beberapa perusahaan lain yang bekerja sama dengan Boa Groups juga meninjau kembali kerjasama mereka.Sebagai orang yang sudah berkutat dengan bisnis selama puluhan tahun, Edinson sudah meramal hal itu akan terjadi.Saat ini dia tak perduli dengan saham perusahaannya yang turun dan lusinan telepon dari para pemegang saham menanyakan komitmennya.Edinson hanya ingin menyelamatkan sesuatu yang d

  • Bodyguard Gagah Dari Kampung   Chapter 64 : Masa Lalu

    Sore menjelang malam, saat sang surya berada di ujung ufuk sebelah barat, sebuah kereta berhenti di stasiun kecil yang sepi. Hanya ada satu atau dua petugas yang terlihat di stasiun itu.Sepasang pria dan wanita turun dari gerbong belakang kereta. Tak lama kemudian, kereta itu berjalan kembali meneruskan perjalanannya. Deru suaranya kemudian hilang setelah kereta menjauh.Sang pria menuntun sang wanita dengan hati-hati. Perut sang wanita yang membuncit, menandakan ada satu kehidupan yang akan menyongsong dunia sebentar lagi."Hei Revano, kau akhirnya pulang juga!" sapa salah satu petugas yang berdiri di dekat pintu keluar masuk stasiun. " Apakah dia istrimu?""Ah, tuan Galileo, lama tak jumpa," balas pria bernama Revano itu sambil tersenyum. Dia memandang lembut ke arah sang wanita." Ya, dia istriku, Jovanka. Kami akan disini sampai anak kami lahir.""Salam, tuan Galileo." Kini giliran Jovanka yang menyapa pria paruh baya yang berusia akhir 30an."Ah, senangnya. Kau pergi begitu lama

  • Bodyguard Gagah Dari Kampung   Chapter 63 (Bab 1 End) : Edinson Wallace Bertindak

    Sosok cantik dengan penampilannya yang elegan masuk tanpa permisi. Kehadiran sosok itu membuat Raven dan Dario berhenti tertawa. "Selamat datang, Nona." Ucap ketiga orang di ruangan serentak. Lili masuk diiringi Fabian dibelakangnya. "Apa kalian sedang menertawakan Rhino?" Lili kembali bertanya. Raven hanya tersenyum simpul. Rhino terlihat suram, sedangkan Dario hanya bisa nyengir saja. "Rhino kalah cepat dalam memburu tersangka yang meracuni saya, nona Lili. Ada yang berhasil menangkapnya sebelum dia. Makanya lihatlah wajahnya bagai rebusan ubi sekarang." "Sial kau, Raven. Semoga kakimu membusuk dan kau hanya bisa diam di ranjang selamanya." "Hei... Hei... Bukannya itu terlalu kejam?" Fabian yang sedari tadi diam ikut bicara. "Biarkan saja, Fabian. Orang tua itu kalau stress memang seperti itu." Raven kembali terkekeh. "Huh, aku jadi kangen dengan Raven kecil yang tidak banyak omong." Rhino hanya mendengus kesal. Lili hanya bisa tersenyum melihat interaksi dua sahabat itu. Da

  • Bodyguard Gagah Dari Kampung   Chapter 62 : Kenyataan Yang Sebenarnya.

    Mobil Ferrari yang dikendarai oleh Connor perlahan memasuki gerbang rumah utama keluarga Wallace. Saat itu jam makan malam, lampu-lampu cantik sudah menyala, berderet memenuhi taman yang berada di sebelah parkiran. Sebuah mobil VW hitam sudah terparkir tak jauh dari Connor menghentikan mobilnya. Beberapa penjaga yang berjaga menyapanya dengan hormat. Setelah di parkir, Gerald sudah menunggunya di depan pintu masuk. Wajah Connor tidak terlihat baik-baik saja. Dia bisa menebak kenapa dia dipanggil kesini. "Selamat datang, tuan muda. Tuan Besar sudah menunggu di meja makan." Ucap Gerald sopan. Dia membukakan pintu dan membiarkan cucu tertua majikannya untuk masuk. "Apakah tuan besar sendirian?" tanya Connor yang berjalan di depan. "Tidak, tuan. Ada tuan Gustav yang menemani tuan besar." Desahan pelan keluar dari mulut Connor. Malam ini bisa jadi malam yang berat untuknya. Gustav seingatnya adalah teman dekat kakeknya. Saat Perusahaan Penjaga Boa didirikan, Gustav menjadi instruktur

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status