Share

Bos Aroganku Ternyata Suami Dadakanku
Bos Aroganku Ternyata Suami Dadakanku
Author: Nur Khasanah

Dipaksa Minum

Brakk!

Suara gebrakan meja itu membuat Leona berjengit saking kagetnya usai memberikan sebuah tespek yang menunjukkan dua garis merah pada sang suami.

"Apa kau sudah gila?" tanya Nathan. Pria tampan yang baru Leona nikahi tepat sebulan yang lalu karena terpaksa harus menuruti keinginan almarhum Diana - ibu kandung Nathan yang menderita sakit parah selama setahun terakhir.

Beliau menuliskan surat wasiat kepada putra semata wayangnya bahwa Nathan harus menikahi Leona, karyawannya sendiri yang sudah bekerja selama hampir lima tahun di perusahaan Diana Beauty. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kosmetik dengan menciptakan serangkaian produk kecantikan bagi kaum hawa.

Menurutnya, hanya Leona yang bisa mendampingi Nathan karena sifatnya yang galak dan grasa grusu.

Si cantik Leona langsung mendongak menatap manik mata milik sang suami sekaligus merupakan bosnya sendiri di kantor.

"Jadi kau tidak mau menerima anak ini?" Seru Leona sambil memegangi perutnya yang masih rata.

Sementara yang diajak bicara hanya terdiam tak menanggapi. Nathan benar-benar tak percaya istrinya bisa sampai hamil. Padahal dia hanya ....

Arghh!

Rutuk pria itu frustrasi. Dia lalu melepas jas navy yang sudah dikenakan dan melemparnya secara asal di atas kasur. Nathan bahkan sudah menggunakan pelindung tetapi kenapa bisa sampai hamil?

Nathan menghela napas panjang dan membuangnya kasar. Masih dalam keadaan marah, pria itu mencoba mendekati Leona yang kini sudah menangis sesenggukan di lantai.

"Kalau bukan karena ibu Diana yang meminta agar kita menikah, aku juga tidak sudi bersanding dengan pria sepertimu di dunia ini, mas. Hiks hiks!"

Nathan melototkan mata. 'Bisa-bisanya dia sempat mengingat-ingat momen pernikahannya dalam situasi seperti ini.' Gumamnya dalam hati.

"Kau pikir hanya kau saja yang menyesal, huh!"

Emosi Leona kembali dibuat memuncak usai mendengar kalimat tersebut dari mulut Nathan. Wanita itu menyeka air matanya dan menatap tajam iris mata milik Nathan.

"Sekarang aku tanya sama kamu. Siapa yang memaksamu meminta melakukan hubungan malam itu, mas?" ujar Leona dengan nada penuh penekanan di setiap kalimatnya. Seketika membuat ingatan Nathan kembali pada momen gila malam itu.

***

"Tuang lagi!" Titah Nathan pada karyawan cantik yang mengenakan dress selutut berwarna merah marun, duduk tepat di samping Nathan dan salah seorang klien.

Mendapat perintah dari sang bos, karyawan yang tak lain adalah Leona itu langsung mengangguk. Diambilnya sebotol anggur merah di hadapannya lalu mulai menuangkan secara perlahan ke dalam gelas Nathan.

"Stop!" Sela Nathan cepat. Pria itu membenarkan posisi duduknya dengan mendekatkan wajah pada Leona, dan itu refleks membuat wanita di hadapannya menjauh.

"Bapak mau apa?"

"Siapa yang menyuruhmu menuangkan minuman itu di gelas saya, hem?"

"Bapak," jawab Leona dengan polos.

Nathan langsung mendecih sembari memutar jengah kedua bola matanya. "Dasar bodoh."

Mata bulat Leona langsung membulat. "Bukannya tadi bapak yang menyuruh saya menuangkan minuman ini ke gelas bapak?" Serunya dengan nada nyolot.

"Apa kau tidak bisa bicara pelan-pelan?" ujar Nathan dengan nada setengah berbisik. Membuat mulut Leona seketika bungkam.

"Maaf, pak." Pasrahnya kemudian.

"Tuang minuman itu ke gelasmu sekarang!" Titah Nathan.

"Apa?" Mata bulat Leona kembali membulat saking kagetnya. Setelahnya menggeleng cepat tanda dia menolak perintah tersebut.

"Kau ya?"

"Saya enggak biasa minum, pak? Bapak tau itu 'kan?"

"Kau pikir saya peduli?" Mata Nathan memicing tak suka. "Demi kelancaran bisnis Diana Beauty. Kau harus minum malam ini sebagai penghormatan kepada klien kita," jelasnya kemudian.

"Ini gila!" Seru Leona hingga refleks berdiri dari tempat duduk dan membuat beberapa pasang mata langsung memfokuskan perhatian ke arah mereka.

"Duduk! Lihat kau jadi bahan tontonan." Nathan langsung menarik lengan wanita itu dan menyuruhnya duduk kembali.

"Tapi saya enggak mau minum, pak."

"Harus mau."

"Enggak." Tegas Leona.

"Minum sekarang atau kupotong gajimu bulan ini," ancam pria itu.

'Ya Tuhan, dosa apa aku di masa lalu sampai harus memiliki suami biadab macam Nathan, astaga!' Batin Leona sembari menepuk jidatnya pelan.

"Kenapa? Kau mau melawan?"

Leona mengangguk. "Tentu saja!" Jawabnya santai. "Bapak tidak bisa memaksa saya melakukan sesuatu yang—."

"Apa kau lupa jika saya adalah bosmu dan kau hanya karyawan biasa, hem?"

Leona melotot. Setelahnya menunduk menatap arloji yang masih setia menempel di lengan. "Ini bahkan sudah lewat jam kantor jika Anda lupa." Tantang Leona dengan nada tinggi.

Beruntung, klien yang sebelumnya bersama di satu meja sedang pergi ke toilet. Jadi Leona tidak perlu merasa malu karena harus menghadapi bosnya yang gila itu.

Nathan terdiam. Membujuk Leona rupanya bukan perkara gampang.

'Dasar keras kepala, huh!' Batin pria itu mulai kesal hingga akhirnya Nathan memilih untuk diam dengan atensinya yang terus memandangi tubuh Leona dari ujung rambut sampai ujung kuku.

Setelan dress selutut berwarna merah marun yang dikenakan wanita itu sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Kaki jenjang dalam balutan sepatu pantofel setinggi lima senti semakin membuat penampilan Leona begitu anggun.

Tidak munafik, Nathan mengakui bahwa karyawan yang satu ini memang cantik. Bukan itu saja, dia juga cerdas dengan selalu melaksanakan tugas dan tanggung jawab kantor secara cepat dan tepat.

'Ah, kau ini. Kenapa aku malah jadi menilaimu yang tidak-tidak, sih.' Gerutunya kesal.

Wanita yang telah berstatus menjadi istrinya beberapa hari lalu memang masih tampak canggung melakukan apa-apa bersama. Apalagi pernikahan ini terjadi bukan atas dasar kemauan mereka berdua. Ya sudah, bak kucing dan tikus. Mereka tidak akan pernah akur. Bahkan, keduanya telah sepakat untuk merahasiakan pernikahan mereka di depan publik.

"Kenapa bapak liatin saya seperti itu?" tanya Leona mulai risih melihat iris mata Nathan yang bergerak naik turun.

Tetapi bukannya menjawab, pria itu justru beranjak dari tempat duduk. Pandangannya mengedar menatap ke seluruh penjuru. Sudah begitu sepi. Beberapa pengunjung bahkan sudah berlalu pergi sejak satu jam yang lalu.

Saat melirik arloji, rupanya waktu sudah hampir tengah malam.

'Astaga, di mana Pak Dirga?' Batin Nathan teringat sosok kliennya yang bahkan belum kembali. Tapi masa bodoh, Nathan tidak peduli.

"Ba-bapak mau ngapain?" tanya wanita itu saat melihat bosnya kini berjalan mendekat ke arah Leona.

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Nathan. Hanya suara derap langkah kaki berbalut sepatu pantofel berharga selangit yang kini mendekati Leona membuat wanita itu mengerutkan dahi.

Semakin dekat, hingga Leona refleks mundur ke belakang dan tanpa ia tahu, tubuhnya terbentur tembok, dan sekarang ia terjebak ketika tubuh besar Nathan justru mengurungnya.

Leona gelagapan. Wanita itu takut, bayangan hal mengerikan seperti bos yang ingin berbuat tak senonoh pada karyawannya, menari-nari di kepala Leona. Meski ia tau, sosok yang berdiri di depannya adalah suaminya sendiri. Apalagi ketika wajah Nathan justru mendekat, dan kini berjarak beberapa senti saja dari wajahnya. Hingga terpaan napas hangat pria itu menyerbu wajah Leona, membuatnya refleks menutup mata, dan hal itu membuat Nathan tersenyum. Mendekatkan bibirnya di depan telinga Leona, lalu berbisik di sana.

"Aku lapar," ucapnya dengan segaris senyuman nakal mengembang di bibir.

Saat itu mata Leona langsung terbuka lebar saking syoknya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi Gunawan
roman-romannya dari benci jadi cinta nih keknya. ditunggu kelanjutannya thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status