"Orang-orang ku terluka karena kalian. Bagaimana kalian mau bertanggungjawab?"
Pria dengan anting di telinga kirinya berkata sambil bertolak pinggang. Tiga orang anak buahnya maju berdiri disampingnya dengan perban asal yang membungkus kepala dan badan mereka."Kalian yang mulai, kenapa kami yang harus tanggung jawab?""Iya,, iya benar!"Para pekerja pembuat jalan protes. Jelas-jelas mereka yang memprovokasi, kenapa mereka malah yang minta tanggungjawab?Lagi pula, puluhan teman mereka terluka. Sangat jauh dibandingkan 3 orang badut yang dibungkus ala mumi itu.Pria beranting itu hanya menyeringai."Diam!" teriaknya. "Kalian bekerja di tanah kami. Tentu saja kami juga ingin ikut membantu. Tapi kalian malah menyerang saudara-saudara kami. Ternyata orang-orang kota lebih berbahaya dari kami orang kampung."Teriakan protes kembali terdengar dari pihak para pekerja. Jelas alasan pria beranting itu hanya dibuat-buat. Membantu apanya? Mereka justru mengganggu para pekerja."Tenang semuanya!" Stefanie membuat para pekerja diam. "Aku Stefanie, yang bertanggungjawab atas proyek ini. Apa mau anda?""Oh, ternyata ada bidadari di antara para pekerja busuk ini ternyata. Ini adalah hari baikku. Hahaha"Pria itu tertawa diikuti oleh kawanannya."Nona Stefanie, perkenalkan nama ku Dalbert. Tadinya aku ingin meminta ganti rugi karena anak buah ku terluka. Tapi melihat dirimu yang cantik, aku berubah pikiran."Tatapan mesum terlihat jelas di mata Dalbert dan anak buahnya. Para pekerja ingin protes lagi tapi segera dihentikan Stefanie."Bagaimana kalau kau menemaniku selama satu malam. Semua yang terjadi nanti aku anggap impas," ucap Dalbert lagi kemudian."Baik, aku terima tawaran mu tapi dengan satu syarat."Para pekerja menatap Stefanie dengan pandangan bingung. Mereka adalah pekerja kelas bawah, sedangkan Stefanie adalah pekerja elit. Bagaimana dia bersedia berkorban demi mereka?"Katakan apa syaratnya?" Dalbert terkesan tidak sabar. Mungkin dia sudah membayangkan kepala Stefanie berada diantara ke dua kakinya."Aku suka pria yang bersih dan wangi.""Tak masalah. Itu syarat yang mudah nona cantik ""Sayangnya kalian busuk semua."Perkataan terakhir Stefanie langsung membuat Dalbert dan anak buahnya marah, sedangkan para pekerja tersenyum sumringah."Aku akan melaporkan kalian ke Polisi. Lihat bagaimana nanti kalian akan bisa tetap sombong!"ucap Stefanie lagi.Dalbert mencegah anak buahnya untuk maju menyerang. Mereka marah karena dibilang busuk dan diancam oleh seorang wanita."Kau melewatkan kesempatan untuk jadi wanitaku, nona Stefanie," ucap Dalbert dingin. "Kau bahkan mengancam kami. Tidak ada kompensasi. Hajar mereka semua! Sisakan wanita jalang ini untukku."Puluhan orang langsung maju dengan membawa berbagai senjata. Para pekerja tidak tinggal diam. Mereka mengambil benda apapun untuk dijadikan senjata.Stefanie terkejut dengan aksi gila Dalbert. Pikirnya, mereka akan mundur jika sudah menyangkut Polisi. Tetapi mereka malah menyerang.Keterkejutannya bertambah ketika salah seorang anak buah Dalbert yang berada paling depan, tiba-tiba terbang melayang kebelakang.Semua terdiam. Gerakan mereka semua terhenti. Mereka memandang sosok pemuda berkacamata besar yang berdiri dengan satu kaki. Satu kaki lagi masih menggantung di udara."Apakah kalian semua tidak hadir saat Tuhan membagikan otak?" kata Dario santai sambil menurunkan kakinya.Anak buah Dalbert melihat kebelakang. Teman mereka yang melayang tadi sudah diam tak bergerak."Sialan kau! Kau apakan teman kami?"Salah seorang langsung berteriak marah."Aku anak buah nona ini. Kalian sudah menyinggungnya, bahkan berniat tidak baik. Bagaimana aku bisa diam saja?""Banyak omong!"Dengan pipa besi di tangannya, pria itu maju kearah Dario. Stefanie berteriak ngeri. Tapi yang terjadi selanjutnya, pria itu sama dikirim terbang seperti kawannya.Yang lain melongo. Bagaimana bisa pria kurus dengan kacamata besar itu membuat dua orang berbadan besar terbang?"Jangan melongo. Cepat hajar dia!"Suara Dalbert membuat semuanya kembali tersadar. Tatapan anak buahnya berubah beringas. Sasaran utama adalah Dario yang sudah mengalahkan dua rekannya.Kali ini para pekerja tak tinggal diam. Melihat ada pemuda hebat di pihak mereka, semua langsung bersemangat.Bentrok pun tak bisa dihindari. Para pekerja kalah jumlah dan pengalaman dalam bertarung. Untungnya Dario bisa mengimbangi. Sebagian besar kawanan dikalahkan olehnya sampai hanya tersisa Dalbert."Bagus anak muda. Kau hebat juga. Tapi belum ada yang bisa mengalahkan Dalbert di daerah ini dalam bertarung."Pria itu kemudian melepaskan bajunya. Tubuh atasnya yang terbuka menunjukkan otot-ototnya yang menonjol karena dilatih dengan baik.Dari balik saku celananya, dia mengeluarkan sepasang pisau kecil. Dalbert menyeringai puas. Banyak lawannya mati karena dia pisau ini."Majulah, bocah!"Dalbert melakukan kombinasi serangan tusukan dan tebasan. Dia cukup ahli dengan kedua pisau-nya. Bilahnya ternyata sangat tajam.Dario terus menghindar, menunggu celah untuk menyerang balik. Gerakan lawannya cukup cepat. Kemeja dan celananya ada yang sobek dibeberapa bagian."Dario, hati-hati!" Stefanie kembali berteriak ngeri.Duel itu masih berlangsung sengit. Dalam suatu kesempatan, Dario memukul pergelangan tangan kanan lawannya sehingga pisaunya terjatuh.Dalbert kembali menyerang dengan pisau lain di tangan kiri, tapi tangannya malah berhasil di tangkap. Dia merasakan tangannya dipelintir, lalu sebuah tendangan tepat bersarang di perutnya.Dalbert jatuh berlutut dengan tangan kiri masih dipegang Dario. Dengan sekali hentak, pergelangan tangan itu langsung patah.Krakk!!"Ini untuk nona Stefanie!" ujar Dario dingin.Krakk!!Dario mengambil tangan kanan Dalbert dan mematahkannya juga."Ini untuk para pekerja yang sudah kau hajar!"Dalbert terbaring lemah. Dia menahan sakit sampai ingin menangis."Ampun,,, Ampun,,, Aku menyerah!" ratapnya terdengar miris. Sepasang mata Dario nampak seperti sepasang mata Iblis yang begitu dingin dan bisa menelan siapa saja."Dario, sudah cukup."Suara lembut Stefanie terdengar seperti seember air es yang disiramkan ke tubuh Dario. Sudah agak lama dia bertarung dengan intens. Kali ini dia sedikit lepas kendali."Baik, nona Stefanie," jawab Dario sambil tersenyum ke arah bosnya di kantor itu.Jika tidak melihat sendiri, mungkin Stefanie tidak akan percaya kalau Dario punya sisi menyeramkan. Wajah pemuda itu terlihat dingin saat bertarung."Apa yang akan kita lakukan dengan mereka, nona?" tanya Dario kemudian."Aku akan menelpon temanku di kepolisian. Dia akan mengurus mereka semua."" Baik."xxxSetelah menyelesaikan urusan dengan gerombolan Dalbert, Mobil Stefanie berbalik ke arah Roswell tetap dengan Dario duduk di samping."Nona Stefanie, apakah aku membuatmu takut?""Eh, takut? Takut kenapa?" tanya Stefanie balik dengan suara sedikit bergetar."Pertama, kau banyak diam. Kedua, kau lupa membuka jendela mobil seperti kesukaan mu. Ketiga, kau sedikit menjaga jarak setelah kejadian aku mengalahkan gerombolan tadi."Stefanie tak langsung menjawab. Matanya fokus ke depan, seperti ada yang dipikirkan."Yah, jujur aku memang takut," ucap Stefanie setelah beberapa lama. "Kesan kutu buku benar-benar menghilang saat kau bertarung. Aku sampai merinding melihat wajahmu yang dingin.""Haruskah aku pergi agar kau tidak takut lagi?""Tidak! Jangan!" sergah Stefanie cepat. Hatinya sudah tergerak oleh Dario, bagaimana bisa dia membiarkannya pergi."Darimana kau belajar bertarung?" tanya Stefanie memecah keheningan."Aku besar di gunung. Fisik ku dilatih dengan naik turun gunung dan bukit. Untuk bertarung, Pamanku yang melatih beladiri."Stefanie hanya mengangguk. Dia kembali fokus menyetir. Rasa takut itu sudah menghilang."Dario, jika aku pergi ke proyek lagi, maukah kau ikut?""Tentu saja. Kenapa tidak?" jawab Dario tegas."Bagus. Jaga aku kalau begitu. Kau adalah penjagaku mulai sekarang. Jadilah Bodyguardku!"Pria yang baru datang itu tidak memiliki badan sekekar para bajingan yang menggangu Stefanie. Sosoknya terlihat kurus dengan sebuah kacamata kotak yang terpasang di wajahnya. Namun meski begitu, tangan Jhon tidak bisa lepas dari genggaman pria itu bagaimanapun dia mencoba. Hanya tatapan dingin dari pria itu yang membuatnya merasa merinding. "Dario," Stefanie membisikan sebuah nama. "Apakah kalian tidak mengerti bahasa manusia? Pelayan ini hanya ingin kalian tidak membuat keributan." Dengan sekali hentakan, Jhon terhuyung mundur yang langsung ditahan oleh Tomi. Bajingan itu merasa malu ketika tidak bisa lepas dari genggaman lawannya dihadapan banyak orang. "Siapa kau bajingan? Berani menggangu kesenangan kami geng Red Bull!" Orang-orang di restoran yang sedang menonton menunjukkan wajah ngeri begitu Jhon menyebutkan nama geng tempat dia bernaung. Geng Jhon adalah salah satu yang terkuat di kota ini. Bisnis mereka juga lumayan banyak. Baik yang Legal maupun yang ilegal M
Fabian hanya bisa mengulum senyum melihat bosnya makan dengan lahap. Dia masih berdiri dengan tenang di samping Lili. Meskipun terlihat sederhana, masakan yang dibawa Fabian terasa berbeda. Tadinya sang bos muda terlihat ragu begitu tudung saji dibuka. Baginya yang sudah pernah berkeliling dunia, semua makanan sudah pernah dicoba. Dia pun agak skeptis dengan apa yang diucapkan Fabian. Namun saat suapan pertama memasuki mulutnya, gadis itu tanpa sadar segera menghabiskan makanan yang di meja. Nafsu makannya yang sudah hilang beberapa Minggu ini, langsung bangkit begitu saja. "Dimana kau menemukan koki ini, Fabian? Apa kau tidak memesan makanan ini dari restoran terkenal?" Ada nada penasaran yang keluar dari pertanyaan yang Lili ucapkan. "Bukannya sudah saya bilang tadi nona, anda malah bertemu koki ini terlebih dahulu daripada saya." Lili tentu saja berpikir siapa saja orang yang dia kenal. Belakangan ini kecuali Dario, yang lain sudah dia kenal sejak lama. Dia hanya b
Perubahan tampaknya jelas sedang terjadi di Boa Groups. Baik di kantor pusat atau kantor cabang, beberapa orang yang dicurigai telah ditangkap atas tuduhan penggelapan dana dan menerima suap.Mereka-mereka yang ditangkap tidak hanya dari pihak eksekutif dan manajerial, beberapa di antaranya malah hanya karyawan biasa tapi bisa membeli barang-barang yang kelihatannya cukup mahal.Hal ini tentu membuat kaget para kolega yang bekerja dengan benar untuk perusahaan. Efeknya timbul rasa saling curiga antar karyawan.Efek lainnya membuat kepercayaan publik jatuh sehingga membuat saham perusahaan menurun. Beberapa perusahaan lain yang bekerja sama dengan Boa Groups juga meninjau kembali kerjasama mereka.Sebagai orang yang sudah berkutat dengan bisnis selama puluhan tahun, Edinson sudah meramal hal itu akan terjadi.Saat ini dia tak perduli dengan saham perusahaannya yang turun dan lusinan telepon dari para pemegang saham menanyakan komitmennya.Edinson hanya ingin menyelamatkan sesuatu yang d
Sore menjelang malam, saat sang surya berada di ujung ufuk sebelah barat, sebuah kereta berhenti di stasiun kecil yang sepi. Hanya ada satu atau dua petugas yang terlihat di stasiun itu.Sepasang pria dan wanita turun dari gerbong belakang kereta. Tak lama kemudian, kereta itu berjalan kembali meneruskan perjalanannya. Deru suaranya kemudian hilang setelah kereta menjauh.Sang pria menuntun sang wanita dengan hati-hati. Perut sang wanita yang membuncit, menandakan ada satu kehidupan yang akan menyongsong dunia sebentar lagi."Hei Revano, kau akhirnya pulang juga!" sapa salah satu petugas yang berdiri di dekat pintu keluar masuk stasiun. " Apakah dia istrimu?""Ah, tuan Galileo, lama tak jumpa," balas pria bernama Revano itu sambil tersenyum. Dia memandang lembut ke arah sang wanita." Ya, dia istriku, Jovanka. Kami akan disini sampai anak kami lahir.""Salam, tuan Galileo." Kini giliran Jovanka yang menyapa pria paruh baya yang berusia akhir 30an."Ah, senangnya. Kau pergi begitu lama
Sosok cantik dengan penampilannya yang elegan masuk tanpa permisi. Kehadiran sosok itu membuat Raven dan Dario berhenti tertawa. "Selamat datang, Nona." Ucap ketiga orang di ruangan serentak. Lili masuk diiringi Fabian dibelakangnya. "Apa kalian sedang menertawakan Rhino?" Lili kembali bertanya. Raven hanya tersenyum simpul. Rhino terlihat suram, sedangkan Dario hanya bisa nyengir saja. "Rhino kalah cepat dalam memburu tersangka yang meracuni saya, nona Lili. Ada yang berhasil menangkapnya sebelum dia. Makanya lihatlah wajahnya bagai rebusan ubi sekarang." "Sial kau, Raven. Semoga kakimu membusuk dan kau hanya bisa diam di ranjang selamanya." "Hei... Hei... Bukannya itu terlalu kejam?" Fabian yang sedari tadi diam ikut bicara. "Biarkan saja, Fabian. Orang tua itu kalau stress memang seperti itu." Raven kembali terkekeh. "Huh, aku jadi kangen dengan Raven kecil yang tidak banyak omong." Rhino hanya mendengus kesal. Lili hanya bisa tersenyum melihat interaksi dua sahabat itu. Da
Mobil Ferrari yang dikendarai oleh Connor perlahan memasuki gerbang rumah utama keluarga Wallace. Saat itu jam makan malam, lampu-lampu cantik sudah menyala, berderet memenuhi taman yang berada di sebelah parkiran. Sebuah mobil VW hitam sudah terparkir tak jauh dari Connor menghentikan mobilnya. Beberapa penjaga yang berjaga menyapanya dengan hormat. Setelah di parkir, Gerald sudah menunggunya di depan pintu masuk. Wajah Connor tidak terlihat baik-baik saja. Dia bisa menebak kenapa dia dipanggil kesini. "Selamat datang, tuan muda. Tuan Besar sudah menunggu di meja makan." Ucap Gerald sopan. Dia membukakan pintu dan membiarkan cucu tertua majikannya untuk masuk. "Apakah tuan besar sendirian?" tanya Connor yang berjalan di depan. "Tidak, tuan. Ada tuan Gustav yang menemani tuan besar." Desahan pelan keluar dari mulut Connor. Malam ini bisa jadi malam yang berat untuknya. Gustav seingatnya adalah teman dekat kakeknya. Saat Perusahaan Penjaga Boa didirikan, Gustav menjadi instruktur