Beberapa hari setelah resmi cerai, Amanda membawa kedua putrinya kembali ke rumah mereka yang dulu. Ya, rumah yang sangat kecil dan sederhana. Elying dan Evelyn pun tidak masalah tinggal di rumah yang berukuran sedang.
Amanda pun kembali bekerja di kantornya dulu. Wanita itu memang sudah diminta untuk kembali bekerja di kantor tersebut. Atasan yang meminta untuk kembali bekerja. Richie Hart, atasan Amanda memang sangat memperhatikan keadaan keluarganya, apalagi sebelum Amanda menikah. Elying dan Evelyn kembali bersekolah seperti biasa.
Beberapa bulan setelah itu, semua berjalan seperti semula. Namun, sedikit ada yang berbeda dari Evelyn. Evelyn sering terlihat murung dan melamun. Setiap pulang dari sekolah dia kerap sekali langsung masuk ke dalam kamar dan mengurung diri. Entah apa yang terjadi padanya. Hal ini sering membuat Amanda khawatir.
Sang Ibu, Amanda memang sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai seorang wanita karier yang mulai meniti kariernya dari awal. Dia ingin mengulangi apa yang belum dia capai dulu sebelum menjadi menikah.
Perubahan dari Evelyn membuat Elying curiga. Gadis yang sedang beranjak dewasa itu terus memantau sang adik, Evelyn. Disaat Ibunya mulai sibuk dengan dunianya. Disini peran Elying mulai terlihat. Evelyn yang mulai sedikit aneh membuat sang Kakak mulai sedikit mencari tahu.
Pagi itu Evelyn tampak duduk termenung di sebuah bangku kayu yang ada di sekolahnya. Pandangannya kosong, entah dia yang dia pikirkan. Dia tampak seperti orang linglung. Sesaat setelah itu, seorang murid perempuan mendekatinya dan duduk di samping Evelyn.
"Eve ..." panggilnya. Evelyn hanya menoleh sebentar, setelah itu dia kembali lagi menatap ke depan.
"Bagaimana?" tanya anak perempuan yang bernama Marion, "Apakah enak menjadi anak broken home?" imbuhnya bertanya.
Evelyn kembali menatap Marion. Tatapannya sungguh membuat Mario bergidik ngeri. Tiba-tiba, tangan Evelyn menarik rambut Marion sangat kuat. Evelyn menariknya hingga Marion berteriak histeris. Seketika sekolah pagi itu gempar karena teriakan Marion. Para murid pun berusaha memisahkan mereka berdua, bahkan sampai para guru ikut turun tangan.
Akhirnya setelah mereka dapat dipisahkan, Evelyn dan Marion dibawa ke ruang kepala sekolah. Saat itu, Marion berusaha membela dirinya sendiri, sedangkan Evelyn tampak diam tak bersuara sedikit pun. Hukuman pun diberikan pada mereka berdua. Terlebih pada Evelyn. Evelyn saat itu sama sekali tak membela dirinya sendiri, bahkan sampai hukuman diberikan pada Evelyn, dia pun tetap diam seribu bahasa.
Kabar hukuman skor dari sekolah untuk Evelyn sampai juga di telinga Amanda, Ibunya. Sepulang dari kantor, Amanda yang melihat Evelyn duduk dengan pandangan kosong menatap jendela. Amanda mendekati Evelyn, membelai rambutnya. Evelyn hanya diam tidak merespon.
"Eve, Ibu minta maaf jika akhir-akhir ini sangat sibuk. Sampai Ibu tidak memperhatikanmu juga Elying," jelas Amanda.
Evelyn tidak merespon sama sekali, dia masih sama, hanya diam seribu bahasa. Amanda semakin dibuat khawatir olehnya, wanita itu takut jika Evelyn depresi.
"Eve, bicaralah pada Ibu. Kenapa kau diam terus? Jangan membuat Ibumu takut dan khawatir!"
Amanda, memegang bahu Evelyn dan menarik menghadapkan tubuh Evelyn berhadapan dengan dia. Kedua tangan Amanda menangkup wajah Evelyn.
"Kenapa kau diam? Lihatlah mata Ibu, Eve!" seru Amanda.
Evelyn menatap manik mata sang Ibu. Terlihat sangat berbeda tatapan itu.
"Aku ingin tinggal bersama dengan Nenek!" ujar Evelyn.
"A-apa?!"
"Aku ingin tinggal bersama dengan Nenek!" Evelyn mengulang ucapannya. Amanda terdiam.
"Ibu mendengarnya 'kan. Aku ingin tinggal bersama dengan Nenek!"
Kembali Evelyn mengulang dan menekan kata-kata tersebut. Tangannya melepaskan tangkupan tangan sang Ibu. Lalu, dia beranjak pergi meninggalkan Ibunya. Bersamaan dengan itu, Elying yang baru pulang melihat sebagian adegan tersebut.
"Ibu ...." panggilnya.
Amanda menoleh ke arah Elying, kemudian duduk kembali ke sofa. Sesaat setelah itu tangan kanannya memijit-mijit pelipisnya. Elying melangkahkan kakinya mendekati sang Ibu, lalu dia duduk di samping Ibunya.
"Ibu, aku rasa Evelyn dalam keadaan tertekan. Dia belum pernah bertindak kasar seperti itu, apalagi sampai menjambak rambut," jelas Elying.
Amanda menoleh menatap putri sulungnya. Dia merasa sangat bersalah pada kedua putrinya. Sejak resmi bercerai dengan Anthony, Amanda memang banyak menyibukkan dirinya dengan pekerjaan di kantor.
"Evelyn menjadi bahan ejekan di sekolahnya. Yang aku dengar hari ini, dia menjambak teman sekelasnya, karena kesalahannya itu Evelyn mendapatkan hukuman!" papar Elying. Elying bangkit dari duduknya.
"Aku rasa lebih baik Ibu mengantarkan Evelyn ke tempat Nenek. Aku tidak masalah hidup terpisah dengan Eve, mungkin dengan seperti itu Evelyn bisa kembali seperti semula," tambah Elying.
"Ta-tapi I-ibu--"
"Kalau Ibu sayang denganku atau Eve, Ibu pasti tahu apa yang terbaik buat kami!" Elying pergi meninggalkan Ibunya.
Semua berjalan begitu saja. Bukan masalah apa, tapi tiap anak-anak itu mempunyai mental yang berbeda-beda. Tidak ada seorang anak yang menginginkan orang tuanya bercerai. Tapi jika memang hal itu tidak bisa dipertahankan lagi, jalan satu-satunya memang berpisah. Namun, terkadang perubahan sikap yang dialami oleh anak yang berasal dari keluarga broken home disebabkan oleh kurangnya kasih sayang dari salah satu orang tua.
Dampak psikologis. Setiap keluarga yang mengalami broken home biasanya akan berdampak pada anak-anaknya. Orang Tua tidak pernah memikirkan konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Dampak paling utama yang akan melekat sampai anak tersebut dewasa adalah dampak psikologis. Seorang anak dapat berkembang dengan baik jika kebutuhan psikologisnya juga baik. Anak yang mengalami broken home memiliki ketakutan yang berlebihan, tidak mau berinteraksi dengan sesama, menutup diri dari lingkungan, emosional, sensitif, temperamen tinggi, dan labil.
Mungkin itulah yang terjadi pada Evelyn sekarang. Anak yang baru berusia 10 tahun harus melihat Ayah dan Ibunya berpisah, dan dia harus mengalami bullyan di sekolahnya. Hal ini sangat berpengaruh besar pada mental seorang anak, Evelyn menjadi sangat malas dan tidak ada semangat. Mengakibatkan dia tidak mempunyai minat berprestasi.
Keadaan seperti itu bisa merusak jiwa anak, sehingga dalam proses pembelajaran di sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin, selalu membuat keonaran dan kerusuhan, hal ini dilakukan karena anak-anak itu cuma ingin mencari simpati pada teman-temannya atau pada para guru. Suasana dan keadaan keluarga itu sendiri yang mau tidak mau menentukan bagaimana dan sampai dimana hal yang dialami dan dicapai oleh anak-anak.
Broken home adalah kurangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang orang tua, sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal, dan susah diatur.
Amanda menatap Elying sampai dia hilang dibalik pintu kamarnya. Setelah itu dia merenung kembali.
Apakah aku salah mengambil langkah ini? Tapi aku benar-benar sudah tidak kuat jika harus terus bertahan. Aku benar-benar sakit hati dan kepercayaan-ku pada Anthony sudah benar-benar hilang! Batinnya dalam hati.
Tak terasa air matanya kembali mengalir membasahi pipinya. Antara dia merasa sangat bersalah pada anak-anaknya, dan dirinya yang sudah tidak kuat menjalani rumah tangga dengan Anthony. Satu-satunya jalan, mungkin harus membawa Evelyn pada Neneknya. Mungkin dengan begitu, Evelyn akan kembali seperti semula. Kini, Amanda memang tak punya pilihan lain lagi, sepertinya memang dia harus menitipkan Evelyn pada Neneknya.
Semua keputusan yang dia ambil semuanya memang sudah dia pikirkan matang-matang, termasuk perpisahannya dengan Anthony dan juga kembalinya dia bekerja sebagai wanita karier. Satu-satunya yang ada dalam pikiran Amanda adalah membesarkan kedua anak-anaknya, agar mereka bisa lebih baik dari dirinya. Akan tetapi, mungkin seterusnya Elying-lah yang akan dia utamakan, karena Evelyn akan tinggal dengan Neneknya. Tapi bukan berarti Amanda lepas tanggung jawab pada Evelyn. Ini hanya untuk sementara sampai Evelyn kembali seperti semula.
"Saat ini mungkin Eve sangat tertekan hidup denganku. Mungkin dengan dia tinggal dengan Neneknya, dia bisa melupakan sedikit demi sedikit."
Amanda mengusap air matanya, lalu dia meraih tasnya dan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Menutup kamarnya dan menyandarkan tubuhnya di pintu kamarnya. Rasa sakit itu kembali wanita itu rasakan.
Sepertinya tidak begitu ngefeel š see ya on next chapter.
To be continue,
Hari itu, Amanda membawa Evelyn dan juga Elying ke rumah Neneknya. Dalam perjalanan, Evelyn hanya berdiam diri. Berbeda dengan Elying yang tampak sibuk membaca sebuah buku. Sesekali Amanda menatapnya dari kaca spion tengah broadway. Amanda menghela napas. Kejadian akhir-akhir ini memang membuat wanita yang baru genap berumur 35 tahun itu hampir frustasi. Namun, Amanda tergolong wanita yang kuat. Ya, sekuat apapun dia bertahan pasti ada titik di mana dia harus merasakan jenuh. Perjalanan kurang lebih dari 1 jam yang harus Amanda tempuh. Kington Surrey kota yang Amanda tuju. Dalam perjalanan semua hanya terdiam, bahkan Flying dan Evelyn tertidur. Sedangkan Amanda fokus sibuk menyetir. Sesampai di rumah Sang Ibu, Amanda memarkirkan mobilnya di garasi sebelah rumah. Tampak seorang wanita tua, sekitar umur 70 tahun keluar dari dalam rumah. Wanita tua tersebut tersenyum melihat kedatangan putri semata wayangnya, Amanda beserta kedua cucu kesayangannya. Aman
"Apa! Ayah akan menikah lagi?!" Enam bulan telah berlalu, belum sembuh rasa trauma yang dirasa Evelyn. Kini Evelyn harus mendengarkan kabar buruk. Kabar buruk yang disampaikan oleh Ibunya sendiri tentang sang Ayah. Amanda mengangguk pelan, "iya, sayang. Ayahmu akan menikah lagi." "Lalu, kenapa Ibu memberitahuku akan hal itu?!" "Ayahmu meminta Ibu untuk memberitahukan padamu juga Kakakmu, Elying. Ayahmu menyuruhmu untuk datang ke acara pernikahannya," jelas Amanda. "Tidak!!!" teriak Evelyn, "aku tidak akan pernah datang ke acara pernikahan dia!" lanjut Evelyn. Evelyn benar-benar menolak tawaran untuk hadir di acara pernikahan Ayahnya. Dia masih enggan untuk bertemu dengan Ayahnya ataupun bertatap muka langsung. Ya, Evelyn masih merasakan rasa sakit di hatinya. Dia benar-benar muak dengan Ayahnya sendiri. Amanda pun tidak bisa memaksakan kehendak kedua anaknya tersebut. Elying pun menolak undangan tersebut, dan sekarang gilirannya untuk
Setelah Anthony menikah lagi, pria tersebut langsung menghilang bak ditelan bumi, sama sekali tak ada kabar. Namun, 7 tahun kemudian Anthony muncul lagi. Pria itu berdiri di depan gerbang sekolah Evelyn. Evelyn yang hari itu tampak lesu, dikarenakan dia habis kena tegur wali kelasnya. Kesalahan Evelyn saat itu adalah dia ketahuan menyontek. Evelyn yang dulu terkenal sebagai murid yang rajin dan pandai. Cuaca hari itu begitu sangat mendung. Gulungan awan hitam mampu mengusir sinar matahari yang menyengat. Ya, hamparan awan hitam terus bergerak menutupi awan putih. Sesaat terdengar suara gemuruh petir yang menandakan hujan akan segera turun. Gadis berambut blondy dengan manik mata berwarna biru melangkah menuju gerbang sekolah. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Sorot matanya tajam menatap seseorang. Anthony yang sadar akan kedatangan Evelyn segera memposisikan dirinya berdiri tegap dari sandarannya di mobil. Evelyn memasang muka tidak suka aka
Sekolah Evelyn SMA Kingston kedatangan murid pindahan. Murid laki-laki ini langsung menjadi sorotan di sekolah barunya. Terutama murid-murid perempuan. "Ayo masuk!" Ajak anak laki-laki itu. Evelyn pun menurutinya masuk ke dalam gerbang sekolah. Untung mereka berdua tidak telat sampai di sekolah. Anak laki-laki yang berperawakan tegap, tampan, maskulin, dan murah senyum itu ternyata adalah seorang murid baru. Anak laki-laki yang sama. Evelyn terus menatap punggung anak laki-laki yang ada di depannya. Evelyn tersadar ketika ada seseorang memanggilnya dari kejauhan. "Eveee!! Kau mau masuk kelas senior?" "A-apa? Ke-kelas senior?" Evelyn terlihat kaget. Ternyata dia tak sadar mengikuti anak laki-laki tersebut. "Kau mau ikut masuk ke dalam?" tanyanya. Evelyn tersenyum malu, dia langsung membalikkan badannya meninggalkan anak laki-laki tersebut. Evelyn berlari masuk ke dalam kelasnya, dan disambut riuh oleh teman-teman sekelasnya. Evelyn meng
Menjalani kehidupan bukanlah suatu yang mudah. Ada saja masalah atau persoalan hidup yang harus dihadapi, terlepas itu berat atau tidak setiap orang pernah mengalami sulitnya hidup. Hidup memang selalu membutuhkan semangat agar tidak mudah putus asa dan selalu optimis bahwa hari esok akan menjadi hari yang membahagiakan. Layaknya roda, kehidupan terus berputar, terkadang kita sering merasa masalah yang kita hadapi berat dan membuat kita berpikir bahwa masalah tersebut tidak akan berlalu. Namun, percayalah semua hal di dunia ini tidak ada yang permanen dan suatu saat akan berlalu termasuk masalah kita. Smangat hidup sangat dibutuhkan oleh semua orang, hal ini lantaran semangat akan membuat kita tak pernah berhenti berjuang untuk setiap kebaikan. Sebagai manusia kita juga harus selalu berpikir positif bahwa setiap masalah yang dihadapi merupakan cara agar kita bisa baik satu tingkat lebih baik. Namun, ada kalanya orang-orang terdekat juga bisa membuat kita kembali pada titik keterpuru
Acara pesta ulang tahun yang diadakan oleh Amanda untuk anaknya yang bernama Evelyn telah berakhir. Para undangan satu persatu pulang meninggalkan tempat tersebut. Tersisa hanya Alice, Sabrina, dan Nicholas. Amanda mendekati ketiga sahabat dari anaknya, Evelyn. Amanda tersenyum sumringah menatap ketiganya. "Terima kasih, kalian sudah datang ke acara ini. Hanya sebuah acara pesta ulang tahun kecil-kecilan, tapi ini mungkin akan sangat berarti untuk Evelyn," terlihat sangat jelas mata Amanda berkaca-kaca. "Sama-sama, Aunty. Kami pun sangat senang bisa berada disini, terlebih berada di sekitar Evelyn," ujar Alice. Amanda terlihat sangat bahagia. Ternyata di lingkungan Eve yang baru, Eve di kelilingi orang-orang yang sangat peduli dengannya. Amanda menatap Nicholas, wanita itu terlihat sangat asing dengan wajah anak laki-laki itu. Nicholas menunduk dan tersenyum. "Ini siapa?" Amanda menanyakan pada Alice. "Nicholas, Aunty. Panggil saja Nic
Evelyn melangkah lesu menyusuri trotoar. Hari itu masih pagi, baru sekitar jam 6 pagi, tapi Evelyn sudah tampak tak semangat dan terlihat tidak bersemangat. Dalam hati dia terus menerus mengomel-ngomel. Hingga akhirnya dia menabrak seseorang dijalan. "Awww!!" pekiknya. "Kalau jalan itu mata lihat ke depan, bukan menunduk, semua orang jadi kau hormati!" "Lagi pula kenapa kau berhenti di tengah jalan!" Evelyn ketus. "Tengah jalan? Ini pinggir jalan. Itu di depan zebra-cross, tempat pejalan kaki menyeberang!" Evelyn memiringkan kepalanya, menghindari tubuh yang sedang berdiri di depannya, lalu dia mendongak ke atas menatap rambu lalu lintas. "Oppzāsorry!" cicitnya. Saat lampu merah menyala, dengan reflek anak laki-laki itu menarik tangan Evelyn dan segera membawanya untuk menyeberang. Evelyn menurut saja saat tangannya ditarik olehnya. Setelah
Evelyn merenung duduk di sisi ranjang. Dia memegang kalung yang melingkar manis di lehernya. Kalung silver berliontin lumba-lumba itu terlihat sangat cocok terpasang di lehernya. "Cantik!" celetuk Evelyn. Senyuman mengembang di bibirnya. Namun, setelah itu mendadak sirna. Kembali dia teringat wajah pria brengsek itu. Evelyn mendongak, menatap jam yang menempel di dinding kamarnya. Hari sudah mulai beranjak senja. Tak lama setelah itu, terdengar sebuah teriakan memanggil namanya. "Eveeee!" "Yaaa!" "Ayo makan!" Evelyn melangkah mendekati pintu kamarnya. Namun, dia urungkan niatnya. Tangannya yang terulur, kembali dia tarik. Bukan tak mau bergabung untuk makan malam, tapi karena Evelyn mendengar ada suara pria brengsek itu. "Kenapa dia ada disini? Apa Ibu yang mengundangnya?" Eve melangkah kembali duduk di sisi ranjang. Dia benar-benar tidak ingin bertemu dengan pria itu. Eve menghembaskan tubuhnya. Dia