Share

Bosku Suamiku

"Mau ke mana?" tanya Xander ketika pagi harinya melihat Lara sudah rapi. Ia baru saja membuka mata dan mendapati gadis itu sudah berdiri di depan cermin.

"Kerja. Sudah dua hari saya gak masuk. Kalau kelamaan absen takut dipecat." Lara mengoleskan lipstik warna nude ke bibirnya. Sempurna. Kini ia siap menjalani hari kembali. 

"Apa uang yang saya kasih kurang?" 

Lara membalikkan badan. "Bukan kurang, Tuan. Tapi saya perlu menyibukan diri, bersosialisasi dengan manusia lain, biar tidak kepikiran dengan kelakuan Anda yang suka mempermainkan wanita." Ia menjawab ketus. "Saya permisi berangkat!" Diambilnya tas kecil yang berada di dekatnya kemudian berjalan santai keluar dari kamar. 

Xander menghembuskan napas lelah. Ingin melarang wanita itu bekerja, tapi ia kasihan kalau Lara harus seharian berada di apartemen tanpa melakukan sesuatu yang berarti. 

Ingatannya mundur ke waktu ia berumur enam belas tahun. 

"Leo, ambilkan bunga itu!" Seorang gadis kecil menunjuk pot bunga mawar yang rantingnya sudah berantakan. 

"Buat apa? Kamu diam sebentar bisa gak sih? Gak capek dari tadi gerak terus?"

Gadis itu menggeleng. "Aku kangen mama, kangen ayah, dan menyibukan diri adalah satu-satunya cara mengikis rasa itu." Lara menatap kosong ke depan. Sejak bisnis ayahnya bangkrut dan menikah lagi, hubungan anak dan ayah itu merenggang. 

"Sini peluk!" Ia mendekat dan merengkuh tubuh kecil gadis itu. Dikecupnya dengan sayang wanita kecil di pelukanya. 

"Hanya kamu yang aku punya, Leo. Jangan pergi, ya!" 

Ia mengangguk. "Gak akan."

Dering ponsel mengagetkan lamunan Xander. Lelaki dua puluh delapan tahun itu menepis bayangan tentang gadis kecilnya. Umurnya belum setua itu sebenarnya, hanya saja ia sengaja menuakan untuk menyembunyikan sesuatu tentang masa lalunya. 

"Ya!" Xander mengangkat panggilan di ponselnya. 

"Kamu gak ada di rumah? Aku bawain kamu sarapan loh." Suara manja seorang wanita masuk ke dalam indera pendengarannya. 

"Makasih. Tapi, kamu gak perlu susah-susah bawain buat aku." 

"Hem, kan aku tunangan kamu, jadi sudah kewajiban aku buat memastikan kamu makan makanan yang sehat dan ...."

"Aku sudah terlambat ke kantor. Nanti kita bicara lagi." Tanpa menunggu persetujuan lawan bicaranya, Xander mematikan panggilan tersebut. 

Erika, gadis yang semalam bertunangan denganya. Xander bukan tidak menghargai kerja keras Erika untuk mengambil hatinya, tapi ia tidak mau memberi harapan palsu kepada gadis itu. Bagaimanapun juga, tidak ada cinta sama sekali di hati Xander untuk Erika. 

Cinta pertamanya dan sampai sekarang hanya Lara. Tetap Lara. 

**

"Kamu ngilang ke mana sih? Masa seragam kerja aja harus pinjam aku." Daisy menyodorkan satu stel pakaian dinas mereka. 

Lara bekerja menjadi petugas kebersihan di salah satu kantor yang terletak di pusat kota. Setahun terakhir setelah ia lulus sekolah menengah atas langsung melamar di sini dan diterima hari itu juga. 

Kehidupan Lara berubah tiga ratus enam puluh derajat dari sebelumnya. Ia yang dulu biasa mendapatkan apa pun barang yang dimau hanya dalam sekali kedip, sekarang harus bekerja keras untuk mendapatkannya karena bisnis ayahnya bangkrut kala itu. 

"Nanti aku ceritain deh, sekarang aku ganti baju dulu." Lara menyunggingkan senyum manis dan pergi melesat ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. 

Sedangkan Daisy hanya menunggu dengan rasa penasaran tinggi di ruangan khusus loker-loker untuk mereka menyimpan barang-barangnya. Gadis itu tidak menebak ini semua ada hubungannya dengan mama tiri Lara yang judes dan menyebalkan itu. 

Tak lama kemudian, Lara keluar dari ruang ganti. Ia tersenyum melihat seragam kerja Daisy pas sekali di tubuhnya. "Sepertinya aku agak gemukan." Lara memutar badannya. 

"Masa sih?" Daisy menghampiri Lara yang berdiri di depan lokernya. "Eh, tapi kok bisa pas gini, ya! Biasanya longgar."

"Makanya aku bilang kalau agak gemukan sekarang." 

"Oke. Jadi ceritakan apa yang terjadi dengan kamu hingga minggat dari rumah!" 

Lara menutup loker dan menguncinya. "Aku gak minggat loh. Tapi dipaksa minggat sama dua wanita setan itu." Ia mengerucutkan bibirnya. 

Lara hampir saja menceritakan tentang Xander kepada sahabatnya ketika terdengar panggilan dari supervisornya. Mereka semua disuruh berkumpul di lobi untuk menyambut bos besar yang mulai hari ini pindah ke kantor mereka. 

Lara dan Daisy bergandengan tangan berjalan ke lobi. Semua karyawan di gedung itu juga melakukan hal yang sama. Mereka memang sering mendengar bahwa pemilik perusahaan ini masih muda dan tampan. Tapi, belum sama sekali mereka melihatnya. 

"Denger gosip katanya bos kita itu ganteng abis loh." Daisy mulai melancarkan kelebihannya dalam hal gosip menggosip. 

"Oh, ya?" Lara menoleh. Emang ada yang lebih ganteng dari Xander? Eh, kenapa sih ia harus teringat dengan cowok menyebalkan itu. 

"Kamu kenapa?" Kening Daisy mengeryit ketika melihat Lara menepuk pelipisnya sambil menggelengkan kepala. "Belum sarapan? Lapar?" tanyanya lagi. 

Lara hanya meringis. Ya kali ia mengatakan kalau kepikiran Xander. Kan, tidak mungkin banget. Apa lagi Daisy belum tahu tentang pernikahannya dengan lelaki tampan yang menyebalkan itu. "Ish, lupakan! Lupakan dia!" 

"Ra, kamu sehat?" Daisy berhenti, ia memandang Lara yang terus saja komat kamit entah mengucapkan apa. 

Lobi utama sudah ramai karyawan yang akan menyambut kedatangan bos mereka. Banyak para cewek membicarakan dan bertanya-tanya tentang gosip yang beredar terkait ketampanan si bos yang misterius. 

Lara berdiri di paling ujung dengan malas. Buat apa berada di depan pintu kalau bos itu juga akan berjalan masuk ke lift dan ke ruangannya. Sama saja, di sini juga ia bisa melihat ketampanan bos mereka yang katanya bikin cewek-cewek meleleh. 

Lebay. Itu yang terpikir di benak Lara. Seperti tidak pernah melihat cowok tampan saja sampai segitu antusiasnya mereka. 

"Ra, datang. Bos kita udah datang!" Daisy menepuk tangan Lara. Ia melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan lobi. Lalu turun sesosok tubuh tegap dari dalamnya. "Tampannya." Daisy sampai melongo melihat lelaki yang berjalan tanpa ekspresi ke arah mereka, lebih tepatnya ke arah lift.

Lara menghela napas kasar, kemudian ikut mengalihkan pandangan ke bos yang baru datang. "Xander," desisnya lirih. Ia sampai menutup wajahnya dengan telapak tangan untuk menghindari tatapan Xander yang mungkin saja melihatnya. 

Bagaimana bisa lelaki itu sekarang menjadi bos di sini? Eh, salah. Bagaimana ceritanya sampai Xander pindah ke kantor ini dan menjadi bosnya. Bosku, suamiku. Bolehkah Lara menyimpulkan begitu?

Para karyawan wanita langsung heboh membicarakan bos mereka. Banyak yamg terang-terangan memuji. Bahkan tidak jarang yang menginginkan menjadi kekasih bos itu meski hanya kekasih gelap. Seperti lagu saja. 

"Ya Tuhan, bagaimana bisa bos kita itu Xander Wiryaguna? Mimpi apa aku bisa melihat langsung wajah seorang Xander." Perkataan dari wanita di sebelah Lara membuatnya melirik sebal. 

Biasa saja kali, dia aja yang sudah pernah tidur dan serumah dengan Xander gak seheboh itu. 

"Lara, Daisy mulai hari ini kalian membersihkan lantai sebelas, ya. Saya lupa kasih info tadi." Supervisornya memberi tahu Lara ketika ia dan sahabatnya akan ke gudang untuk mengambil perlengkapan bekerja. 

"Lantai sebelas? Yes! Itu lantai di mana ruangan Pak Xander berada." Daisy bersorak kegirangan. 

Mati aku! Lara menunduk lesu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status