Jordan menengadah ke atas kaca bening di langit-langit ruangannya dan kembali memperhatikan jika air merembas dari langit-langit ke dinding.
Titik air yang sebelumnya menimpa kepalanya sudah tidak ada, namun dinding batu ruangannya masih sangat lembab.
"Jika ruangan ini paling atas dan bisa melihat sinar matahari, bearti air ini berasal dari hujan yang merembas masuk?" gumam Jordan melemparkan batu di tangannya, berusaha berdiri dengan susah payah, lalu menampung air yang jatuh menetes berupa titik-titik tidak terlalu besar tersebut dengan telapak tangannya.
Jordan mencium aroma air yang dia tampung tersebut tidak beraroma asin air laut juga tidak berbau busuk seperti kotoran.
Setelah mencuci tangannya hingga bersih, Jordan menampung air kembali dengan telapak tangannya dan meminumnya.
"Segar!"
Mata Jordan terbuka lebar dan saat itu juga lututnya jatuh ke atas tanah berbatu, menciumi dinding yang telah sangat lembab dirembasi air.
"Ampuni aku, Tuhan! Aku tidak memiliki hak untuk protes dan marah padamu. Ampuni aku!"
Tangis Jordan pecah sembari dia membasuh wajahnya dengan tetesan air yang masih terus turun berupa titik-titik kecil dari sebuah celah batu seperti lubang kecil pada dinding."KasihMU cukup bagiku, maka cukuplah kasihMU bagiku." gumam Jordan lalu bibirnya komat-kamit melafalkan doa serta pujian pada Tuhan yang Maha Besar.
Jordan membersihkan wajah, tangan dan bagian tubuhnya menggunakan titik-titik air yang dia tampung sabar menggunakan kedua telapak tangannya. Dan seperti mendapatkan tenaganya pulih, Jordan bisa berdiri tegak menapak kembali dan berjalan meskipun masih tertatih-tatih untuk mengambil pakaian bersih yang telah diletakkan oleh anak buah Langley untuknya.
Jordan memperhatikan pakaiannya yang tentu saja bukan pakaian baru tapi jauh lebih baik dari pakaian yang telah dua tahun dia gunakan di tubuhnya. Karena selain bernoda kotoran, pakaian itu sangat bau yang sepertinya penciuman Jordan juga telah kembali, seakan dua tahun dalam ruangan batu, penciumannya terkunci hingga tidak bisa mencium bau busuk kotorannya sendiri.
Jordan mengambil batu yang sebelumnya hendak dia gunakan untuk memotong urat nadinya sendiri, lalu menempelkan ke sebuah lubang pada dinding yang memuncratkan titik-titik air.
"Aku harus berhemat dan berhentilah sementara sampai aku menggunakanmu kembali. Terima kasih, terima kasih, Tuhan!" monolog Jordan sambil memutar batu pada lubang dan titik-titik air pun mulai berhenti mengalir.
Disaat keimanan Jordan berada diambang batasnya, ternyata Tuhan memberikan keajaiban padanya dengan memberikan air yang paling sangat dia butuhkan.
Manusia memang seringkali tidak sabar akan 'cinta' yang diberikan oleh Tuhan, sehingga Iblis juga sukarela mengambil alih mengotori pikiran agar manusia menjadi mahluk pembangkang di muka bumi. Tidak sedikit manusia gagal mendapatkan 'pesan terselip' dari segala hal yang terjadi dalam kehidupannya. Banyak dari mereka justru tergelincir dengan menyalahkan Tuhan, sama seperti Jordan yang bahkan dia menantang akan protes menuntut Tuhan atas nasib yang menimpanya.
Dengan tubuh yang jauh lebih bersih, Jordan melantunkan doa serta pujian dan cintanya pada Tuhan. Tubuhnya menjadi jauh lebih damai dan tenang saat dia merasa dekat dengan Tuhannya.
Hari berganti hari, malam pun datang silih berganti gelap ke terang. Jordan tidak lagi mencoret dinding menghitung hari dirinya berada dalam ruangan penjara batu tersebut. Tetapi dia menuliskan firman-firman Tuhan yang seperti menyala terang dalam kepalanya untuk dia tuliskan.
Hingga pada suatu malam, Jordan bermimpi berada di suatu padang rumput yang luas tak berujung namun dirinya tidak bisa berlari atau melangkah, satu langkah kemanapun, seakan dirinya ditahan oleh sebuah kekuatan yang tidak dia mengerti.
"Pejamkan matamu, Jordan!" sebuah suara terdengar dari arah belakangnya.
"Papa!" panggil Jordan pada pria tampan yang tersenyum menghampirinya tersebut setelah dia berbalik ke belakangnya.
"Pusatkan pikiranmu pada apa yang kamu inginkan, rasakan hembusan napasmu yang keluar masuk dari lubang hidungmu ..." ucap Keigo lembut dengan senyum sembari telapak tangannya mengusap samping wajah Jordan yang langsung menurutinya patuh.
"Katakan, apa yang kamu inginkan, anakku?" tanya Keigo berbisik dekat telinga Jordan yang matanya masih terpejam rapat.
"Aku ingin menjadi ninja sejati seperti Papa!" sahut Jordan dengan hembusan suaranya yang sangat tenang.
"Buka matamu dan tebaslah titik air di depanmu tanpa membasahi tanganmu!" tutur Keigo yang langsung menghilang begitu Jordan membuka matanya.
Jordan mengernyitkan keningnya, karena dia benar-benar terbangun dari tidur bermimpinya. Jordan melihat ke arah dinding batu di sisi lain ruangannya dan berjalan perlahan mendekatinya yang kemudian dia mencabut batu pada lubang di dinding batu.Cukup lama Jordan memandangi titik-titik air yang keluar dan masih tetap kecil seperti awal air itu muncul.
Setelah menarik napas sejenak dan berkonsentrasi, Jordan melakukan seperti yang Papanya ucapkan dalam mimpinya. Namun gagal, karena punggung tangannya tetap basah.Karena kesibukan Jordan berlatih menebas titik-titik air dan juga menggunakan sebagian waktunya berdoa serta mencoret dinding batu, tanpa terasa tahun pun berganti dan esok sudah memasuki ulang tahun Jordan yang ke dua puluh lima.
Pintu ruangan Jordan di gedor dan terbuka dengan sangat keras saat pria itu pura-pura meringkuk tidur dan terkejut melihat Langley sudah membawa cambuk di tangan berjalan ke arahnya.
"Halo Jordan! Bagaimana kabarmu? Kita bertemu kembali dan aku sungguh sangat menantikan saat memberikan hadiah ini padamu!" sapa Langley berdiri tegak di depan Jordan sembari tersenyum sinis melihat pria itu yang berusaha bangkit duduk dari berbaringnya.
Langley mengedarkan tatapannya memindai sekeliling ruangan Jordan."Kenapa dinding di sebelah sana basah?" tanya Langley terkejut karena basahnya cukup banyak melebar sampai melebihi tinggi manusia.
"Aku menyemprotkan air kencingku ke atas untuk ku minum seperti air hujan. Jauh lebih nikmat dari sayur soup basi yang diantarkan penjagamu!" sahut Jordan enteng sambil berdiri berpegangan pada dinding baru di belakang dan tatapannya mengarah pada bagian tengah pakaiannya yang basah.
Anak buah Langley memberikan pakaian seperti jubah sebatas lutut tanpa celana atau bawahan pada Jordan.
Wajah Langley langsung terlihat jijik menatap pakaian Jordan yang basah tersebut. Lalu dia memerintahkan kedua anak buahnya untuk menggantung Jordan pada rantai besi yang membuat tubuh pria itu kembali membentuk huruf X.
Cambukan demi cambukan dilayangkan Langley tetapi mulut Jordan hanya berteriak menyebutkan firman Tuhan tentang balasan pada orang yang lalim dan zholim.
Jordan menyadari, mungkin inilah 'pesan' yang diinginkan Tuhan untuk dia mengerti. Yaitu memberikan pencerahan pada orang seperti Langley.
Namun Langley yang sudah jauh tenggelam dalam harta, kekuasaan dan apapun yang dia inginkan bisa dia dapatkan dengan mudah, semakin bersemangat mencambuk punggung Jordan dan seakan juga membuat tenaga pria lalim tersebut menjadi berkali-kali lipat.
"Apakah Tuhanmu sudah datang, Jordan? Dimana Dia? Apakah kau lebih memilih mati daripada mengakui dosa terkutukmu? Baiklah, aku akan mengirimmu padaNYA!" cetus Langley sembari menyingsingkan kedua lengan bajunya dan menggenggam cambuk dengan sangat kokoh.
Kedua anak buah Langley yang selalu mengikutinya kemana-mana, melihat ngeri pada tatapan majikan mereka itu yang matanya berubah merah dan tawanya juga sangat melengking bagaikan tawa iblis penghuni neraka.
Wusss ...plakkk!!
Ujung cambuk mendarat keras membentuk luka yang sangat dalam pada punggung Jordan yang kulitnya telah terkelupas. Darah memuncrat dari luka bekas cambukan Langley yang juga tidak berhenti sampai hitungannya genap dua puluh lima.
Namun, bibir Jordan tetap memuji dan meng-Agungkan Tuhan hingga matanya terpejam dengan napas sangat pelan berhembus dari lubang hidungnya.
Tubuh Jordan dibiarkan jatuh menggelosor tertelungkup setelah borgol-borgolnya dilepaskan oleh anak buah Langley.
"Kau pikir dengan membacakan firman Tuhanmu, akan menghentikanku dari mencambukmu, huh!" dengkus Langley sembari beranjak pergi meninggalkan Jordan yang tidak sadarkan diri juga bersimbah darah.
"Jordannnnn!!!"
Mary Helena berteriak nyaring hingga pangkal tenggorokannya terasa perih dan airmata mengucur membasahi wajah cantiknya yang telah cekung dan sangat kurus.
"Aku hanya ingin anak darimu, Sayang!" bisik sang pria sembari meraba celah lembut pada sela paha wanita yang duduk di sampingnya. Tangan sang pria menyentak hingga robek penutup tipis yang menghalangi jemarinya dari memasuki celah lembut wanitanya. "Och ...!"Sang wanita menjerit tertahan namun semakin membuka kedua pahanya agar prianya bisa semakin leluasa membuatnya mencair meleleh. --Jordan semakin giat berlatih beladiri di dalam ruangan sempit penjara batu. Dia sudah mulai bisa menebas titik-titik air yang jatuh dari dinding batu tanpa membasahi punggung tangannya. Jordan juga sudah kuat bertahan untuk melakukan push up selama puluhan kali dan juga mulai pandai mengayunkan kakinya untuk menendang. Pakaian yang di pakai Jordan dengan cepat menjadi kotor setelah diantarkan yang baru oleh penjaga penjara. Tatapan mata Jordan semakin terbuka dan tajam. Tidak ada lagi pemuda putus asa yang hanya mengharapkan keajaiban seperti sebelumnya. Keajaiban adalah buah dari usaha, bukan h
"Papa!" Lagertha meloncati beberapa anak tangga dan berlari masuk ke ruangan makan sambil memanggil Papanya yang sedang duduk hendak sarapan. "Och, pakaian apa yang kamu pakai, Young Lady?!" protes Priskila pada putrinya yang memakai pakaian serba mini, hanya terlihat menutupi bagian penting pada tubuhnya saja. "Ini model kekinian, Mam!" sahut Lagertha, sang gadis muda pada Mamanya sambil cengengesan. "Papa, aku butuh mobil, kartu kredit dan senapan baru!" ucap Lagertha pada pria yang dia panggil 'Papa' dan tidak pernah berhenti tertawa kecil melihat tingkah polah putrinya tersebut yang sangat tomboi. "Mobil baru yang kamu inginkan itu akan datang paling lambat besok, ini kartu kredit baru dan senapan sedang dalam pengiriman satu minggu lagi sampai di sini." Rollo Connor, Papanya Lagertha menjawab sambil mengeluarkan kartu kredit tanpa limit untuk putrinya. Sebelumnya Lagertha menghilangkan tas berisi dompet dan semua kartu pembayarannya di dalam sebuah bar saat dirinya hen
Jordan kembali mendapat hadiah cambukan ke dua puluh tujuh. Ya, pria malang itu telah berada di penjara batu dalam pulau selama lima tahun. Langley semakin menggila mencambuki punggung Jordan. Tetapi Jordan sudah tidak berteriak lagi juga tidak melantunkan firman Tuhan. Sebaliknya Jordan justru tertawa terbahak-bahak, menantang Langley agar membunuhnya dengan cambukan. Punggung Jordan sudah seperti akar pepohonan karena banyak terdapat bekas luka serta bilur-bilur daging menggumpal mengeras yang saling bersambungan. "Kau menantangku, Jordan?!" Sreekk ...Cratt! Cambukan Langley berayun tinggi dan segera ujungnya tenggelam ke dalam luka pada punggung Jordan yang telah mengalirkan darah segar hingga menetes pada lantai batu. "Kau sudah tua, Langley! Cambukanmu seperti elusan bayi!" Jordan terbahak-bahak hingga memuntahkan seteguk darah dari tenggorokannya yang kian terasa perih. Jordan mempertaruhkan tubuh dan nyawanya sendiri untuk mengukur batas kemampuan Langley. Langley kemba
Langley mengambil pisau yang terselip di samping pahanya dan langsung melemparkannya ke arah Jordan. Namun ... Maximus yang sudah terlatih merasakan bahaya, menoleh dan menangkap pisau dengan telapak tangannya yang langsung dia genggam erat selama beberapa detik. Lalu membalikkan dan melemparkan pisau itu kembali ke arah Langley yang menancap di atas jantung pria itu. "Achk!!" Satu tangan Langley memegangi pisau di dadanya dan satu lagi terulur maju ke arah Jordan yang sudah dipapah berdiri oleh Maximus. Tetapi tidak ada kata yang terucap keluar dari mulut Langley selain suara napasnya yang mendidih dan beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke belakang, jatuh berguling-guling pada tangga batu dan mendarat melintang dengan posisi kepala tertekuk ke depan dadanya. "Tunggu!" Jordan menahan langkah Maximus yang hendak mengangkat tubuhnya seperti anak-anak untuk melangkahi mayat Langley. Jordan berusaha menahan perih pada punggungnya untuk membungkuk, mengangkat sedikit tubuh bag
Keadaan Mary Helena benar-benar membaik sejak bertemu Jordan. Mary Helena yang sering diajak menemani suaminya berlatih dahulu, memberikan beberapa petunjuk jurus ninja pada Jordan. "Berdirilah ...aku bisa membantu Mama latihan sedikit agar peredaran darah dalam tubuh Mama lancar," ucap Jordan lembut meraih telapak tangan Mary Helena yang langsung mengikuti perkataan putranya. "Seharusnya aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk menemani Mama, maafkan aku!" bisik Jordan yang merasa bersalah telah meninggalkan wanita kesayangannya tersebut untuk masuk ke Seminari hingga dia dibuang di penjara terpencil. "Jangan lagi minta maaf, semuanya telah berlalu ..." Mary Helena menjawab sembari mengikuti gerakan tangan Jordan yang memandunya, lalu berbalik menatap putra tampannya tersebut. "Sebenarnya Mama sudah berjanji dan Marco juga telah mempersiapkan semua harta keluarga Mama diberikan pada Maximus. Sebagai imbalan telah membawamu pulang ke Mama," tutur Mary Helena yang membuat mata Jo
Jordan terpelanting terbang beberapa meter ke belakang dan mendarat di atas rumput ilalang yang tumbuh melebat menahan tubuhnya seperti tikar alami. "Ikut denganku, aku akan melatihmu seperti permintaan Mamamu padaku!" ucap Maximus seraya mengulurkan telapak tangannya ke depan wajah Jordan. "Berada di sini, menunggu kamu di tangkap polisi atau pembunuh bayaran, sama artinya dengan bunuh diri. Apakah menurutmu itu yang diinginkan Mary Helena untuk kau lakukan? Bunuh diri?" tambah Maximus yang akhirnya telapak tangannya direngkuh oleh Jordan dan pria itu bangkit dari jatuh tertelentangnya di atas rumput ilalang. "Baik!" akhirnya Jordan menjawab dengan satu kata yang pendek setelah dia menatap makam Mamanya yang tadi dia terbang melewatinya akibat tendangan bertenaga dari Maximus. Sudut bibir Maximus tertarik naik sedikit yang tidak bisa dilihat oleh Jordan. Karena Maximus punya rencana yang mungkin akan melatih pria muda itu gila-gilaan untuk menjadi penerusnya, tangan kanan Rollo s
"Tolong temukan putriku, Max!" pinta Rollo seperti memohon pada Maximus yang berdiri di depannya. "Ada pengkhianat diantara para pengawal putriku dan dia sedang pergi memancing di danau beku saat para pengawalnya yang lain ditembaki hingga tewas." tambah Rollo memberikan informasi pada Maximus, tangan kanan kepercayaannya. "Baik. Saya akan menemukan Lagertha dan membawa kepala pengkhianat itu ke hadapan Anda, Bos!" sahut Maximus seraya menundukkan tubuhnya hormat pada Rollo. Maximus sudah sangat paham dengan hobby Lagertha yang memang tidak biasa, seperti berkemping di puncak pegununan bersalju, memburu hewan atau memancing ikan di danau beku. Meski jika Lagertha mau makan daging hewan liar hasil buruan atau ikan dari danau beku, Rollo bisa mendatangkannya dengan mudah tanpa Lagertha harus repot melakukannya sendiri. Tetapi gadis tomboi itu selalu menolak dan ingin memburu serta memancing ikannya sendiri. "Kenapa genetik Papamu harus turun plek ketiplek padamu, Lagertha?" des
Setelah beberapa jam dalam pencarian Lagertha, Maximus ingat jika dia meninggalkan Jordan tanpa bahan makanan atau pun minuman di rumahnya. "Teruskan pencarian dan laporkan padaku sekecil apapun penemuan kalian. Ada yang harus aku kerjakan dulu." ucap Maximus dalam sambungan radio ke anak buah kepercayaan Rollo yang ikut menyusuri jalanan mencari keberadaan Lagertha. Setelah membeli banyak bahan makanan yang bisa di simpan dalam jangka waktu lama, minuman dan buah, Maximus melajukan mobilnya kembali pulang ke rumah tinggalnya. Namun betapa terkejutnya Maximus begitu dia memasuki rumahnya, melihat gadis muda yang telah membuatnya serta anak buah Rollo yang lainnya membuang-buang waktu menyusuri selak beluk jalanan, ternyata berada di rumahnya bersama Jordan. Dan yang paling mencengangkan adalah ucapan dari gadis muda putri bosnya itu yang bisa berkata tanpa beban, "Aku adalah wanitanya Jordan" tutur Lagertha santai seakan dia sudah mengenal lama dengan Jordan. Maximus menaik