Share

Hanya Boneka Xander

“Kenapa Tuan harus pindah kantor, sih?” Lara menghempaskan tubuhnya ke sofa sepulang dari tempat kerja.

“Loh, itu juga kantor milik saya.” Xander melepas jas dan kemejanya. Ia mengambil sebotol air mineral kemudian diteguknya separuh. “Minum!” Lelaki itu menawarkan pada Lara yang menatapnya sambil cemberut.

“Biasanya gak di sana, kan? kenapa harus pindah?”

Lelaki dua puluh delapan tahun itu tersenyum misterius. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan hingga aroma badannya tercium sampai ke hidung Lara. “Mau jagain kamu biar gak selingkuh.”

Lara memalingkan wajah ketika Xander hendak mengecup bibirnya. Hingga bagian pipi saja yang terkena bibir hangat milik lelaki itu. “Ish. Saya bukan Anda yang dengan entengnya selingkuh sana-sini tanpa memikirkan orang lain.”

“Saya?” Xander menunjuk dadanya sendiri. “Kapan saya selingkuh?”

“Gak usah pura-pura pikun deh. Anda menikahi saya sehari sebelum pertunangan dengan wanita itu. Siapa namanya?” Lara tampak berpikir sejenak. “Eri ... Erka. Nah, iya, kan?”

“Ada hal yang tidak kamu mengerti, Lara. Saya tidak pernah selingkuh dari kamu sejak tujuh tahun terakhir. Nama kamu, wajah dan senyum kamu masih tetap abadi di dalam hati.” Ia mengacak sayang rambut Lara. “Saya mandi dulu, setelah itu nanti kita keluar cari makan malam.” 

Tanpa menunggu Lara mengajukan pertanyaan lagi, Xander melesat masuk ke kamar dan langsung ke kamar mand. Meninggalkan Lara yang kebingungan dengan ucapan Xander.

“Tujuh tahun?” Lara mengulangi peratan Xander baru saja. “Dia sudah menyukaiku selama tujuh tahun? Kapan kita pernah ketemu?” Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Lara mencoba mengingat tujuh tahun sebelum sekarang, jadi bisa disimpulkan saat itu Lara baru berusia dua belas tahun. Lalu Xander kalau sekarang dua puluh delapan jad tujuh tahun yang lalu dua puluh satu. Siapa lelaki dua puluh satu tahun yang pernah dekat dan kenal akrab dengan gadis kecil sepertinya dulu?

Sempat Lara berharap Xander itu Leo. Tapi mana mungkin Leo berusia dua puluh delapan, kalau pun lelaki itu masih hidup sekarang baru menginjak dua puluh tiga tahun. Lara mengela napas bingung. Entahlah.

Setelah Xander selesai mandi, ia melihat Lara yang tertidur pulas di atas karpet depan tivi. Xander mendekat dan membelai wajah manis di depannya. “Sugar, kamu gak mau mandi dulu.”

Lara masih diam dan pulas dalam tidurnya.

Xander mengangkat gadis sembilan belas tahun tersebut ke kamar mereka. Kemudian menarik selimut dan ditutupkan ke tubuh Lara sampai leher. Sedangkan ia sendiri mencari pakaian dan memesankan makanan untuk mereka. Gagal sudah rencana menikmati jalan-jalan malam bersama istrinya.

**

“Lapar.” Lara membuka mata dan merasakan perutnya berbunyi. Ia sampai ketiduran karena menunggu Xander selesai mandi. “Eh, kok aku bisa tidur di sini? Perasaan tadi di depan tivi deh.” Gadis itu melihat arloji yang masih melingkar di pergelangan  tangannya. “What? Pukul satu malam? Jadi sudah lima jam ia tertidur.

Perlahan gadis itu turun dari ranjang dan mencari suaminya. Ia melihat Xander masih berkutat dengan laptop di ruang keluarga.

“Sudah bangun kamu? Mandi dulu sana! Biar saya hangatkan makanannya.” Xander menoleh ke arah sang istri.

“Tuan belum tidur?”

“Bagaimana saya bisa tidur kalau perut kelaparan?” Ia berdiri dan menutup laptopnya. “Saya nunggu kamu bangun untuk makan bareng.”

“Eh.” Lara terkesiap. Xander menunggunya? Serius lelaki itu menunggunya hanya untuk makan bersama?

“Kenapa bengong? Sana buruan mandi! Atau mau saya mandikan?” Xander mengangkat sebelah alisnya jahil. “Seertinya menarik.”

Lara menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “No! Saya bisa sendiri.” Gadis itu berlari masuk ke kamar dan mengambil handuk kemudian melesat masuk ke kamar mandi.

Xander tertawa melihat istrinya terbirit-birit meninggalkan dirinya. Lelaki berpostur wajah bak aktor Thailand itu berjalan ke dapur dan memanaskan makakan yang sudah ia pesan sebelumnya. Xander ingin menceritakan sedikit tentang alasan ia menerima pertunangan itu kepada Lara.

Selesai menyiapakan makanan, Xander duduk menunggu Lara sambil membuka sosial media miliknya. Besok hari Sabtu, kantor tidak masuk. Jadi, ia bisa santai begadang sampai pagi untuk menyelesaikan kerjaanya sebelum berganti minggu.

“Tuan masak, apa?” tanya Lara setelah selesai mandi. Rambutnya masih basah karea ia belum sempat mengeringkan, keburu perutnya melilit lapar.

“Kamu lihat saja sendiri! Mau saya ambilkan asi?”

“Hah? Tuan kesambet kuntilanak mana? Kok jadi baik gini?” Lara tercengang.

“Memang biasanya saya gak baik?”

“Eh, bukan begitu maksudnya tumben aja, gitu. Terima kasih.” Lara menerima sepiring nasi putih yang masih hangat dan lauk juga sayur di sampingnya.  “Jangan-jangan ini bukan Tuan Xander lagi.”

“Lalu siapa menurut kamu?”

“Maybe kembarannya.” Lara mengendikkan bahu. “Atu alter ego-nya.”

Xander menggelengkan kepala. “Saya gak punya kembaran, apa lagi alter ego. Tapi kalau cinta saya punya.”

“Dih.” Lara berdecih. “Lebay. Memang manusia seperti Anda masih punya cinta apa?”

Xander mengabaikan pertanyaan Lara. Ia diam dan terus saja menyuapkan makanan ke mulutnya. “Saya dijodohkan oleh anak dari rekan bisnis papa. Dan tidak bisa menolak permintaan itu.” Ia meletakkan sendok ke piring. Sudah habis makakan yang berada di piringnya.

“Maksudnya?” tanya Lara dengan mulut penuh makanan.

“Erika, dia anak dari rekan bisnis pap. Kami dijodohkan sejak lima tahun lalu. Papa mengancam kalau saya menolak akan mencabut semua fasilitas dan tidak mengakui saya sebagai anak mereka.”

Lara menatap Xander menunggu kelanjutan cerita lelaki itu.

"Dan kemarin saat acara pertunangan, dalam bayangan saya kamu yang berada di samping saya." Xander menatap lembut. "Saya sudah menceritakan apa yang kamu minta. Sekarang gantian kamu cerita tentang Leo Leo itu."

Lara melihat sisi lain seorang Xander Wiryaguna. Bagaimana bsa dalam satu hari bisa berubah segitu drastisnya. Tadi di kantor lelaki itu bersikap dingin dan acuh, bahkan meliriknya saja tidak. Tapi, sekarang lelaki itu berubah embut dan peratian. ara hera, sebenarnya apa yang ada di dalam hati seorang Xabder?

"Lagi males, ah. Lagian Anda belum mengatkan apa alasan menikahi saya."

Xander berdiri dari kursinya. ia mengambil piring Lara dan miliknya bekas mereka makan tadi. "Karena Susan menjual kamu tentu saja. Lumayan saya punya boneka yang bisa dipakai sesuka hati." Xander berucap dingin.

"Eh." Lara kembali kaget. Baru saja Xander bersika lembut dua menit kemudian lelaki itu suda berubah ketus lagi. menyebalkan sekali.

"Dan sekarang saya akan memakai boneka saya." Xander menarik kasar Lara yang masih bengong. Ia mengendong gadis itu ke kamar dan menghempaskan ke ranjang mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status