Share

3. Kingston Surrey

Hari itu, Amanda membawa Evelyn dan juga Elying ke rumah Neneknya. Dalam perjalanan, Evelyn hanya berdiam diri. Berbeda dengan Elying yang tampak sibuk membaca sebuah buku. Sesekali Amanda menatapnya dari kaca spion tengah broadway.

Amanda menghela napas. Kejadian akhir-akhir ini memang membuat wanita yang baru genap berumur 35 tahun itu hampir frustasi. Namun, Amanda tergolong wanita yang kuat. Ya, sekuat apapun dia bertahan pasti ada titik di mana dia harus merasakan jenuh.

Perjalanan kurang lebih dari 1 jam yang harus Amanda tempuh. Kington Surrey kota yang Amanda tuju. Dalam perjalanan semua hanya terdiam, bahkan Flying dan Evelyn tertidur. Sedangkan Amanda fokus sibuk menyetir.

Sesampai di rumah Sang Ibu, Amanda memarkirkan mobilnya di garasi sebelah rumah. Tampak seorang wanita tua, sekitar umur 70 tahun keluar dari dalam rumah. Wanita tua tersebut tersenyum melihat kedatangan putri semata wayangnya, Amanda beserta kedua cucu kesayangannya.

Amanda membangunkan Elying dan Evelyn. Keduanya langsung terbangun dan menatap ke luar jendela.

"Apa kita sudah sampai, Bu?" tanya Elying pelan. Berbeda dengan Evelyn, anak itu langsung keluar dari mobil dan berjalan mendekati Sang Nenek.

"Apa kabar, Sayang!" ucap Nenek Pamela pada Evelyn.

"Baik, Nek!" balas Evelyn.

Respon Evelyn sangat berbeda pada Sang Nenek. Evelyn langsung memeluk Nenek Pamela. Amanda yang memperhatikan keduanya tersenyum.

"Kenapa dia begitu berbeda, jika berada di samping Neneknya?" lirihnya.

"Ayo Ibu, kita ke sana," Elying menggandeng tangan Ibunya, menariknya untuk segera masuk ke rumah Nenek Pamela.

Nenek Pamela tinggal seorang diri di kota Kingston. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Evelyn memang sangat dekat dengan Nenek Pamela, dan sangat menurut dengan Nenek Pamela.

Keputusan Amanda memindahkan Evelyn di kota Kingston, karena permintaan dari Elying. Amanda akhirnya menuruti, dan Evelyn sama sekali tak menolaknya, karena Evelyn memang sangat menginginkan tinggal bersama Neneknya. Kehidupan baru Evelyn bermula dari sini.

"Eve, ayo bangun. Di luar cuaca sangat cerah," ujar Elying.

Dia menggoyang-goyangkan tubuh Evelyn. Anak itu hanya menggeliat sebentar, kemudian dia berganti posisi, lalu kembali tak bergerak. Evelyn kembali tertidur, Elying pun kembali membangunkan adiknya.

"Eve, bukankah hari ini kau akan survei sekolah barumu?"

Untuk sesaat suasana hening, setelah itu Evelyn bergerak dan bangun dari tidurnya, berhenti sejenak membiarkan tenaga terkumpul. Matanya masih belum sepenuhnya terbuka.

"Ayo, bangun. Ibu sudah siap!" ujar Elying.

"Iya, aku sudah bangun," lirihnya pelan.

Evelyn menyibakkan selimut dari badannya. Dia berjalan gontai meninggalkan Elying, dan masuk ke dalam kamar mandi. Elying hanya menarik napas, lalu tangannya meraih selimut dan melipatnya. Setelah selesai merapikan ranjang Evelyn, Elying berteriak tepat di depan sebuah pintu.

"Eveee, jangan lama-lama ya!" teriaknya. Namun, tak ada respon dari Evelyn, yang ada hanya suara air yang terdengar. Elying mengangkat bahunya, lalu dia melangkah keluar

"Mana Evelyn?" tanya nenek Pamela.

"Dia sedang mandi, Nek!" jawab Elying.

"Apa Eve sudah siap, El?" tanya Amanda yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.

"Mungkin sebentar lagi dia akan selesai, Bu!" balas Elying.

Amanda berjalan mendekati Ibunya yang tengah sibuk di dapur. Wanita cantik tersebut membantu Ibunya membawakan piring berisi roti panggang. Amanda menaruhnya di atas nakas. Nenek Pamela menyusul Amanda dan duduk di kursi. Wanita berumur 70 tahun ini masih terlihat sehat.

"Kenapa kalian berdua tidak tinggal sekalian disini?" saran Nenek Pamela.

"Nanggung Nek. Mungkn setelah lulus saja, El akan tinggal disini," jawab Elying.

"Amanda ...."

"Aku baru saja mengawali karierku, Bu!" ucap Amanda.

Nenek Pamela menarik napas, memahaminya. Akan tetapi, wanita tua tersebut sudah cukup senang, karena Evelyn tetap tinggal dan menemaninya. Beberapa menit setelah itu, Evelyn yang sudah siap bergabung di ruang makan dengan yang lainnya.

Amanda memarkirkan mobil di salah satu sekolah ternama di Kingston Surrey. Wanita tersebut segera melepas seatbell dan keluar dari dalam mobil. Evelyn segera menyusul sang Ibu keluar dari dalam mobil, anak berusia 10 tahun tersebut mendekati Ibunya.

"Bagaimana?" tanya Amanda, "Nenek yang merekomendasikan sekolah ini untukmu."

Evelyn terdiam sesaat, kemudian dia menganggukkan kepalanya tanda setuju.

__***__

Kehidupan baru untuk Evelyn setelah dia pindah sekolah di kota Kingston. Evelyn tidak merasa kesulitan untuk beradaptasi di tempat tersebut. Tak butuh waktu lama, Evelyn berbaur dan mendapatkan teman baru. Mungkin dengan begini, Evelyn akan melupakan semuanya, melupakan tentang sakit hati atau kekesalannya. Tak bisa dipungkiri Evelyn memang sangat benci dengan Ayahnya.

Bagi Evelyn, tinggal dengan Nenek Pamela memang bukan hal baru. Kalaupun disuruh memilih pun, Evelyn lebih memilih tinggal dengan Neneknya. Bukan berarti dia benci dengan Ibunya, hanya saja Evelyn sudah benar-benar kecewa dengan kedua orang tuanya.

Nenek Pamela pun dari dulu selalu mengajari Evelyn hal-hal baik. Untuk kali ini pun, Nenek Pamela juga memberi penjelasan dan pengertian pada Evelyn kenapa kedua orang tuanya harus bercerai. Di umur Evelyn yang masih 10 tahun memang umur yang dibilang masih belia untuk mengetahui apa itu perceraian.

Suasana baru yang ada di rumah Nenek Pamela tentu saja memberikan aura yang positif untuk Evelyn. Lima bulan setelah pindah di kota Kingston Surrey, Evelyn kembali berprestasi. Hal ini tentu saja membuat Amanda menjadi sangat bahagia, seperti halnya Elying. Mendengar kedua putrinya kembali berprestasi, Amanda tak lagi merasa khawatir. Wanita tersebut mulai bisa fokus akan masa depannya juga. Tak hanya itu, di kantor pun Amanda sudah mulai mengejar jenjang kariernta yang sempat terhenti karena dia harus menikah dengan Anthony.

Setiap akhir pekan atau bertepatan dengan liburan, Amanda selalu menengok Evelyn. Sebagai Ibu, dia tetap harus memperhatikan Evelyn. Anak berusia 10 tahun itu memang sudah kembali seperti semula. Dia kembali menjadi anak yang ceria, anak yang aktif, dan murah senyum.

"Aku juga ingin tinggal disini!" celetuk Elying.

"Nenek akan sangat bahagia jika kau tinggal disini bersama dengan Nenek dan Evelyn,"

"Tapi untuk saat ini Elying belum bisa, Nek. Aku menunggu sampai lulus nanti," terangnya.

"Tidak apa, fokuslah dulu!" balas Evelyn.

"Benar apa yang di ucapkan Evelyn. Nanti jika saatnya tiba, kau juga akan tinggal disini bersama dengan Nenek," sahut Nenek Pamela. "Benar 'kan, Amanda?"

"Hah? Apa, Bu?"

Amanda memang sedang tidak dalam keadaan konsentrasi, dia tengah sibuk dengan laptopnya. Walaupun weekend pun, Amanda selalu menyempatkan mengerjakan tugas-tugas kantornya.

"Maaf, Bu. Aku sedang tidak fokus mendengarkan pembicaraan kalian," ujar Amanda.

"Akhir-akhir ini, kau memang terlihat sangat sibuk. Pesan Ibu, sesibuk apapun kau harus tetap memperhatikan anak-anakmu. Jangan sampai nanti kau menyesal," saran Pamela.

Amanda melepaskan kacamatanya dan menaruhnya di atas nakas, lalu dia menatap wanita tua yang sedang duduk di seberang meja.

“Kau paham 'kan apa yang Ibu maksud?" Pamela menatap Amanda.

“Tentu saja aku paham, Bu. Ibu tidak perlu khawatir!" Amanda sedikit membuat wanita tua tersebut bernapas lega. Bukan tidak ingin, cucu-cucunya mengikuti jejak anaknya, tapi ada baiknya memang berjaga-jaga. Apalagi Elying dan Evelyn, mereka semua adalah anak gadis. Pamela memang menyayangi kedua gadis itu.

Buah jatuh memang tak jauh dari pohonnya, seperti itulah kata pepatah. Peribahasa yang memang menggambarkan watak dan perilaku seseorang.

Kekhawatiran apa yang Pamela rasakan?

Temukan jawabannya dichapter 4!

To be Continue dear 。・:*:・(✿◕3◕)❤

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
penasaran. q lanjut ya kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status