Share

Bride For the Matchmaker
Bride For the Matchmaker
Penulis: IztaLorie

Lamaran yang Gagal

"Apa kamu yakin mau melamarnya?" tanya Rahardian saat Cakra menghubunginya melalui panggilan telepon dari parkiran restoran.

Sahabat Cakra itu bahkan tidak berbasa-basi menanyakan kabar padahal mereka sudah lama tidak bersua. Namun, Cakra tak kunjung menjawab pertanyaan itu. Dia malah teringat dengan Rista-sepupu yang meyakinkan untuk tetap melakukan lamaran ini. Padahal Cakra belum sepenuhnya yakin akan perasaannya untuk Yuyun.

Hal lain yang membuatnya ragu adalah tentang pasangan Yuyun. Jari kelingking wanita itu sudah terikat dengan benang merah perjodohan yang terlihat kusut. Ini menandakan kalau Yuyun sudah ada yang punya, entah berada di belahan dunia mana pria yang menjadi jodoh Yuyun.

"Sepertinya layak untuk dicoba. Aku tunggu kedatanganmu untuk menjadi saksi. Sepuluh menit! Jangan terlambat!" ucap Cakra yang akhirnya menjawab dengan nada serius untuk menutupi rasa gugup. 

Cakra segera menutup telepon itu sebelum ucapan lain dari Rahardian menggoyahkan keyakinannya. Kali ini, dia memastikan akan mendapatkan pasangan. Sesekali egois dan tidak memikirkan pasangan lain itu memang diperlukan dalam kondisi yang mendesak. Apalagi ini menyangkut kebahagiaannya sendiri.

Sewaktu masih muda, Cakra memilih pacar yang tidak terikat dengan benang merah. Itu membuat resiko memotong jodoh orang menjadi lebih kecil. Namun, ketika usianya sudah hampir menginjak 34 tahun, Cakra semakin merasa putus asa. Hidupnya selalu dibayangi dengan ramalan jodohnya. Kalau sampai di usia 35 tahun belum mendapatkan pasangan, maka dia akan melajang selamanya. 

Memilih Yuyun adalah tindakan gegabah karena berpotensi membuat orang lain jadi kehilangan jodoh. Kalau saja di dunia ini ada gunting yang bisa dipakai untuk memotong benang jodoh, Cakra pasti akan memutus lalu mengikatkan ujung benang Yuyun ke jari kelingkingnya sendiri. 

Cakra hanya berharap kalau jodoh Yuyun tidak akan muncul selamanya. Toh, sampai sekarang memang tidak terlihat keberadaan pasangan Yuyun.

Sudah lima menit Cakra berdiam diri di dalam mobil yang terparkir. Sekarang saatnya dia keluar dan menghadapi keraguan tentang lamaran yang masih menggantung. Setelah menyugar rambut, Cakra keluar dari mobil.

Langkahnya terasa berat ketika melangkah di jalan setapak menuju pintu masuk restoran. Restoran ini bergaya Belanda dengan jendela tinggi yang hampir mencapai langit-langit.

Pelayan berseragam hem warna maroon, membawanya masuk ke ruangan pribadi yang berada di bagian paling belakang. Terlihat balon berbentuk love yang tersebar di sekitar lampu gantung antik. Tak lupa untaian lampu hias yang berbentuk tulisan "Marry Me" yang akan dinyalakan ketika Cakra memberi kode kepada pelayan.

"Semoga Yuyun menyukainya," gumam Cakra saat melihat semua persiapan itu.

Decak kagum keluar dari bibir Cakra ketika melihat Yuyun memasuki ruangan tempatnya menunggu. Dress selutut warna delima membuat kaki Yuyun terlihat semakin jenjang.

Cakra berlutut dengan satu kaki, tepat ketika Yuyun berhenti di hadapannya. Cowok itu bahkan melupakan Rahardian yang sudah didaulat menjadi saksi.

Tanpa pikir panjang, diambilnya sebuah kotak beludru dari saku jas. Sebuah cincin berkilau ketika tutupnya dibuka.

"Maukah kamu menikah denganku?" tanya Cakra yang perlahan-lahan mendongak untuk melihat reaksi Yuyun.

Mata wanita itu berbinar cerah, kedua tangannya berada di depan mulut. Tadinya, ini memang reaksi yang Cakra harapkan. Namun seberkas kilau lain dari tangan cewek itu membuatnya terbelalak. Benang merah yang terikat di jari kelingking Yuyun terlihat mengencang. Seolah-olah ada yang menarik benang panjang yang tadinya tergerak pasrah di lantai.

Cakra menutup mata sejenak. Ketika membuka mata lagi, dia bisa melihat ujung benang merah menunjukkan siapa pasangan dari Yuyun. Dengan cepat Cakra menutup kotak perhiasan dan berdiri tegak.

"Lupakan saja soal lamaranku tadi," ucap Cakra yang membuat Yuyun mengerjap.

"Apa ini lelucon? Baru saja kamu melamarku, tapi sudah membatalkannya dalam sekejap mata. Aku bahkan sudah hampir mengatakan iya!" protes Yuyun yang wajahnya mulai memerah.

Suara tepuk tangan membuat keduanya menoleh. Cakra memperhatikan sosok sahabatnya yang terlihat sinis ketika memasuki ruangan itu.

"Aku tidak menyangka kalau harus mengalami kejadian ini denganmu. Berulang kali aku mendengar tentangmu yang selalu menjaga jodoh orang lain. Namun, aku tidak membayangkan kalau kamu juga menjaga pacarku selama aku kerja diluar pulau."

"Bukankah aku teman yang baik?" tanya Cakra yang dibarengi dengan seringai miris.

"Baik? Lebih tepatnya berengsek! Dan kamu!" tuding Rahardian pada Yuyun yang bergerak-gerak gelisah.

"Kamu mau jawab iya untuk lamaran Cakra? Apa kamu sudah tidak waras? Kamu anggap apa hubungan kita selama ini?"

"Aku bisa jelaskan ini," ucap Yuyun yang menoleh pada Cakra dan Rahardian secara bergantian.

"Jangan salah paham. Aku hanya sedang membantu Cakra untuk berlatih melamar pacarnya. Tentu saja bukan aku yang dilamar," ucap Yuyun dengan tertawa kecil.

Namun, itu membuat dahi Rahardian berkerut. Bibirnya terkatup rapat-rapat seolah kehabisan bahan pembicaraan.

"Lebih baik kalian selesaikan masalah ini. Kalau kamu sudah selesai, silakan temui aku. Kita selesaikan masalah kita," sela Cakra.

"Dan aku kembalikan jodohmu. Urus dia dengan baik hingga tidak ada laki-laki lain yang menjaganya," lanjut Cakra sambil menyisipkan kotak cincin ke tangan Rahardian.

Setelah keluar dari restoran, Cakra mengubah arah langkahnya. Bukannya kembali ke mobil, dia malah masuk ke mall yang berada tepat di samping restoran tadi. Niatnya adalah untuk mendinginkan kepala sebelum menghadapi Rahardian.

Pertama-tama, dia harus memberi mereka berdua kesempatan untuk berbicara terlebih dahulu. Setelah suasana tenang, Cakra pasti akan meminta maaf pada Rahardian. Kejadian ini memang diluar dugaan karena dia tahu kalau sahabatnya punya pacar, tapi tidak benar-benar memperhatikan siapa namanya. 

Rupanya benang merah Yuyun yang kusut dan panjang itu disebabkan karena pasangannya begitu jauh. Namun, Cakra tidak menyangka kalau jodoh yang hampir ditikung adalah milik temannya sendiri.

Suasana hati yang kacau membuat konsentrasinya terganggu. Segera saja benang-benang merah bermunculan ketika dia melangkahkan kaki masuk ke dalam Mall. Ini adalah keistimewaan yang dimilikinya sebagai keturunan keluarga Gilmore. Dia dapat melihat benang merah yang terikat di jari kelingking orang-orang yang terikat dengan pasangannya.

Namun kelebihan itu diikuti dengan sebuah kutukan. Sampai sekarang, Cakra tidak bisa melihat benang merah yang melingkar di jari kelingkingnya. 

Beberapa kali dia mencoba menjalin hubungan dengan wanita yang menarik, tapi selalu saja berakhir dengan kegagalan. Dia malah dengan ikhlas menyerahkan wanita-wanita itu ke pasangan sejatinya.

Sampai-sampai karyawannya memberi julukan sad boy, karena nasibnya sama seperti second lead di drama-drama Korea. Berakhir menjadi cowok yang menjaga jodohnya first lead.

Dering gawai membuat dahinya berkerut. Pasalnya, orang yang gencar menyuruh untuk mengajukan lamaran sekarang menunggu panggilan itu diangkat.

"Gimana? Pasti sukses besar?" tanya suara dari seberang dengan nada girang.

"Sukses untuk Rahardian. Bukan untukku. Apa kamu benar-benar mendapatkan penglihatan tentang aku yang bersama dengan Yuyun dalam pernikahan? Hari ini aku baru tahu kalau Yuyun dan Rahardian berjodoh. Mereka juga sudah lama berpacaran. Kali ini kamu sudah salah besar, Sist," keluh Cakra yang memilih duduk karena tiba-tiba merasa lelah. 

"Memangnya aku bilang kalau kamu akan menikah dengan Yuyun? Aku cuma bilang lakukan lamaran di depan Rahardian. Jodoh Yuyun akan ditemukan. Coba kamu ingat-ingat lagi?" kilah Rista yang terkekeh. 

"Seharusnya aku bisa menduganya. Dasar penyihir!" 

Suara kekehan itu semakin kencang. Ini adalah umpatan favorit Cakra untuk sepupunya tersayang yang suka ikut campur urusan orang lain.

"Tenang saja, Bro. Kamu pasti dapat jodoh. Masa iya makcomblang nggak bisa dapat jodoh untuk diri sendiri?" sela Danar yang rupanya ikut mendengarkan. 

"Kalian memang suka menggodaku. Apa sikap seperti itu bisa dibilang sepupu yang baik?" ucap Cakra menahan geli. 

Kedua sepupunya memang lebih muda, tapi terkadang lebih bijak dari dirinya yang sudah kepala tiga. Terlebih lagi Rista, yang mempunyai kemampuan meramal.

"Kra, hati-hati dengan penggoda cilik. Dia akan membuat hidupmu tidak cuma merah, tapi hitam dan merah muda juga," pesan Rista sebelum menutup panggilan. 

Cakra memikirkan ucapan terakhir Rista. Apa ini sebuah ramalan atau sebuah nasihat?

Cowok itu bangkit berdiri, memasukkan gawai ke saku kemudian kembali melangkah. Mungkin dia harus mengelilingi semua lantai mall agar lebih tenang. Baru juga menjalani sepuluh langkah, dia sudah kembali berhenti. 

Sebuah gulungan benang rajut warna merah menggelinding ke arahnya. Cakra menunduk untuk meraih gulungan yang sebesar bola sepak itu. Sebuah seringai menghiasi bibir, benda ini terlihat seperti benang merah takdir yang sering dilihatnya. 

Cakra menoleh ke arah kanan, tempat asal gulungan itu. Rupanya berasal dari toko alat jahit yang bersebelahan dengan toko alat olah raga langganan Cakra. Seorang wanita dengan tinggi rata-rata menghampirinya. Tangan cewek itu dipenuhi dengan benang yang kusut.

"Seharusnya kamu tidak menarik benang ini terlalu kencang. Itu akan menyebabkan gulungan ini berlari menjauhimu," ucap Cakra ketika mengembalikan benda yang dipungutnya tadi. 

Dahi Cakra berkerut ketika melihat cewek malah menatapnya dengan mulut terbuka lebar. Pandangan Cakra menyapu tangan kurus cewek itu untuk mencari-cari keberadaan benang takdir. 

Namun, benang itu tidaklah terlihat. Mungkin karena dirinya yang sedang susah berkonsentrasi atau karena benang rajut yang melingkari tangan cewek itu, pandangannya jadi kacau. 

"Sebagai ucapan terima kasih, bisakah aku mendapatkan nomor teleponmu?"

Pertanyaan tidak wajar dari cewek itu membuat ujung bibir Cakra naik. Apa cewek ini tertarik dengannya? Bagaimana mungkin dia berurusan dengan cewek yang terlihat begitu muda. Jangan-jangan ini yang dimaksudkan dalam ramalan Rista?

Sebelum Cakra sempat bereaksi. Cewek itu terlihat mengangkat panggilan yang mendesak. "Apa kamu bisa tunggu di sini dulu? Aku segera kembali. Jangan kemana-mana."

Cakra memperhatikan ketika cewek itu berlari menjauh tanpa mengatakan alasan kenapa harus menunggu. Namun, suara nada dering dari gawainya mengusik pengamatan Cakra. 

"Halo, Bos. Anda harus ke kantor secepatnya. Beberapa wanita menerobos masuk dan mengubrak-abrik kantor."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status