Share

Awal Kehancuran

Kantor diubrak-abrik? Cakra berharap kalau pendengarannya salah, tapi Shopie sampai mengulangi informasi itu agar semakin jelas. Jadinya, dia harus bergegas ke kantor walaupun hari ini sedang cuti.

"Saya akan segera ke sana." Panggilan ditutup dari pihak Cakra. 

Alis Cakra naik ketika seorang wanita dengan seragam toko alat jahit membentangkan tangan untuk menghadang. Wajah pegawai itu terlihat mengeras hingga membuat Cakra mengurungkan niat untuk menerobos pertahanannya.

"Apa Anda juga akan kabur seperti pacar Anda setelah mencuri segulung benang dari toko kami?"

Cakra memalingkan wajah sejenak, merasa ini lucu. Apa-apaan wanita ini? Kenapa dia asal menyimpulkan seperti itu?

"Tapi, saya bukan pacar gadis tadi. Kami bahkan tidak saling kenal," elak Cakra dengan kedua bahu yang diangkat bersamaan.

"Saya terpaksa memanggil keamanan kalau Anda bersikeras untuk melarikan diri!" Sekarang wanita itu bertolak pinggang dengan berani.

"Tapi-- baiklah, saya akan membayar seharga benang yang sudah dibawa kabur. Ini bukan berarti kalau kami adalah komplotan pencuri seperti dugaan Anda, tapi karena saya tidak ingin terlambat kembali ke kantor."

Akhirnya dengan berat hati, Cakra mengikuti wanita itu memasuki toko. Cakra jadi bertanya-tanya, apa ini jebakan dari gadis berwajah polos tadi? Jangan-jangan ini maksud dari permintaan untuk tetap menunggu di depan toko.

Cakra mengatupkan bibir rapat-rapat untuk menahan umpatan. Hari ini sungguh sial. Gadis tidak dikenal itu sudah memberi rona merah di hari ini, hingga membuat amarahnya perlahan-lahan naik.

Lamaran yang gagal, dituduh mencuri, dan kantor diserang, apa ada hari yang lebih sial dari sekarang? Cakra harus berhati-hati dengan gadis itu, jangan sampai bertemu lagi. Bisa-bisa ramalan Rista terbukti benar, karena sudah memberi warna merah di harinya. Semoga tidak ada warna hitam dan merah muda. Ya, Cakra harus benar-benar menghindar.

Setelah membayar benang yang harganya nggak lebih dari lima puluh ribu, Cakra berjalan terburu-buru keluar dari Mall untuk menuju parkiran restoran, tempatnya meninggalkan mobil. Dia memacu mobil dengan kecepatan di atas rata-rata hingga seperempat jam kemudian sudah sampai di depan kantor biro jodoh "Sepasang". Setelah memastikan mobil terparkir dengan aman, Cakra pun melangkah menuju pintu masuk kantor biro jodoh.

Dilihat dari luar terlihat tenang, tapi keadaannya berbanding terbalik dengan yang di dalam. Berkas klien yang biasa tertata rapi di atas meja sekarang berhamburan di segala tempat. Stand banner dengan gambar pasangan yang sedang makan malam romantis, teronggok kusut di tengah jalan. Terlihat tiga wanita yang langsung berdiri setelah melihatnya melewati ambang pintu kantor.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Cakra dengan ramah.

Menghadapi orang yang emosi harus dengan kepala dingin. Walaupun sebenarnya Cakra tidak yakin sanggup menahan emosi lebih lama lagi. Ini sungguh merupakan hari yang berat baginya.

"Ini dia, dia yang sudah bikin aku putus sama pacarku! Gara-gara omong kosongmu, sekarang pacarku melamar wanita lain."

Salah seorang wanita mengangkat jari ke arah Cakra. Dua cewek yang lain maju dengan wajah tak kalah merah. Tanpa komando, ketiganya meraih rambut Cakra.

"Jangan begini, Kak. Kasihan Bos saya," lerai Poppy.

Kedua pegawai Cakra, Shopie dan Mila berusaha melepaskan cengkraman ketiga wanita itu. Namun, mereka seperti kerasukan dan semakin bersemangat menarik rambut Cakra.

Rasanya kepala Cakra seperti ditarik lepas dari tubuh ketika mendapat serangan itu. Ketiga wanita yang ada di hadapannya sungguh bar-bar. Namun, Cakra hanya pasrah dan memberi kode kepada bawahannya untuk menyingkir.

"Tolong sabar. Saya akan bertanggung jawab. Lepaskan saya!" tegur Cakra dengan tegas.

Ketiga wanita itu terlonjak mendengar suara Cakra dan melepaskan cengkraman mereka. Seorang wanita berjalan menjauh sambil bersedekap.

Cakra memperhatikan ketika wanita itu memutar tubuhnya kemudian berkata, "Apa yang akan Anda tawarkan sebagai ganti rugi?"

"Bagaimana kalau saya mencarikan pasangan untuk Anda sebagai ganti mantan."

"Sayangnya saya tidak tertarik dengan tawaran itu. Bagaimana kalau kompensasi berupa uang?" balas wanita itu dengan licik.

"Bagaimana kalau saya melaporkan Anda karena kekerasan dan perusakan properti milik orang lain?" gertak Cakra dengan nada dingin yang tenang.

"Shopie, video bukti sudah diambil?" tanya Cakra yang menoleh ke arah Shopie.

Wanita yang dipanggil itu mengacungkan jempol dan mengangguk mantap. Pandangan Cakra beralih kepada Mila yang bersiap-siap dengan memegang gagang telepon.

"Mila akan menghubungi polisi kalau kalian tidak segera keluar dari tempat ini," ancam Cakra yang ditegaskan dengan anggukan Mila.

"Saya rasa ini tidak perlu. Kami akan keluar dari sini secara baik-baik," ujar salah satu wanita yang menarik tangan temannya.

Akhirnya ketiga wanita itu keluar dari kantor Cakra. Meskipun kedua wanita lain yang sudah mulai bisa berpikir normal harus memaksa wanita satunya.

Setelah menarik napas panjang, Cakra menyingsingkan lengan kemeja untuk membantu Shopie dan Mila untuk membersihkan kantor. Satu jam lamanya mereka beres-beres hingga keadaan rapi kembali. Pria itu pun mengizinkan kedua karyawan untuk pulang dan menutup kantor lebih awal.

Ternyata kesialan Cakra masih belum berakhir. Dia menemukan Rahardian sudah bersandar di mobil, menanti kedatangannya. Tidak terlihat tanda-tanda kalau sahabatnya itu membawa mobil sendiri. Dia pun menghela napas panjang ketika mendekati Rahardian.

"Mari kita bicara," ajak Rahardian yang masuk ke mobil Cakra terlebih dahulu.

Mereka berkendara dalam diam. Sepakat tanpa kata untuk menunda amarah sampai di tempat yang tepat, yaitu rumah Cakra. Mobil berhenti sejenak di depan rumah megah, menunggu satpam membukakan pintu gerbang modern sewarna arang.

Sedan putih mengkilap itu meluncur masuk ke dalam garasi. Cakra dan Rahardian keluar dari mobil bersaman. Mereka pun berjalan bersisian menuju lorong di samping garasi yang mengarah ke halaman belakang.

Keduanya menggulung lengan kemeja kemudian tanpa aba-aba berlari ke tengah-tengah halaman. Mereka berdiri berhadapan dengan tangan yang mengepal erat-erat.

Seruan nyaring menyertai tinju yang diayunkan Rahardian untuk menyerang Cakra. Namun, Cakra dengan sigap berkelit lalu melakukan serangan balasan yang bisa ditangkis oleh Rahardian. 

"Apa kamu tidak akan menjelaskan tentang Ayuni?" pancing Rahardian sambil kembali mengayunkan tinju.

"Namanya Yuyun, bukan Ayuni."

"Huh, bagaimana bisa kamu bekerja sebagai makcomblang terkenal kalau tidak bisa mencari informasi yang jelas soal wanita? Bukankah itu tugasmu sehari-hari? Mengorek informasi soal klien?" cemooh Rahardian yang kali ini menendang perut Cakra.

Cakra terhuyung menerima serangan itu. Namun, kembali memposisikan diri dalam sikap bertahan.

"Bagaimana bisa kamu melamarnya? Kamu bahkan tidak mengenalnya secara mendalam!"

"Maafkan aku. Aku sama sekali tidak tahu kalau Yuyun adalah pacarmu. Lagipula selama ini kamu tidak pernah menceritakan soal wanita itu dengan lebih detail. Kamu hanya bilang punya pacar cantik tanpa menyebut nama."

"Apa kamu mencoba membela diri? Kamu bahkan tidak layak dianggap sebagai seorang teman!"

Alis kiri Cakra terangkat dengan mulut yang separuh terbuka, tapi Rahardian sudah melanjutkan ucapannya terlebih dahulu.

"Jangan bilang!" cegah Rahardian seolah paham apa maksud Cakra.

"Aku tahu kalau dia memang bukan wanita yang setia, tapi aku cinta sama Ayuni." Ucapan Rahardian terdengar putus asa.

Pria itu kembali menyerang Cakra bertubi-tubi hingga salah satu tinjunya berhasil mengenai pipi kanan yang mengakibatkan bibirnya sobek. Setelah beberapa serangan, mereka berdua membaringkan diri di atas rumput yang terpotong dengan rapi.

"Apa kamu yakin dengan Ayuni? Bagaimana kalau dia mengkhianatimu lagi?"

Sejujurnya Cakra bahkan tidak tahu rasanya jatuh cinta. Selama ini dia hanya berkencan dengan orang yang tersedia, dalam arti lain adalah orang tanpa benang merah. Namun, Ayuni atau Yuyun adalah perkecualian. 

"Aku tetap akan menerima dia," ucap Rahardian yang lalu bangkit berdiri, meninggalkan Cakra yang masih berbaring. 

"Apa kamu sudah selesai bermain-main? Kalau sudah, Ayah mau bicara!" Suara tegas yang menggelegar membuat Cakra melompat bangun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status