Share

Awal Kehancuran

Author: IztaLorie
last update Huling Na-update: 2021-06-15 22:12:26

Kantor diubrak-abrik? Cakra berharap kalau pendengarannya salah, tapi Shopie sampai mengulangi informasi itu agar semakin jelas. Jadinya, dia harus bergegas ke kantor walaupun hari ini sedang cuti.

"Saya akan segera ke sana." Panggilan ditutup dari pihak Cakra. 

Alis Cakra naik ketika seorang wanita dengan seragam toko alat jahit membentangkan tangan untuk menghadang. Wajah pegawai itu terlihat mengeras hingga membuat Cakra mengurungkan niat untuk menerobos pertahanannya.

"Apa Anda juga akan kabur seperti pacar Anda setelah mencuri segulung benang dari toko kami?"

Cakra memalingkan wajah sejenak, merasa ini lucu. Apa-apaan wanita ini? Kenapa dia asal menyimpulkan seperti itu?

"Tapi, saya bukan pacar gadis tadi. Kami bahkan tidak saling kenal," elak Cakra dengan kedua bahu yang diangkat bersamaan.

"Saya terpaksa memanggil keamanan kalau Anda bersikeras untuk melarikan diri!" Sekarang wanita itu bertolak pinggang dengan berani.

"Tapi-- baiklah, saya akan membayar seharga benang yang sudah dibawa kabur. Ini bukan berarti kalau kami adalah komplotan pencuri seperti dugaan Anda, tapi karena saya tidak ingin terlambat kembali ke kantor."

Akhirnya dengan berat hati, Cakra mengikuti wanita itu memasuki toko. Cakra jadi bertanya-tanya, apa ini jebakan dari gadis berwajah polos tadi? Jangan-jangan ini maksud dari permintaan untuk tetap menunggu di depan toko.

Cakra mengatupkan bibir rapat-rapat untuk menahan umpatan. Hari ini sungguh sial. Gadis tidak dikenal itu sudah memberi rona merah di hari ini, hingga membuat amarahnya perlahan-lahan naik.

Lamaran yang gagal, dituduh mencuri, dan kantor diserang, apa ada hari yang lebih sial dari sekarang? Cakra harus berhati-hati dengan gadis itu, jangan sampai bertemu lagi. Bisa-bisa ramalan Rista terbukti benar, karena sudah memberi warna merah di harinya. Semoga tidak ada warna hitam dan merah muda. Ya, Cakra harus benar-benar menghindar.

Setelah membayar benang yang harganya nggak lebih dari lima puluh ribu, Cakra berjalan terburu-buru keluar dari Mall untuk menuju parkiran restoran, tempatnya meninggalkan mobil. Dia memacu mobil dengan kecepatan di atas rata-rata hingga seperempat jam kemudian sudah sampai di depan kantor biro jodoh "Sepasang". Setelah memastikan mobil terparkir dengan aman, Cakra pun melangkah menuju pintu masuk kantor biro jodoh.

Dilihat dari luar terlihat tenang, tapi keadaannya berbanding terbalik dengan yang di dalam. Berkas klien yang biasa tertata rapi di atas meja sekarang berhamburan di segala tempat. Stand banner dengan gambar pasangan yang sedang makan malam romantis, teronggok kusut di tengah jalan. Terlihat tiga wanita yang langsung berdiri setelah melihatnya melewati ambang pintu kantor.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Cakra dengan ramah.

Menghadapi orang yang emosi harus dengan kepala dingin. Walaupun sebenarnya Cakra tidak yakin sanggup menahan emosi lebih lama lagi. Ini sungguh merupakan hari yang berat baginya.

"Ini dia, dia yang sudah bikin aku putus sama pacarku! Gara-gara omong kosongmu, sekarang pacarku melamar wanita lain."

Salah seorang wanita mengangkat jari ke arah Cakra. Dua cewek yang lain maju dengan wajah tak kalah merah. Tanpa komando, ketiganya meraih rambut Cakra.

"Jangan begini, Kak. Kasihan Bos saya," lerai Poppy.

Kedua pegawai Cakra, Shopie dan Mila berusaha melepaskan cengkraman ketiga wanita itu. Namun, mereka seperti kerasukan dan semakin bersemangat menarik rambut Cakra.

Rasanya kepala Cakra seperti ditarik lepas dari tubuh ketika mendapat serangan itu. Ketiga wanita yang ada di hadapannya sungguh bar-bar. Namun, Cakra hanya pasrah dan memberi kode kepada bawahannya untuk menyingkir.

"Tolong sabar. Saya akan bertanggung jawab. Lepaskan saya!" tegur Cakra dengan tegas.

Ketiga wanita itu terlonjak mendengar suara Cakra dan melepaskan cengkraman mereka. Seorang wanita berjalan menjauh sambil bersedekap.

Cakra memperhatikan ketika wanita itu memutar tubuhnya kemudian berkata, "Apa yang akan Anda tawarkan sebagai ganti rugi?"

"Bagaimana kalau saya mencarikan pasangan untuk Anda sebagai ganti mantan."

"Sayangnya saya tidak tertarik dengan tawaran itu. Bagaimana kalau kompensasi berupa uang?" balas wanita itu dengan licik.

"Bagaimana kalau saya melaporkan Anda karena kekerasan dan perusakan properti milik orang lain?" gertak Cakra dengan nada dingin yang tenang.

"Shopie, video bukti sudah diambil?" tanya Cakra yang menoleh ke arah Shopie.

Wanita yang dipanggil itu mengacungkan jempol dan mengangguk mantap. Pandangan Cakra beralih kepada Mila yang bersiap-siap dengan memegang gagang telepon.

"Mila akan menghubungi polisi kalau kalian tidak segera keluar dari tempat ini," ancam Cakra yang ditegaskan dengan anggukan Mila.

"Saya rasa ini tidak perlu. Kami akan keluar dari sini secara baik-baik," ujar salah satu wanita yang menarik tangan temannya.

Akhirnya ketiga wanita itu keluar dari kantor Cakra. Meskipun kedua wanita lain yang sudah mulai bisa berpikir normal harus memaksa wanita satunya.

Setelah menarik napas panjang, Cakra menyingsingkan lengan kemeja untuk membantu Shopie dan Mila untuk membersihkan kantor. Satu jam lamanya mereka beres-beres hingga keadaan rapi kembali. Pria itu pun mengizinkan kedua karyawan untuk pulang dan menutup kantor lebih awal.

Ternyata kesialan Cakra masih belum berakhir. Dia menemukan Rahardian sudah bersandar di mobil, menanti kedatangannya. Tidak terlihat tanda-tanda kalau sahabatnya itu membawa mobil sendiri. Dia pun menghela napas panjang ketika mendekati Rahardian.

"Mari kita bicara," ajak Rahardian yang masuk ke mobil Cakra terlebih dahulu.

Mereka berkendara dalam diam. Sepakat tanpa kata untuk menunda amarah sampai di tempat yang tepat, yaitu rumah Cakra. Mobil berhenti sejenak di depan rumah megah, menunggu satpam membukakan pintu gerbang modern sewarna arang.

Sedan putih mengkilap itu meluncur masuk ke dalam garasi. Cakra dan Rahardian keluar dari mobil bersaman. Mereka pun berjalan bersisian menuju lorong di samping garasi yang mengarah ke halaman belakang.

Keduanya menggulung lengan kemeja kemudian tanpa aba-aba berlari ke tengah-tengah halaman. Mereka berdiri berhadapan dengan tangan yang mengepal erat-erat.

Seruan nyaring menyertai tinju yang diayunkan Rahardian untuk menyerang Cakra. Namun, Cakra dengan sigap berkelit lalu melakukan serangan balasan yang bisa ditangkis oleh Rahardian. 

"Apa kamu tidak akan menjelaskan tentang Ayuni?" pancing Rahardian sambil kembali mengayunkan tinju.

"Namanya Yuyun, bukan Ayuni."

"Huh, bagaimana bisa kamu bekerja sebagai makcomblang terkenal kalau tidak bisa mencari informasi yang jelas soal wanita? Bukankah itu tugasmu sehari-hari? Mengorek informasi soal klien?" cemooh Rahardian yang kali ini menendang perut Cakra.

Cakra terhuyung menerima serangan itu. Namun, kembali memposisikan diri dalam sikap bertahan.

"Bagaimana bisa kamu melamarnya? Kamu bahkan tidak mengenalnya secara mendalam!"

"Maafkan aku. Aku sama sekali tidak tahu kalau Yuyun adalah pacarmu. Lagipula selama ini kamu tidak pernah menceritakan soal wanita itu dengan lebih detail. Kamu hanya bilang punya pacar cantik tanpa menyebut nama."

"Apa kamu mencoba membela diri? Kamu bahkan tidak layak dianggap sebagai seorang teman!"

Alis kiri Cakra terangkat dengan mulut yang separuh terbuka, tapi Rahardian sudah melanjutkan ucapannya terlebih dahulu.

"Jangan bilang!" cegah Rahardian seolah paham apa maksud Cakra.

"Aku tahu kalau dia memang bukan wanita yang setia, tapi aku cinta sama Ayuni." Ucapan Rahardian terdengar putus asa.

Pria itu kembali menyerang Cakra bertubi-tubi hingga salah satu tinjunya berhasil mengenai pipi kanan yang mengakibatkan bibirnya sobek. Setelah beberapa serangan, mereka berdua membaringkan diri di atas rumput yang terpotong dengan rapi.

"Apa kamu yakin dengan Ayuni? Bagaimana kalau dia mengkhianatimu lagi?"

Sejujurnya Cakra bahkan tidak tahu rasanya jatuh cinta. Selama ini dia hanya berkencan dengan orang yang tersedia, dalam arti lain adalah orang tanpa benang merah. Namun, Ayuni atau Yuyun adalah perkecualian. 

"Aku tetap akan menerima dia," ucap Rahardian yang lalu bangkit berdiri, meninggalkan Cakra yang masih berbaring. 

"Apa kamu sudah selesai bermain-main? Kalau sudah, Ayah mau bicara!" Suara tegas yang menggelegar membuat Cakra melompat bangun.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bride For the Matchmaker    Berhasil Menjodohkan

    “Nona Aura, saya hendak mengenalkan Anda dengan calon istri saya.” Suara Iswanto membuat Aura menjauhkan gawai sejenak untuk memberi respon.Dari cermin, Cakra bisa melihat Aura mengangguk sebentar kemudian menunjuk ke arah gawai. Iswanto yang mengerti maksud Aura, menggerakkan tangan untuk mempersilakan dia melanjutkan bicara.“Den, nanti lagi bicaranya ya. Ini Pak Iswanto mau ada perlu,” ucap Aura dengan berbisik.“Iya, besok kita bicarakan lagi. Hari ini saya sibuk,” ucap Cakra sebelum memutus sambungan.Aura terlihat merenung sambil melihat layar gawai yang mulai menghitam. Apa gadis itu kecewa karena tidak bisa melanjutkan obrolan?Cakra kira, alasannya pasti bukan itu. Tidak mun

  • Bride For the Matchmaker    Tidak Seperti Rencana Semula

    Saat ini, pasti Aura dan Iswanto sedang menahan napas menanti reaksi Jasmin. Cakra pun tak terkecuali, dia juga ikut mengamati dalam diam.“Kalau Mas serius dengan perkataan ini, Jasmin mau minta dilamar secara serius. Seperti lamaran dalam drama,” ucap gadis yang tersenyum sangat manis.Ini adalah sebuah ujian atau memang sesuai dengan kata hati? Tentu saja Cakra tidak bisa menebak pikiran seorang wanita, itu sangat rumit.“Tentu saja, kamu pasti ingin hal yang seperti itu.”Perlahan-lahan Iswanto berlutut dengan bertumpu pada satu kaki. Terlihat Aura berlari-lari membawa sebuket bunga yang sudah dihias dengan cantik. Gadis itu kemudian menyerahkannya pada Iswanto.“Jasmin, aku tahu kalau ini sa

  • Bride For the Matchmaker    Sebagai Pengamat

    “Rupanya kamu di situ?” ucap laki-laki yang berjalan mendekati mereka.Belum juga Cakra menyusuri benang itu, jodoh Maiden sudah muncul untuk menyapa. Betapa beruntungnya mereka karena sudah mempunyai pasangan.“Eh, hai, Van. Kenalkan ini Cakra, teman baruku,” ucap gadis itu dengan riang.“Melihat dari jubahmu, kamu pasti keturunan keluarga Gilmore? Salah satu sepupu kami berjodoh dengan keluarga kalian,” ucap Evan sambil menunjuk ke arah belakangnya.Cakra mengikuti jari Evan untuk melihat siapa yang dimaksud. “Ah, Rio ternyata adalah sepupumu.”Pada akhirnya Rio bergabung dengan mereka, karena mendengar namanya disebut. Tentu saja Danar, Kristy, dan Rista juga ikut bergabung. Sebentar lagi pasti beberapa pasangan seumuran dengan mereka pasti ikut bergabung. Ini akan terasa menyesakkan.Ketika percakapan itu semakin meluas, diam-diam Cakra menyusup meninggalkan kelompok itu. Dia butuh menyendiri sekarang, agar hatinya menjadi le

  • Bride For the Matchmaker    Berkunjung ke Luvnesia

    “Hanya calon klien yang keras kepala. Sepertinya dia nggak bakal jadi klien kita,” jawab Cakra dengan datar.“Pasti orang yang minta dijodohkan dengan target tertentu. Kenapa nggak pada nurut sama Aden sih? Apa kita perlu nulis aturan itu dengan ukuran huruf yang lebih gede di beranda web biro jodoh?” tanya Aura untuk mengungkapkan kekesalan.Sejujurnya Aura merasa lega karena itu hanya calon klien, bukan wanita yang spesial di hati Cakra. Sampai sekarang Aura masih penasaran dengan status Cakra, tapi tidak berani menanyakannya.“Oya, besok kamu yang ngawasi Pak Iswanto. Saya ada janji temu selama seharian.”Perkataan Cakra membuat Aura kembali merasakan tusukan di perut. Rasanya nggak nyaman kalau tidak tahu kegiatan majikannya itu.

  • Bride For the Matchmaker    Percayalah

    “Dia sudah punya pacar atau mungkin malah suami. Saya tidak mau menjadi pebinor, yang merusak rumah tangga orang lain,” sembur Iswanto ketika bertemu dengan Cakra dan Aura keesokan harinya.“Pria itu bukan pacar atau suaminya Jasmin. Saya sudah menyelidiki dengan cermat,” bantah Cakra sambil mempersilakan Iswanto untuk duduk.Dia memberi kode pada Aura agar membuatkan kopi bagi pria itu. Aura mengangguk sekilas sebelum meninggalkan keduanya.“Apa Anda yakin? Kalau bukan pacar, lalu dia siapa? Saya sudah terlanjur berharap pada Anda. Anda tahu sendiri kalau waktu saya sudah tidak banyak lagi,” ungkap Iswanto, yang kembali mengingatkan Cakra akan tujuannya mencari jodoh.“Tenang saja. Kita tetap lanjutkan rencana awal. Saya harap A

  • Bride For the Matchmaker    Merancang Pendekatan

    Mata Binar membelalak ketika bertemu pandang dengan Cakra. Sedetik kemudian, gadis yang mengenakan kaus sewarna tanah itu membalikkan badan, lalu berlari kencang. Cakra yang tidak menduga akan hal itu pun buru-buru mengejar, tapi sesosok tubuh mungil dengan kedua tangan terentang, menghalanginya.“Aden ada keperluan apa di sini?”“Minggir!” usir Cakra dengan suara meninggi.Namun, gadis itu malah semakin bertekad menghalangi langkahnya. Padahal tangan Cakra mulai berkeringat , karena mulai takut kehilangan jejak Binar.“Aden bilang dulu, mau apa ke sini? Aden ngikutin aku?” tuduh Aura dengan mata menyipit.Karena sudah tidak sabar lagi, Cakra meletakkan kedua tangan di pinggang Aura, kemudi

  • Bride For the Matchmaker    Melihat Jodoh Prabu

    Bahu Aura bergerak naik turun beberapa kali, tanda sedang mengatur pernapasan. Ini bukan kejadian pertama kali, harusnya dia sudah lebih berpengalaman, tapi kenapa masih bisa sepanik ini? Dia masih merasa cemas kalau-kalau terjadi sesuatu saat Cakra mengurung diri.“Tenang Aura, pasti tidak akan ada masalah. Kamu harus berpikir dengan kepala dingin,” bisik Aura pada dirinya sendiri.Tak butuh waktu lama bagi Aura untuk kembali bersikap rasional. Dia sudah bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil.“Den!” teriak Aura sambil mengetuk pintu dengan lebih keras. Dia mengetuk dengan irama lagu kekinian yang ada di platform joget-joget. Kalau kesimpulannya tepat, dalam beberapa detik lagi pintu pasti akan terbuka.“Iya, sebentar. Stop ketuk pin

  • Bride For the Matchmaker    Prabu

    “Baiklah. Akan kuberi satu kesempatan,” ucap Cakra dengan ragu.Sebenarnya, dia tidak mau meladeni Prabu, takut kalau pria itu ternyata adalah benar jodoh Aura. Namun, dia kembali teringat dengan Hansel, kalau pria itu bisa diberi kesempatan, seharusnya dia bisa memberikan kesempatan yang sama pada Prabu.“Saya sudah menantikan jawaban ini cukup lama. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera melamar Aura.” Binar di mata Prabu membuat Cakra terdiam.Kalau rasa cinta Prabu sedemikian besar untuk Aura, seharusnya dia bisa mengusahakan untuk membantu. Bukan malah menjegalnya. LAgipula, Cakra sudah putus asa dalam mendapatkan jodoh.“Saya akan menemuimu besok jam 9 di Kafe Jingga. Silakan bawa Aura ke sana, tapi saya hanya akan mengawasi dari kejau

  • Bride For the Matchmaker    Tarik Ulur

    “Tutno ngasi mentok!” Cakra membaca mantra, membuat benang biru yang melingkari smartwatch berpendar. Benang itu bergerak memutar, kemudian ikatannya terbuka, lalu meluncur menuju jari kelingking. Benang biru itu menyusuri benang takdir, seolah itu adalah jalan yang harus dilewati.Cakra mengernyit, saat ini benang takdir Iswanto semakin mengendur dan terus memanjang. Ini berarti takdir pria itu mulai bergerak menjauh. Namun, saat sudah separuh jalan, tiba-tiba benang takdir memendek.“Ombo sing ombo meneh!” Cakra buru-buru memperluas jangkauan bola kristal.Cakra bisa melihat Iswanto, yang sedang mengangkat sebuah pot berisi bunga Daisy warna putih. Kemudian terlihat tempat duduk pesta yang dilapisi dengan beludru. Saat pandangan semakin lebar, Cakra bisa melihat jalan luas di depan gedung.

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status