Kimberly menggeser tubuhnya perlahan karena merasa tak nyaman saat Bryan menyentuh bahunya.
Bahkan kini dengan beraninya, Bryan menyelipkan rambut ke sela telinga Kimberly hingga berhasil membuat pipi gadis itu merah merona. Merah sempurna.
Kimberly menepis jemari Bryan yang bermain-main dengan anak rambutnya. Bryan tersenyum geli.
"Kau itu seperti bunga mawar. Cantik, sedap dipandang tapi penuh duri. Tidak sembarang orang bisa menyentuh bahkan memetikmu." Bryan mengambil sebuah bunga untuk ia jadikan perumpamaan gadis cantik di dekatnya yang malu-malu menggeser tubuhnya.
Posisi mereka kini terbentang jarak beberapa jengkal, hal itu sukses mengundang tanya seluruh karyawan dan pengunjung toko bunga. Kimberly merasa mendapatkan tatapan intimidasi dan ia tak peduli.
Tiba-tiba, seseorang merengkuh bahu rampingnya dan merangkul mesra. Dapat dipastikan itu adalah Bryan. Siapa lagi?
"Nona, bisa kau buatkan aku s
Bryan meraih tubuh ramping Kimberly mendekat ke arahnya."Apa perlu kujelaskan? Kau akan tahu apa jawabannya cepat atau lambat. Bukankah kau sudah mendengar beberapa alasan yang keluar dari bibirku?Sekarang kembali lagi padamu, kau mau menganggap perasaanku seperti apa. Kau bebas menentukan. Apa pun pilihanmu, aku akan mengiyakan. Karena semua alasanku tadi adalah hal yang mendeskripsikan perasaanku padamu," ungkap Bryan.Tak ada canda. Tak ada tawa. Atmosfer terasa begitu penuh dan sesak. Detak jantung Kimberly berlari begitu cepat seperti hendak terlepas dari tubuhnya.Gadis itu memalingkan muka."Dasar Playboy! Jangan kau kira trik yang kau pakai saat menggoda para wanita dapat berhasil padaku!" kecam Kimberly dalam hati. Hatinya terasa panas saat membayangkan kata-kata yang sempat diumbar Bryan diucapkan pada wanita lain.Kenapa ia mendadak merasa cemburu? Hal yang harus ia pastikan saat ini adalah&he
Kimberly menggeleng cepat. Ia memutuskan mengeluarkan segala uneg-uneg dalam pikirannya."Kenapa saat mendengar tawaranmu tadi terdengar seperti cara seseorang menawariku sesuatu, ya?" gumam Kimberly penasaran.Bryan geleng-geleng kepala."Wajar saja!""Kenapa begitu?""Pasti ayahku, bukan? Aku tahu sekali cara bicara ayahku saat merayuku dan pastinya dia menggunakan cara itu padamu. Benar, kan?" tebak Bryan.Kimberly tersenyum kecut sambil berusaha menepis tangan Bryan dari kepalanya. Ia merasa risih dengan pandangan banyak orang padanya hanya gara-gara perlakuan Bryan."Ternyata pepatah lama itu ada benarnya juga!" celetuk Kimberly.Bryan mengernyitkan dahi."Pepatah yang mana? Begitu banyak pepatah, jadi aku tidak tahu maksud ucapanmu!" sambung Bryan."Pepatah lama itu berbunyi 'Buah jatuh tak jauh dari pohonnya'! Benar, kan? Aku baru teringat ternyata
Hening.Tak ada percakapan antara dua manusia di dalam mobil yang tengah melaju kencang menuju ke suatu tempat.Bak menyembunyikan mutiara di palung terdalam agar tak seorang pun menemukannya adalah tindakan yang saat ini Bryan lakukan. Penuh misteri dan banyak jebakan jika siapa pun hendak mencari tahu.Pertanyaan di toko bunga beberapa saat yang lalu saja tak terjawab dengan hasil memuaskan, kini pria itu berhasil menggugah rasa ingin tahu di dalam hati Kimberly semakin besar.Lebih baik ia mengikuti ke arah mana pria ini membawanya daripada banyak bertanya dan ujung-ujungnya bukan mendapat jawaban melainkan ledekan dari Bryan.Diam.Satu menit.Lima menit.Sepuluh menit.Lima belas menit.Berlalu begitu saja. Tanpa suara, tanpa bicara.Kimberly hendak membuka mulut. Namun, suara seseorang dengan nyaring menghentikan ulahnya. Ia menajamkan
Kimberly tersenyum kikuk."Apa kau mendengarnya?" tanya Kimberly serius.Bryan bingung menanggapi pertanyaan aneh Kimberly. Ia menajamkan indera pendengarannya dan mencari suara yang dimaksud."Tidak ada suara apa pun! Apa kau pikir nyonya Betsy menjawab permintaan dan restuku?" tanya balik Bryan sedikit konyol."Kau gila!" ledek Kimberly sambil geleng-geleng kepala."Lalu apa?" desak Bryan yang tampak tak sabaran."Coba kau dengar lagi!" pinta Kimberly seraya memegangi daun telinganya sendiri bermaksud memberi contoh pada Bryan.Kruucuuk Kruucuuk KruucuukSumber suara itu terdengar nyaring dari…Bryan!Bryan mendadak tersenyum konyol."Maaf, refleks! Sepertinya cacing di perut meronta untuk diisi. Ayo kita segera kembali ke kota dan mencari tempat makan, aku lapar sekali!" terang Bryan apa adanya. Baru kali ini ia merasakan kelaparan
Kimberly mendengar pertanyaan Bryan yang sedikit menggelitik hati. Mau tak mau demi menghormati ajakan sang pria yang baru saja meminta restu pada mendiang sang ibu, Kimberly membalas uluran tangan besar tersebut.Mereka berdua berjalan bersisian seperti pasangan lainnya yang memasuki restoran itu.Pemilik restoran tersebut keluar dan melihat kinerja para karyawan. Matanya kini tertuju pada hadirnya seorang Bryan di acara pembukaan restoran miliknya tersebut.Terkejut, itu pasti.Bryan yang terkenal sibuk dan siapa pun harus membuat janji temu dulu sebelum berbincang dengannya, kini ada di dalam restoran miliknya.Penyambutan harus diadakan meski tanpa persiapan. Beberapa karyawan menyambut Bryan setelah mendapat titahnya."Tuan Bryan, sungguh sebuah kehormatan untuk restoran ini dikunjungi oleh orang super sibuk di kota Edensor tercinta kita ini!" pekiknya senang menyambut Bryan. Mereka berpelukan ala lel
Kimberly mendadak bisu. Mulutnya seperti tersumpal sesuatu tak kasatmata. Terkunci. Lidahnya kelu. Ia bingung memikirkan jawaban apa yang harus ia katakan pada Bryan.Tanpa terduga…"Kami adalah teman lama, Tuan! Wajar bila sesama teman berjumpa dan terkejut melihatnya ada di sini tanpa diduga."Seolah bisa membaca pikiran, Nick mengambil alih menjawab pertanyaan Bryan yang diajukan pada Kimberly.Tanpa dua pria itu tahu, Kimberly menggigit bibir bawahnya seraya meremas ujung dressnya. Entah kenapa ia merasa tak enak hati dan terlihat berada di posisi yang salah.Degg Degg DeggDetak jantungnya berdendang dengan cepat.'Drama apa lagi ini, Tuhan?'Kenapa harus di tempat dan situasi seperti ini mereka dipertemukan?Kimberly mendesah pelan dan untungnya Bryan tak menyadari hal itu, lebih tepatnya, belum.Bryan mengangguk paham dan menatap ke arah mej
Kimberly menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Malu, perasaan itu seketika mendarat di wajah cantiknya. Pipinya merona dan memerah bak tomat segar. Hal itu tak luput dari perhatian Bryan. Bryan terkekeh. "Kau lucu sekali!" ledek Bryan yang kata-katanya langsung membuat Kimberly mencebik bibir. Entah kenapa, gerak-geriknya menjadi berubah sejak berdekatan dengan pria bernama Bryan. Ia seperti bisa menjadi dirinya sendiri bahkan bisa dibilang terkesan sikapnya bak anak kecil. Aneh! Kimberly membuka telapak tangan yang beberapa saat menutupi wajahnya. Ia menyapukan pandangan ke segala arah dan memastikan bahwa dirinya tak lagi menjadi bahan tontonan para pengunjung restoran. Dirasa aman, ia bersikap baik-baik saja di hadapan Bryan. Berdehem sekali lalu berpura-pura memainkan ponsel di atas meja. "Kenapa kau terlihat aneh?" tanya santai Bryan namun terdengar serius di te
Nick terus mengamati pergerakan lawan bicaranya. Meski terlihat menyedihkan dari sosok yang berdiri tak jauh darinya, hal itu tak membuatnya iba. Menanyakan pun mengenai keadaannya tidak akan pernah ia lakukan. Ia melihat pergelangan tangan kanannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.45, itu tandanya ia harus segera merehatkan sejenak tubuh lelahnya. Tak mau buang waktu apalagi sekedar berbasa-basi, pria itu dengan ketusnya bertanya, "Apa yang mau kau katakan padaku? Kalau tidak penting, segeralah pulang! Orang tuamu pasti akan kebingungan mencarimu." Kata-kata itu terdengar bak mantra pengusiran makhluk tak kasatmata. Violet memejamkan mata lalu menghembuskan napas demi menguatkan hatinya sebelum menjawab pertanyaan Nick. Sosok perempuan yang berada di hadapan Nick adalah Violet. Gadis itu tampak menyedihkan bak sampah yang terbuang, dihempaskan begitu saja. Tak memiliki nilai apa pun di mata Nick. "Kau terlalu la