Share

3. TIDAK PUNYA BUKTI

Author: Allina
last update Last Updated: 2025-01-30 16:47:01

“Rektor?”

“Rektor!”

Beberapa mahasiswa menunduk hormat dengan berbagai ekspresi rumit di wajahnya, pun dengan Nayla dan Delia, kaki Nayla seperti sudah enggan untuk berpijak. Wajahnya pucat pasi, namun harga diri terakhirnya masih tidak bisa dibiarkan jatuh.

“Rektor, ada keperluan apa Anda menghampiri kami?” tanya Delia penuh hormat.

“Aku ingin menjemput mahasiswa baru, Reagan Prince Maverik,” jawab pria dengan rambut yang sudah memutih itu.

“Saya, saya orangnya!” jawab Reagan sambil tersenyum menatap Nayla yang masih berdiri mematung.

“Tidak mungkin, ini tidak mungkin, kan?” Nayla menggunjang tubuh Delia, “Delia, tolong katakan padaku bahwa ini tidak benar, tolong katakan bahwa aku sedang bermimpi!”

Plaakkk!

Sebuah tamparan mendarat di wajah Nayla. “Sekarang kamu merasa sakit, kan? Kamu percaya kan bahwa kamu tidak sedang bermimpi?” ujar gadis itu lagi.

“Nona, urusan kita belum selesai. Aku akan menemuimu nanti siang.” Reagan berkata penuh seringai licik, sementara Nayla langsung membayangkan bagaimana bibir Reagan akan menyesap bibirnya, memberikan lumatan kecil di dalam sana. Nayla langsung bergidik ngeri dan ingin menangis.

Tubuh Reagan menghilang dibalik eskalator yang dinaikinya bersama sang rektor.

“Apa kamu mengenal mahasiswa itu?” tanya sang rektor pada Reagan.

“Tidak, baru kenal hari ini.”

“Apa mereka mempersulitmu?” tanya pria itu lagi.

“Tidak, mereka cukup baik.”

“Reagan, ini adalah kota besar, dan ini adalah kampus ternama. Di luar sana, saya harap kamu bisa menjaga nama baik kampus dan dirimu sendiri.”

“Baik, rektor Alex,” ucap Reagan mengangguk.

Ya, Georgia University adalah salah satu universitas swasta terbesar di New York berdasarkan jumlah pendaftaran, dengan total 51.848 mahasiswa terdaftar pada tahun ini.  Dan Georgia University adalah salah satu sekolah dengan jumlah pelamar terbanyak di negara ini dan penerimaannya dianggap selektif melalui jalur prestasi.

Maka dari itu, Reagan yang merupakan mahasiswa berprestasi dan memiliki keahlian di bidang informatika dengan pengalaman kerja di perusahaan-perusahaan besar, membuat dia diundang secara langsung oleh rektor kampus.

Reagan berada di ruangan rektorat cukup lama, hingga mata kuliah pertama selesai. Reagan keluar dari ruang rektorat, pada saat yang sama, seorang mahasiswa berjalan keluar dari ruang perpustakaan.

Dalam sekejap dia menjadi fokus para mahasiswa yang berjejer di lorong. Riasan yang tipis, dalam sekejap tampak seperti bidadari yang cantik.

Reagan tidak asing dengan gadis itu, dia adalah Claire, gadis yang memeluknya di stasiun tadi pagi. Reagan berjalan untuk menyapanya, namun baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba seorang pria dengan hodie lebih dulu menghampiri Claire.

“Claire, kenapa kamu tiba-tiba kabur dari pertemuan keluarga? Kedua orang tua kita sudah sepakat untuk membicarakan pertunangan, harusnya kamu bersikap sedikit koperatif.” Elenio Filips berkata dengan penuh penekanan.

“Pria yang baik tidak akan pernah memaksa wanita untuk mencintainya. Menyingkirlah! Kalau tidak, aku tidak akan segan-segan padamu!” Claire memelototinya dengan jijik.

“Claire, tolong beri aku kesempatan. Aku pasti akan mencintaimu dengan tulus.” Elenio berkata dengan penuh kasih sayang.

“Aku tidak ingin mengulangi perkataanku untuk kedua kalinya!” Claire menatap pria itu dengan perasaan marah.

“Claire, kamu berkata seperti itu, tidak takut menyakitiku kah?” Pria itu terus berjalan untuk membujuk Claire, tapi Claire terus berjalan menjauh dengan jijik.

Tiba-tiba tubuhnya menabrak tubuh Reagan, dada bidang Reagan memantul pada dada Claire yang besar dan montok. Reagan merasakan sentuhan itu sembari tangannya menangkap tubuh Claire dengan sempurna.

“Jangan sentuh dia, dasar pria sialan!” Elenio berteriak dengan marah, hilang sudah wajah sempurna yang selama ini dia tunjukkan di depan Claire.

“Kenapa tidak bisa? Kamu tahu tidak siapa dia?” tanya Claire pada Elenio.

“Si ... siapa?”

“Dia kekasihku! Pria yang aku cintai, aku hanya akan menikah dengannya.”

Claire bahkan tidak meliriknya, setelah melepaskan pelukan Reagan, dia menarik Reagan untuk pergi. Tapi Elenio masih keras kepala dan berjalan dengan cepat mengejarnya.

Namun Reagan secara sengaja menendangnya dari depan, dia menjulurkan kakinya ke belakang dan tepat mengenai benda kecil di tubuh Elenio.

Elenio jatuh dan tersungkur di lantai, “Sialan kamu!”

Elenio berniat melawan Reagan, namun Reagan yang pandai bela diri tentu saja Elenio yang seorang anak mami tidak bisa mengalahkannya.

“Kamu kira dengan dirimu yang merupakan orang kaya bisa bertindak semaunya?”

“Hanya mengandalkan uang, apa kamu pikir kamu sudah hebat?”

Suara penonton disekitar menjadi semakin riuh, suara mereka semakin keras dan saling bersahutan.

Elenio berusaha bangkit berdiri, dan berteriak pada mahasiswa yang menontonnya layaknya seorang badut yang lucu.

“Kalian, mau mati ya?”

Para mahasiswa langsung bubar, tidak ingin menimbulkan masalah di ruang rektor. Tapi yang ingin mereka pertanyakan, ada hubungan apa pria kumuh itu dengan Claire? Si idola kampus yang terkenal.

“Terima kasih hari ini telah membantuku lagi,” ucap Claire pada Reagan sebelum mereka berpisah di depan lobi.

“Ah, apa?” Reagan tidak sempat berpikir, dia pikir hari ini bisa ikut makan dengan wanita cantik di depannya, minimal sedikit ungkapan terima kasih.

Tapi sayangnya Claire justru menunjukkan gestur perpisahan pada Reagan, seolah tidak ingin pria itu mengikutinya.

“Jika kita bertemu lagi untuk ketiga kalinya, aku anggap kita berjodoh.” Claire berkata pada Reagan.

“Tapi, bagaimana aku tahu namamu, Nona cantik?”

“Claire, panggil saja Claire.” Kemudian gadis itu berlalu meninggalkannya.

Reagan diam-diam merasa bahagia, dia tidak menyangka gadis itu semakin dilihat semakin cantik. Mata besar yang indah, kulit putih seperti salju, rambut selembut sutra yang terbang tertiup angin.

Kemeja yang dikenakannya juga mengembang dengan sempurna dibagian dadanya, menunjukkan ukuran 36C. Di bawah rok yang dia kenakan terdapat kaki yang ramping dan indah tanpa lemak.

Reagan berpikir dalam hati, hidup dengan gadis cantik seperti Claire, bahkan dia ingin menghabiskan seumur hidupnya.

Tiba-tiba ingatannya kembali pada gadis di lobi tadi, iya, kalau tidak salah namanya Nayla. Reagan memutar tubuhnya, matanya sibuk mengelilingi sekitar lantai satu, namun dia sama sekali tidak menemukan sosok gadis keras kepala itu.

Saat Reagan ingin mengalihkan pandangannya dan menyerah untuk menemukan Nayla, langsung saja Delia memanggilnya.

“Reagan, apa urusanmu dengan rektor sudah selesai?” tanya Delia sambil tersenyum, nada suaranya sama seperti tadi.

“Hallo, Nona Nayla. Hallo, Nona Delia?” sapa Reagan dengan seringai licik.

“Cuuiihhh!” Nayla membuang mukanya dan masih mengerucutkan mulutnya.

“Nona, bagaimana kamu begitu kasar pada pria? Terlebih sebentar lagi kita akan berciuman.” Reagan mengerjapkan matanya, hasrat ingin menggoda gadis itu semakin besar.

“Huh, siapa juga yang akan berciuman denganmu. Kita tidak mengenal satu sama lain, jadi menjauhlah dari hidupku!” Nayla membuang mukanya ke sisi lain.

“Lagian kamu tidak ada bukti, kan?” Nayla tersenyum sinis.

“Bagaimana kamu tahu kalau aku tidak punya bukti? Reagan memutar matanya lalu tersenyum licik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bos Besar Di Balik Meja Kuliah   108. ANCAMAN TERAKHIR

    Langkah besar Reagan cepat menyusuri lobi gedung apartemen yang dia tinggali dengan Claire. Di belakangnya, Erik mengikutinya dengan raut wajah yang tidak kalah khawatir. Menaiki lift terasa lebih lama disaat hal tak terduga mengisi kepala Reagan bersama rasa khawatir yang tidak berujung.“Kenapa lift ini bergerak lambat sekali, brengsek!” maki Reagan. Dia hampir saja meninju dinding lift yang tebal jika tidak ditahan oleh Erik.“Tenangkan dirimu, Reagan. Claire tidak butuh kamu yang penuh emosi,” kata Erik. Reagan tidak menjawab, hanya menatap layar lift yang bergerak menunjukkan perubahan angka setiap beberapa detik.Saat sampai di lantai hunian pribadinya, Reagan lantas masuk ke dalam penthouse, berkeliling setiap sudut mencari ke

  • Bos Besar Di Balik Meja Kuliah   107. HARGA YANG DIBAYAR LUNAS

    “D-dia bukannya … Black Code?” Sekali lagi Erik bertanya di tengah kebingungannya. Pria bertopeng yang baru muncul terkekeh. “Sepertinya kamu tidak memberinya informasi yang cukup tentang kita,” katanya. Reagan tersenyum miring, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana sambil memandangi Erik. “Aku sengaja tidak memberitahu dia. Hitung-hitung sebagai kejutan mental.” “Kalian mengejekku, ya?” Erik menyahut, dia merasa menjadi orang paling bodoh saat ini. “Bagaimana mungkin hanya aku yang tidak mengetahui ini?” “Kamu tahu kode etik pekerjaan?” balas Reagan. “Terkadang, ada beberapa hal krusial di dalam pekerjaan yang tidak bisa disiarkan secara terbuka bahkan pada internal. Hal yang aku dan Black Code lakukan adalah salah satunya.” Meski dia marah, Erik tidak bisa menyimpan kemarahannya terlalu lama. Dia cukup sadar diri, dalam dunia peretas, dia pun masih pemula. “Baiklah, aku mencoba untuk mengerti. Sekarang, apa yang bisa aku lakukan?” Reagan menganggukkan kepalanya pe

  • Bos Besar Di Balik Meja Kuliah   106. PERETAS CADANGAN

    Di dalam sebuah ruangan serba gelap, sepasang mata mengedar pandang. Terasa asing dan menyesakkan meski baru sepuluh menit duduk di sana. Suara derit pintu terbuka mengalihkan perhatian sosok pria yang mengenakan hoodie dan topeng hitam itu. Matanya menyorot kehadiran seorang paruh baya dengan segenap wibawa yang mengelilingi dirinya. “Apa kau Black Code?” tanya pria itu. Pria bertopeng itu mengangguk tanpa bersuara, setelahnya, si paruh baya terkekeh pelan. “Ternyata aku mengandalkan dua orang peretas kelas kakap dengan spesialisasi yang sama. Apa aku salah jika menganggap kalian bersaing?” “Aku tidak punya banyak waktu untuk bicara, katakan saja apa maumu?” tandas Black Code. “Apakah semua peretas memang bersikap seolah-olah mereka sepenting itu?” Theodore, si paruh baya itu, terkekeh mengejek. “Baiklah, kenalkan, aku Theodore. Kamu bisa memanggilku Tuan Theo seperti yang dilakukan mantan peretasku sebelumnya.” Ucapan Theodore sedikit mengusik ego Black Code. Pria di balik top

  • Bos Besar Di Balik Meja Kuliah   105. TUAN MUDA YANG DIRENDAHKAN

    Mata Erik merah menyala, bahkan Reagan bisa melihat kobaran api di sana saat mendekatinya dan sang satpam yang terlalu naif ini. “T-Tuan Erik?” Napas menderu cepat, dan kedua tangan terkepal erat siap meninju wajah sang satpam. “Apa yang kamu lakukan?! Lepaskan tanganmu darinya!” perintah Erik tegas. Tangan sang satpam bergetar ketika dia lepas pegangannya di lingkar kaus Reagan. “M-Maaf, Tuan. Apa yang membuat Anda marah begini? Aku hanya melakukan prosedur keamanan yang sudah ditetapkan perusahaan,” kata satpam berusaha membela diri dan memberikan penjelasan.Tetapi Erik tidak menggubris. Dia memandangnya sinis sekilas kemudian beralih pada Reagan sambil membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat. “Maafkan kelalaian staf kami, Tuan Maverick!” ucap Erik. Sedetik kemudian, wajah tercengang terlukis di sebelah pria itu. Bola mata satpam hampir mencuat keluar, jika tidak segera menutup mulutnya yang terbuka lebar. “T-Tuan Maverick?!” Erik menegakkan kembali tubuhnya, “Dasar bo

  • Bos Besar Di Balik Meja Kuliah   104. WANITA AGRESIF

    Entah bagaimana kini Reagan bisa terkungkung di dalam kurungan kedua tangan wanita itu. Kilatan penuh gairah di matanya menunjukkan ada hasrat besar tersembunyi, dan hanya bisa dilampiaskan oleh Reagan. “Aku tertarik denganmu, kamu menarik,” kata wanita itu, berbisik lirih. Saat deru napasnya menerpa wajah dan leher Reagan, sensasi aneh muncul hingga membuat pundak Reagan bergidik. “Tunggu, Nona,” sahut Reagan berusaha santai, kemudian berdehem pelan. “Aku tidak punya waktu untuk bicara saat ini. Bisakah kita bicara lain kali?”“Lain kali?” Wanita itu mendengus. “Susah payah aku mengurungmu sekarang, kamu minta lain kali?” Sungguh, Reagan tidak ingin memicu keributan, tetapi wanita ini cukup menyebalkan sekaligus menggoda. Bibirnya terus mengoceh, bibir ranum itu terlihat menggoda untuk dipagut. Matanya, mengerling indah, seperti sinar bintang di malam hari, gemilang. Postur tubuh wanita ini cukup tinggi. Di saat mereka berhadapan seperti ini, tingginya mencapai hidung Reagan. “

  • Bos Besar Di Balik Meja Kuliah   103. KERJA SAMA DENGAN MERTUA

    Reagan memasuki sebuah kafe hits tak jauh dari kampus. Setelah menyelesaikan beberapa kelas hari ini, ia memiliki janji temu dengan sosok yang selalu memandangnya sebelah mata. Sejak kemarin, suasana hati Reagan sangat baik. Dia berharap pertemuan kali ini juga akan semakin mencerahkan moodnya. Apalagi dia akan berhubungan dengan sang mertua. Dia menemukan Tuan Delanney duduk di salah satu kursi yang ada di sudut ruangan sambil menyesap kopi hitam panasnya. Kerutan di dahi menunjukkan kalau pria itu terlihat sedikit tak nyaman dengan tempat pilihan Reagan. “Terima kasih sudah menungguku, Paman,” ucap Reagan. Dia duduk di salah satu kursi di depan Tuan Delanney. Pria itu tidak menjawab, hanya mengangguk pelan tak minat. “Bagaimana harimu hari ini, Paman?” “Tidak perlu berbasa-basi. Aku menuruti permintaanmu datang ke sini saja sudah untung. Kau tahu pria dewasa sepertiku tidak menyukai tempat-tempat bergaya anak muda seperti ini. Aku merasa salah tempat.” Tuan Delanney, dengan ker

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status