Share

Kedatangan Tamu Mengejutkan

Bab 4

Rahang lelaki yang saat ini sedang duduk di hadapan Angel mengetat. Sementara sorot tajamnya semakin dalam menghujam Angel. Kilasan adegan demi adegan kini menari-nari di depan matanya. Saat itu kedua orang Ben memintanya untuk menerima perjodohan dengan Angel lalu menikahi perempuan itu.

“Aku nggak mungkin nikah sama dia, Pi!” sentak Ben keras menolak permintaan orang tuanya. Ia baru saja kembali ke rumah, lalu tiba-tiba disuruh menikah dengan wanita yang tidak dicintainya.

“Tapi kamu wajib menikahi Angel!” balas pria berbadan tegap yang wajahnya merupakan kopasan Ben versi senior.

“Aku nggak mau, Pi. Aku nggak mencintai perempuan itu. Aku sudah punya kekasih!”

Sekeras diri Ben menolak, maka sekuat itu pula ayahnya memaksa.

“Putuskan kekasihmu itu! Papi nggak mau mendengar apapun alasan kamu. Atau kamu mau usaha kita hancur? Kalau memang itu yang kamu inginkan bersiap-siaplah untuk hidup miskin!”

BRAAAK!!!

Pintu dibanting sebelum Ben sempat menjawab.

Ben Evano, pria muda berusia dua puluh tujuh tahun itu mendengus. Ia benci dan sangat menentang keinginan orang tuanya yang bermaksud menikahkannya dengan Angel hanya demi kerjasama bisnis. Saat ini perusahaan keluarganya sedang berada di ujung tanduk. Mereka butuh suntikan dana yang tidak sedikit. Keluarga Angel yang kaya-raya dari keluarga Ben bisa membantu. Apalagi menurut mereka, Angelica Daniel yang merupakan pewaris tunggal perusahaan belum terlalu berpengalaman mengurus bisnis. Gadis itu butuh seseorang untuk mendampinginya.

“Ben, sudahlah. Ikuti kemauan papimu. Soal cinta itu bisa tumbuh belakangan, yang penting kamu menikah dulu.” Natasya—maminya Ben, menyentuh pundak sang putra lalu memberinya nasihat.

“Nggak ada yang namanya cinta tumbuh belakangan, Mi! Aku sudah punya kekasih. Tolong mengertilah …,” ucap Ben memohon dengan sangat, berharap maminya itu benar-benar paham akan perasaannya. Ben tidak ingin menikah dengan orang yang tidak diinginkannya. Ia sudah memiliki kekasih yang sangat ia cintai dan dipacarinya sejak lama.

No excuse, Ben. Kamu jangan buang-buang peluang emas ini. Kalau kamu menikah dengan Angel maka hidup kita akan terjamin. Kamu nggak perlu memikirkan apa pun sampai tua.”

Mau tidak mau Ben akhirnya menyerah pada keinginan kedua orang tuanya. Ia menikahi perempuan yang tidak dicintainya sama sekali.

“Jawab pertanyaanku, Ben! Kalau kamu memang nggak mencintaiku, jadi apa tujuan kamu menikahiku?”

Lamunan Ben buyar seketika saat suara Angel menyapa telinganya. Perempuan itu masih menanti jawabannya.

“Aku rasa kamu nggak perlu menanyakan hal itu lagi. Kita sama-sama tahu apa alasannya, Angel.”

“Karena kita dijodohkan?”

“Berhenti bertanya untuk hal-hal bodoh seperti itu.” Suara dan tatapan Ben sama dinginnya.

“Kalau memang kamu nggak mau dijodohkan dan menikah denganku, seharusnya kamu bisa menolak.”

Ucapan Angel membuat Ben seketika terdiam. Ia sudah menolak dengan mati-matian dan menentang dengan sekuat tenaga paksaan dari orang tuanya. Nyatanya ia tidak memiliki pilihan selain menerima perjodohan itu.

“Kita sama-sama tahu kita nggak mungkin menghindar dari perjodohan itu,” ucap Ben beberapa detik setelah mendapat jawaban yang paling tepat.

“Kalau begitu kenapa tidak kita jalani saja pernikahan ini, Ben? Kita dijodohkan lalu dinikahkan untuk hidup bersama. Apa salahnya kita coba untuk menjalani dengan baik?”

Sudut-sudut bibir Ben terangkat membentuk senyum miring mendengar ide yang disampaikan perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu. Bagaimana bisa mereka menjalani pernikahan dengan baik sedangkan Ben tidak menaruh rasa pada Angel.

“Apa masih belum mengerti juga? Aku tidak mencintai kamu, Angelica Daniel. Sedikit pun tidak.”

Perkataan Ben mengoyak hati Angel. Di sini hanya dirinya yang menyimpan rasa pada lelaki itu. Sejak pertama kali orang tuanya memperlihatkan foto Ben, Angel sudah tertarik pada laki-laki itu. Ia harap setelah menikah mereka bisa saling mengenal lebih dekat agar perasaan cinta tumbuh di antara keduanya. Nyatanya itu hanyalah sekadar angan yang menghuni kepala Angel. Ben tidak menyukainya alih-alih akan mencintainya.

“Tapi kamu bisa mencoba untuk mencintaiku, Ben. Kita sama-sama belajar untuk saling mencintai.” Perkataan itu terlontar dari bibir Angel begitu saja tanpa ia pikirkan apa respon yang akan diterimanya dari Ben. Saat ini hanya lelaki itulah tempat bergantung yang dimilikinya setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. Angel ingin mereka menjalani hubungan yang baik serta kehidupan pernikahan yang normal selayaknya orang-orang.

“In your dream, Angelica Daniel. Sampai kapan pun aku nggak akan pernah mencintai kamu. Jangan mimpi kamu!” Ben mengibaskan tangan lalu meminta Angel agar pergi dari ruangannya. “Pacarku sebentar lagi akan datang. Jadi lebih baik kamu menjauh, jangan sampai dia melihat kamu.”

“Apa, Ben?” Angel mengernyitkan dahi, mencoba meyakinkan diri atas apa yang baru saja didengarnya.

“Pacarku akan datang ke sini, jadi sebaiknya kamu pergi.” Ben mengulangi ucapannya dengan nada suara yang diucapkan dengan lebih tegas.

Menguatkan hatinya, Angel membalas tatapan tajam pria di hadapannya itu. “Kamu mungkin terpaksa menikahi aku. Aku juga nggak akan memaksa kamu untuk mencintaiku. Tapi setidaknya jangan permalukan diri kita dengan membawa kekasihmu itu ke sini. Para karyawan dan orang-orang tahu kita adalah suami istri. Jangan rusak reputasimu, Ben.”

“Soal itu kamu nggak usah khawatir. Masih banyak hal-hal yang perlu kamu cemaskan dibanding aku,” balas Ben dengan nada mengejek.

Angel baru akan membalas perkataan Ben ketika tiba-tiba ponsel pria itu berbunyi mengiterupsi mereka. Ben mengambilnya lalu menjawab panggilan saat melihat nama kekasihnya di layar.

“Halo, Yang …”

Ada jeda sejenak sebelum lelaki itu kembali bersuara.

“Oh, kamu sudah berada di kantorku yang baru? Langsung naik saja ya. Ruanganku ada di lantai tiga. Kalau kamu ragu minta sekuriti untuk mengantar ke sini.”

Ben mengembalikan ponsel ke atas meja setelah percakapan singkat itu berakhir.

Angel yang sejak tadi duduk di hadapan Ben melihat dengan jelas perubahan yang begitu drastis di wajah lelaki itu saat berbicara dengannya dan setelah mendapat telepon dari kekasihnya. Raut dingin lelaki itu berganti dengan muka penuh binar yang membuat Angel sadar bahwa kekasihnya begitu berharga bagi Ben.

Ben berdiri dari kursi ketika pintu diketuk lalu berjalan menyongsong ke arah itu. Seorang perempuan bertubuh semampai muncul.

“Hai, Sayang …” Perempuan itu menyapa Ben lalu keduanya berpelukan melepas rindu membelakangi Angel.

Angel menegang di tempat duduk menyaksikan pemandangan menyakitkan yang tersaji di depan matanya. Meski Ben tidak menginginkan pernikahan mereka, namun setidaknya lelaki itu bisa menghargainya sebagai istri.

“Kantor kamu besar se—” Perkataan perempuan yang baru datang itu terputus begitu saja ketika ia melepas pelukannya dari Ben lalu menyaksikan ada orang lain bersama mereka.

Ia mengernyit memerhatikan Angel dengan saksama seakan sedang mengingat sesuatu.

“Hai, kamu Angel kan?” tebaknya kemudian.

Angel membalas tatapan perempuan berambut pendek sebahu itu. Perempuan itu cantik, wajahnya putih mulus. Hanya saja bekas luka sepanjang tiga senti di rahangnya membuat perempuan itu tidak sempurna. Dan Angel tidak akan pernah melupakan bekas luka itu. Bekas luka yang membuatnya diliputi perasaan bersalah untuk waktu yang lama.

Angel sontak berdiri dari kursinya lalu menyapa perempuan tersebut.

“Lolita?!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status