Share

Chapter 3 : Tugas Khusus

Pagi-pagi sekali Dario sudah berada di halaman mess untuk berolahraga. Dia sudah memakai baju training pemberian Fabian.

Dia sudah tahu sebagian besar tata letak ruangan di tempat ini dan berkenalan dengan beberapa orang seperti penjaga kantin.

"Hei, anak baru. Apa kau mau bertanding?"

Sebuah suara menghentikan stretching yang sedang dilakukannya.

Seorang pria berambut cepak dengan baju training yang sama seperti Dario berdiri tidak jauh darinya. Dari name tag-nya, pria itu bernama Bruno.

"Aku hanya junior baru disini. Belum bisa melawan senior Bruno," jawab Dario.

"Kau cukup menarik. Aku biasanya orang yang bangun paling pagi. Hari ini aku kalah denganmu. Jadi aku penasaran. Kita bermain game ringan saja bagaimana?"

"Game bagaimana yang Senior maksudkan?"

"Kita adu cepat di lapangan sebelah. Jujur saja aku kuat di kecepatan. Aku ingin mengujinya dengan mu."

"Well, kalau begitu aku terima tantanganmu, senior. Aku juga punya keunggulan di kecepatan."

"Bagus kalau begitu. Ayo kita pergi."

Keduanya lalu pergi ke lapangan sepak bola dengan lintasan atletik yang ada di sebelah bangunan mess. Beberapa orang penjaga lainnya kemudian muncul menyapa mereka berdua.

Saat Dario dan Bruno bersiap, yang lain penasaran ingin menonton. Salah satunya bahkan menjadi wasit untuk perlombaan ini.

"Bruno, jangan sampai kalah. Aku bertaruh padamu." teriak salah satu penonton.

"Sialan, apa otak kalian hanya judi saja?" balas Bruno setengah marah setengah meledek.

Penonton pun tertawa.

"Junior Dario, kalahkan si Black Panther itu. Biar dia tidak bisa sombong lagi di depan kami."

Yang lain kembali tertawa. Dario hanya tersenyum melihat keriuhan pagi ini.

Lomba akan di adakan 3 kali. Lari jarak 100 meter, 200 meter dan 400 meter. Dario dan Bruno sudah bersiap di garis start.

Yang pertama adalah lomba 100 meter. Wasit memberikan aba-aba dan mulai. Keduanya segera meluncur seperti panah keluar dari busur.

Setengah jarak pertama, Bruno masih unggul tipis. Tapi setengah berikutnya, Bruno hanya bisa melihat punggung Dario. Yang terakhir finish beberapa detik lebih cepat.

Sorakan keras terdengar dari arah penonton. Bruno memang jago dalam kecepatan. Dia unggul dari sebagian besar penjaga. Makanya dia di juluki Black Panther. Tapi dihadapan junior baru, dia kalah.

Bruno tidak menunjukan raut wajah kesal. Justru dia senyum sumringah ada yang bisa mengalahkannya.

"Kau cukup cepat juga, Dario. Aku mengaku kalah kali ini. Tapi masih ada dua lomba lagi. Apa kau masih bisa?"

"Tentu saja, Senior."

Keduanya kembali ke garis start dan berlomba dua kali lagi. Seperti yang pertama, Bruno berakhir dengan melihat punggung Dario saat mencapai garis finish.

Kali ini raut kesal terlihat jelas. Apalagi di tambah ledekan dari para penonton, membuat wajahnya memerah.

"Diamlah kalian, sialan!" teriak Bruno. "Kalian tidak lebih baik dariku, dasar pecundang sialan yang tahu cuman judi."

Tawa dan sorakan makin riuh terdengar dari arah penonton. Mereka makin keras meledek Bruno.

"Biasakan dirimu dengan sikap mereka, Dario. Mereka semua pecundang tak tahu diri." Maki Bruno sambil tersenyum.

Dario hanya ikut tersenyum.

xxx

Dario sudah berganti pakaian kemeja putih, celana hitam dan sepatu pantofel. Tubuh gagahnya terlihat menonjol dengan pakaian itu.

Di depannya Fabian berjalan dengan langkah tegap. Lili sudah menunggu di rumah belakang. Keduanya sedang berjalan kesana.

Yang dimaksud rumah belakang adalah rumah kayu berlantai dua terpisah dari rumah utama. Rumah ini menghadap ke danau buatan dan adalah kediaman pribadi Lili.

Fabian langsung masuk ke dalam begitu mereka sampai. Di ruang tengah, Lili sudah menunggu. Dia duduk dengan anggun di salah satu sofa. Beberapa berkas tergeletak di atas meja.

"Duduklah , Dario."

"Baik, Nona."

Mereka duduk berhadapan. Sementara Fabian berbalik pergi.

"Seperti janjiku kemarin, aku sudah membuat kontrak untuk kau tanda tangani. Gaji dan semuanya sudah tertulis di map itu. Bacalah dulu."

Dario mengambil map yang ditunjuk Lili. Di dalamnya memang ada perjanjian kerja sebagai bodyguard. Gajinya 5000 dollar per bulan. Mendapatkan fasilitas seperti pakaian, handphone dan lainnya.

Tentu saja dia cukup puas dengan isi surat kerja itu. Tapi dia tidak menunjukannya. Dario malah menatap gadis cantik di hadapannya.

"Tawaran ini sepertinya tidak murah."

"Kau benar," jawab Lili tersenyum penuh arti. "Aku punya banyak musuh. Geng Scorpio yang ingin menangkap ku kemarin hanya ikan teri. Lihatlah berkas ini."

Lili memberikan map lain kepada Dario. Isinya ternyata berbagai foto mayat yang terbunuh secara sadis. Salah satu mayat itu memiliki tato di lehernya. Itu jelas Chad, bos geng Scorpio.

"Apa kau yang melakukan ini?" tanya Dario datar.

"Tidak. Anak buah ku datang ke tempatnya untuk mencari dalang sebenarnya. Sayangnya kami terlambat. Chad dan anak buahnya sudah di bantai seperti itu. Orang yang menyuruh mereka menghilang."

Kembali Dario melihat deretan foto-foto itu. Meski terkesan brutal, pembantaian ini dilakukan oleh seorang profesional.

"Jadi apa yang kau minta dariku?" tanya Dario sambil menaruh berkas foto itu ke atas meja.

"Lihat berkas yang warna merah," kata Lili sambil bersandar di bantalan Sofa.

Isinya adalah surat kerja yang lain. Gaji dan perlengkapan semuanya sama dengan kontrak pertama. Tapi ada tambahan bahwa Dario akan bertugas menyusup ke perusahaan Kakek Lili.

"Aku tidak kekurangan penjaga disekitar ku," kata Lili datar. "Aku hanya ingin kau menyusup ke perusahaan Kakek ku sebagai salah satu karyawan. Jadilah mataku, laporkan semua hal yang mencurigakan disana."

"Bagaimana kau yakin aku bisa melakukan tugas ini? Kita baru pertama bertemu, tapi kau sudah yakin mengatakan semuanya pada ku?"

"Katakan lah aku sedang bertaruh. Menang atau kalah, pada akhirnya itu semua tergantung padamu."

"Bagaimana dengan pengaturannya?"

"Aku akan mengatur orang agar kau bisa masuk sebagai karyawan biasa. Kau akan punya rumah dan fasilitas sendiri. Untuk laporan, kau harus mengabari ku seminggu sekali setiap Minggu malam."

"Baik, aku terima tugas ini," jawab Dario kemudian.

"Tapi ingat, kau tidak ada hubungan sama sekali dengan ku. Fabian akan mengatur seorang penghubung untukmu."

"Aku mengerti."

"Tanda tangani dua berkas itu. Mulai hari ini, kita resmi bekerja sama."

Lili berdiri setelah melihat Dario menandatangani kontrak kerja. Dia mengajak Dario bersalaman. Gadis itu merasakan genggaman erat dari tangan pemuda dihadapannya.

"Temui Fabian. Bilang semua sudah beres. Dia akan mengerti."

Dario pun pergi sesuai arahan Lili. Tak lama,dari ruang sebelah, masuklah Gerald, kepala pelayan Rumah Utama.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Lili tanpa menoleh.

"Kau melakukan taruhan besar kali ini."

"Aku sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kebetulan dia orang yang tepat. Dia pemuda yang datang dari kampung yang jauh. Belum banyak orang yang mengenalnya."

"Kau harap kau menang lagi kali ini," ucap Gerald.

"Yah, aku juga berharap seperti itu."

"Lalu apa kau tahu siapa yang ingin menangkap mu semalam?" tanya Gerald mengalihkan pembicaraan.

"Semua bukti hilang. Geng teri itu sudah dibantai," kata Lili mendesah pelan.

"Nampaknya lawan kali ini lebih hebat dari sebelumnya."

"Yah, mereka lebih cepat mengantisipasi kegagalan. Aku harus lebih berhati-hati."

"Baiklah, aku sudah memasakan makanan kesukaan mu. Apa kau mau makan sekarang?" tawar Gerald.

"Tentu saja. Semua masalah ini membuatku lapar."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status