Bab 2
Angel terbangun pagi ini dengan kepala dan mata yang sama beratnya. Ia hampir tidak bisa tidur semalaman. Ia menunggu Ben pulang. Tapi nyatanya saat ia bangun pagi ini tidak menemukan lelaki itu di sisinya. Ben tidak pulang semalaman. Dan Angel tidak tahu Ben pergi ke mana.Menghela napas, Angel turun dari tempat tidur lalu mengambil air putih. Ia memang memiliki kebiasaan minum segelas air setiap kali bangun tidur di pagi hari.Angel duduk sesaat di kursi sembari menyesap air di gelas. Lalu lagi-lagi dihelanya napas panjang.‘Welcome to your new life, Ngel. Ini nggak akan mudah, tapi bukan berarti kamu nggak bisa.’ Angel berbisik di dalam hati menyemangati dirinya sendiri.Perempuan itu kemudian bergerak dari tempat duduknya. Ia harus mandi lalu berangkat ke kantor. Banyak hal besar sudah menantinya di depan sana.***“Lho, Bu Angel? Kenapa ngantor?” Luna—asisten Angel, membelalak saat melihat Angel hadir di kantor pagi ini.“Kenapa, Lun? Memangnya saya udah nggak boleh ngantor lagi?” balas Angel meskipun di dalam hati ia tahu persis alasan di balik keheranan Luna.“Bukan begitu sih, Bu, tapi Ibu Angel kan baru menikah. Seharusnya saat ini Ibu lagi honeymoon atau apa gitu,” ucap Luna lagi sembari mengiringi langkah Angel dengan kakinya.“Memangnya wajib gitu kalau habis nikah langsung honeymoon?” Angel menjawab dengan santai.“Ya nggak wajib sih, Bu, tapi biasanya kan gitu.”“Itu orang lain, Lun, bukan saya.” Angel masih sesantai tadi menjawab bersama tangannya yang memutar pintu ruangan.Luna ikut masuk ke sana. Perempuan itu lantas duduk menempatkan dirinya di depan Angel."Schedule saya apa hari ini, Lun?""Ibu nggak ada schedule apa-apa, tapi tadi Pak Candra menelepon saya, katanya kalau Ibu sudah masuk beliau mau bertemu."Angel memijit-mijit pelipisnya. Candra adalah nama kuasa hukum keluarganya yang selama ini menangani apa pun yang diminta oleh orang tuanya."Dia mau apa?""Saya juga nggak tahu, Bu. Dia cuma nitip pesan sama saya.""Bilang saya udah ngantor. Saya mau bertemu dengan dia.”"Baik, Bu, saya hubungi dia dulu."Selagi Luna menghubungi Candra, Angel membuka laptopnya. Ia baru beberapa minggu bergabung dengan perusahaan ini. Seperti yang orang tuanya katakan, sebagai pemula ia perlu banyak belajar. Ben adalah orang yang paling tepat untuk mengajarinya. Dengan menikah dengan lelaki itu bukan hanya hubungan mereka yang akan semakin kuat, namun perusahaan juga akan bertambah besar."Bu Angel ..."Suara Luna membuat Angel mengangkat kepalanya yang terpekur. Asistennya itu sudah selesai menelepon."Saya sudah telepon Pak Candra. Beliau akan datang ke sini sebentar lagi. Tadi dia juga bertanya apa Pak Ben sudah datang," jelas Luna melaporkan."Dia mau bertemu dengan Ben juga?" tanya Angel menanggapi."Benar, Bu."Angel menahan diri agar tidak mengembuskan napas mengetahui informasi yang disampaikan asistennya. Ingatan tentang kejadian semalam serta sikap Ben yang kasar masih membekas di benaknya. Sampai saat ini pertanyaan besar itu masih belum terjawab. Jika Ben memang tidak mencintainya lantas kenapa mau menikah dengan Angel?"Ada yang harus saya lakukan lagi, Bu?"Angel menidakkan dengan gelengan kepala. "Kamu boleh keluar sekarang, Lun.""Baik, Bu," jawab perempuan dengan rambut dikuncir itu patuh lalu menarik diri dari ruangan tersebut.Namun, sekitar dua puluh menit kemudian ia kembali muncul untuk memberitahu bahwa pengacara yang dinanti sudah datang."Pak Candra sudah sampai, Bu Angel. Apa saya suruh dia masuk sekarang?""Iya, suruh dia ke sini.""Baik, Bu."Candra datang setelah Luna memanggilnya lalu menyapa Angel dengan ramah."Selamat pagi, Bu Angel. Selamat atas pernikahannya," ucap pria itu sembari mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan Angel."Terima kasih banyak, Pak." Angel menjawab sambil membalas jabat tangan tersebut."Baik, Bu Angel, langsung saja. Kedatangan saya ke sini adalah untuk menyampaikan wasiat Pak Edward. Tapi saya belum bisa membacakannya selagi Pak Ben belum datang.""Apa kehadiran Ben benar-benar penting, Pak? Apa nggak bisa bersama saya saja?” Angel merasa keberatan lantaran ia merasa wasiat orang tuanya tidak ada hubungannya dengan Ben."Maaf, Bu, tapi tidak bisa. Tanpa kehadiran Pak Ben maka surat wasiat ini tidak bisa saya sampaikan.""Ben memang suami saya, tapi apa hubungannya sama surat wasiat orang tua saya?" Dahi Angel berkerut dalam.Mendengar pertanyaan bernada bingung dari kliennya, sang pengacara melengkungkan senyum. "Sangat berhubungan, Bu Angel. Itu sebabnya kita harus menunggu Pak Ben dulu.”Angel masih ingin bertanya banyak, namun ketukan di pintu ruangannya bersama sosok Ben yang muncul membuat niatnya urung terlaksana.Ben melangkah tegap ke arah mereka. Auranya yang dingin seakan ikut membuat seisi ruangan itu membeku."Selamat pagi, Pak Ben." Candra menyapa lalu menyilakan Ielaki itu duduk di sebelahnya."Pagi." Ben menyahut singkat lalu duduk dengan tubuh mengarah pada Candra tanpa mengindahkan keberadaan Angel, seakan perempuan itu tidak berada di sana."Baik, karena Bapak sudah datang maka saya akan mulai membacakan surat wasiat dari Pak Edward." Candra membuka dokumennya. Lalu selama beberapa menit menekuri berkas tersebut seakan ingin memastikan segala sesuatunya sudah sesuai.Sementara itu Angel tampak sedikit tegang. Ia tidak tahu apa isi surat wasiat tersebut. Diperparah lagi dengan kehadiran Ben yang tidak diduganya."Pak Ben, Bu Angel, saya akan bacakan sekarang." Candra memberitahu setelah selesai menekuri dokumen di hadapannya."Baik, Pak," jawab Angel, sedangkan Ben menganggukan kepalanya."Di sini Pak Edward membuat wasiat bahwa setelah Pak Ben dan Bu Angel menikah, maka Galaxy Group akan menjadi milik Pak Ben beserta seluruh aset di dalamnya. Pak Ben yang akan memimpin perusahaan sepenuhnya. Maka dengan ini perusahaan dan semua aset akan dialihkan atas nama Pak Ben.""Apa, Pak? Orang tua saya nggak mungkin bikin surat wasiat seperti itu! Bapak pasti salah." Spontan saja Angel memprotes. Tidak mungkin orang tuanya menyerahkan perusahaan yang mereka bangun dengan susah payah lalu mereka besarkan dengan tetes keringat pada orang yang bahkan bukan siapa-siapa."Maaf, Bu Angel. Saya tidak salah. Nanti Ibu bisa lihat sendiri isinya.""Tapi kenapa Papa dan Mama menyerahkan perusahaan pada orang lain, bukan pada saya?”"Kalau soal itu saya tidak tahu. Saya hanya menyampaikan apa yang mereka titahkan. Tapi Bu Angel tenang saja. Di sini orang tua Ibu juga memberi wasiat bahwa nanti perusahaan dikelola bersama. Hanya saja kepemilikan tetap atas nama Pak Ben. Menurut saya mungkin orang tua Ibu membuat wasiat seperti ini karena Ibu adalah perempuan dan masih terlalu muda untuk memegang perusahaan. Mereka khawatir Ibu dimanfaatkan oleh orang-orang jahat dan tidak bertanggung jawab," kata Candra menjelaskan.Sekalipun terdengar masuk akal namun entah mengapa Angel merasa sulit untuk menerimanya. Sepanjang dua puluh tiga tahun dirinya bernapas di dunia status Angel masih belum berubah. Ia tetap menjadi anak kandung Edward Widjajanto dan Shinta Purnama. Sedangkan pria dengan nama lengkap Ben Evano itu baru satu hari menjadi suaminya atau menantu dari kedua orang tuanya."Bu Angel tidak usah khawatir. Ibu dan Pak Ben kan suami istri. Jadi apa pun yang menjadi milik Pak Ben merupakan kepunyaan Ibu Angel juga." Candra menambahkan penjelasannya saat melihat wajah kaku Angel.Lalu pria itu memandang ke arah Ben yang sejak pertama tadi tidak berkata apa-apa. Rautnya begitu tenang seakan sudah mengetahui apa yang sudah digariskan untuknya."Pak Ben, Bu Angel, apa ada yang mau ditanyakan?" pandang Candra bergantian pada keduanya."Tidak ada, Pak." Ben yang mewakili menjawab lantaran Angel membisu bagai patung."Baik kalau begitu. Saya akan urus dokumen ini secepatnya. Terima kasih atas waktunya Pak Ben, Bu Angel." Candra berpamitan pada keduanya setelah urusan pria itu selesai.Baru saja pria itu menghilang dari balik pintu Ben langsung menunjukkan dominasinya."Suruh asisten kamu menyiapkan ruangan untukku.""Ruangan apa?”Ben mendengus mendengar pertanyaan Angel."Jangan pura-pura bodoh. Apa masih kurang jelas apa yang tadi dikatakan Pak Candra? Aku adalah pemilik perusahaan ini dan kamu wajib tunduk pada apa pun perintahku." Kata-kata itu diucapkan dengan nada dingin dan tatapan penuh intimidasi, membuat Angel tidak mampu membantah.***Bab 3 Angel hanya bisa menghela napas panjang sambil menahan perasaan sedih kala menyaksikan bagaimana perusahaan peninggalan orang tuanya serta aset-asetnya berpindah ke tangan Ben. Sebagaimana surat wasiat tersebut, maka hari ini Ben menandatangani surat pengalihan aset atas namanya disaksikan oleh notaris dan pihak-pihak terkait. “Selamat Pak Ben, mulai hari ini Bapak resmi menjadi CEO PT. Galaxy.” Senyum samar terukir di bibir Ben. Mulai hari ini ia mendapat kuasa penuh tidak hanya atas Angel namun juga seluruh harta bendanya. Orang tuanya benar. Jika ia menikah dengan Angel maka ia dengan mudah menguasai perusahaan milik Angel yang sudah begitu besar dan memiliki cabang di beberapa daerah. Hanya saja Ben tidak menyangka jika langkahnya akan secepat dan semulus ini. Ia tidak perlu menanti bertahun-tahun untuk menjadi pemimpin Galaxy Group. Ia juga tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang berhubungan dengan keuangan. Malah ia bisa menyelamatkan perusahaan orang tuanya yang sedang
Bab 4Rahang lelaki yang saat ini sedang duduk di hadapan Angel mengetat. Sementara sorot tajamnya semakin dalam menghujam Angel. Kilasan adegan demi adegan kini menari-nari di depan matanya. Saat itu kedua orang Ben memintanya untuk menerima perjodohan dengan Angel lalu menikahi perempuan itu.“Aku nggak mungkin nikah sama dia, Pi!” sentak Ben keras menolak permintaan orang tuanya. Ia baru saja kembali ke rumah, lalu tiba-tiba disuruh menikah dengan wanita yang tidak dicintainya.“Tapi kamu wajib menikahi Angel!” balas pria berbadan tegap yang wajahnya merupakan kopasan Ben versi senior.“Aku nggak mau, Pi. Aku nggak mencintai perempuan itu. Aku sudah punya kekasih!”Sekeras diri Ben menolak, maka sekuat itu pula ayahnya memaksa.“Putuskan kekasihmu itu! Papi nggak mau mendengar apapun alasan kamu. Atau kamu mau usaha kita hancur? Kalau memang itu yang kamu inginkan bersiap-siaplah untuk hidup miskin!”BRAAAK!!!Pintu dibanting sebelum Ben sempat menjawab.Ben Evano, pria muda berusi
Bab 5“Iya, aku Lolita. Jadi ini beneran kamu, Ngel?" Perempuan bernama Lolita itu berkata penuh rasa antusias lalu merengkuh tubuh Angel dan membawa ke dalam pelukannya.Angel membalas pelukan Lolita tanpa berkata apa-apa. Sedangkan Ben yang menyaksikan pemandangan tersebut kini diliputi kebingungan. Dari yang dirinya cerna, lelaki itu menyimpulkan bahwa kekasih dan istrinya saling mengenal satu sama lain. Entah ini merupakan sebuah kemalangan atau ia harus mensyukurinya.Kedua perempuan itu kemudian saling mengurai pelukan mereka lalu berpandangan satu sama lain."Ya ampun, Ngel, udah lama banget ya kita nggak ketemu. Kamu ke mana aja sih?" tanya Lolita sembari memindai tubuh Angel dari puncak kepala hingga bawah kaki."Aku kuliah di London, Ta," jawab Angel dengan lidah kelu. Pertemuan yang tidak disangka ini sungguh sangat mengejutkan baginya apalagi setelah mengetahui bahwa teman lamanya semasa SMU dulu adalah kekasih pria yang saat ini menjadi suaminya. Apa tidak ada lagi kejadi
Bab 6Cahaya matahari yang menerobos masuk melalui sela-sela gorden yang tidak sepenuhnya tertutup memaksa Angel untuk membuka matanya. Perempuan itu mengerjap berkali-kali, menyesuaikan diri dengan pemandangan baru.Lalu hal selanjutnya yang Angel rasakan adalah perasaan tidak nyaman yang berasal dari sela-sela pahanya.Perempuan itu lantas meringis. Ia baru akan bergerak ketika menyadari sesuatu hal. Ternyata dirinya tidak sendiri di ranjang besar itu. Ada laki-laki tidur di sebelahnya. Dan laki-laki itu adalah suaminya.Seakan belum cukup mendapat kejutan, Angel kembali dibuat kaget ketika menyingkap selimut dan mendapati dirinya berada dalam keadaan polos tanpa sehelai pun kain pelapis kecuali selembar selimut yang menutupi tubuhnya dan Ben.‘Astaga, apa yang sudah kulakukan?’ pikir Angel di dalam hati.Berbagai pikiran berkejaran di kepalanya. Otaknya dipenuhi oleh tanda tanya besar.Begitu mendapat ingatannya, dengan perlahan adegan demi adegan kemarin malam melintas di depan ma
Bab 7Angel mendengar suara bantingan keras di pintu di saat dirinya keluar dari kamar mandi. Ben menghilang meninggalkan aroma parfum yang soft tapi maskulin. Menghela napasnya dalam-dalam, Angel memutuskan untuk mengabaikan apa yang baru saja terjadi. Lalu perempuan itu membuka lemari. Ia mencari baju yang akan dipakainya hari ini di antara susunan pakaian yang terdapat di sana. Meski hari ini ia sedang tidak baik-baik saja tapi Angel harus tetap ke kantor.Ia menjatuhkan pilihan pada sebuah blus berwarna coklat muda yang dipadu dengan pencil skirt berwarna senada.Ringisan menyembul di paras manis perempuan itu ketika ia mengangkat kakinya untuk memakai rok. Tidak hanya itu saja, pergerakan sekecil apapun membuatnya harus menahan nyeri. Rasa sakit di pangkal pahanya tak kunjung hilang. Dirinya harus menanggung sendiri rasa sakit itu. Seakan belum cukup perasaan sakit yang dialaminya Ben juga menorehkan luka batin di hatinya.Sampai setengah jam kemudian Angel tiba di kantor ia masi
Bab 8“Lolita? Kenapa harus dia?” tanya Angel memprotes.“Kenapa memangnya? Kamu keberatan?” Ben membalas pertanyaan dengan pertanyaan.Tentu saja Angel keberatan. Ia tidak mungkin membiarkan Lolita yang jelas-jelas berstatus sebagai kekasih Ben untuk bekerja di kantornya.“Aku memang keberatan. Apa nggak bisa cari orang lain saja?”“Nggak ada orang lain yang cocok denganku dan benar-benar mengerti aku kecuali Lolita,” jawab Ben bersikukuh dengan keinginannya.“Itu karena kamu belum mencoba. Kamu baru beberapa hari ngantor di sini tapi udah langsung bilang nggak cocok dengan Sofia.”“Jadi aku harus menunggu berapa bulan, hah?” tantang Ben mengangkat dagunya.Menghadapi Ben tidak akan mudah. Hal itu sudah Angel patrikan di dalam hatinya berkali-kali. Tapi tidakkah untuk kali ini lelaki itu bisa diajak berkompromi?“Dengar aku baik-baik, Angel. Aku ingatkan lagi kalau saja kamu lupa. Aku adalah pemilik perusahaan ini. Apa pun yang aku lakukan mutlak menjadi hakku. Aku nggak butuh pertim
Bab 9Angel dan Lolita serentak memandang ke sumber suara bersama dengan dekapan keduanya yang terurai.“Iya, Ben?” kata Lolita menanggapi.“Karena kamu sudah datang jadi aku pikir untuk membicarakannya sekarang dengan Angel. Ayo duduk dulu.” Ben berucap sambil menunjuk sofa yanng berada di ruangan tersebut.Tanpa menunggu diberi aba-aba kedua, segera saja Lolita melangkahkan kakinya menuju tempat yang Ben maksud.Angel masih berdiri terpaku karena merasa tidak diajak duduk bersama. Di dalam hati ia membandingkan cara Ben bicara padanya dan pada Lolita. Ben begitu kasar dan ketus pada Angel sedangkan saat berbicara dengan kekasihnya lelaki itu begitu lemah lembut. Entah kapan Angel akan berada di posisi itu.Ben dan Lolita mulai mengobrol. Setelah pertengkaran kemarin keduanya sudah kembali akur dan mesra seperti yang sudah-sudah. Angel tidak tahu bahwa hubungan keduanya membaik setelah Ben menjanjikan pada Lolita akan menceraikan Angel sesegera mungkin.Begitu menyadari bahwa Angel m
Bab 10Angel kembali ke ruangannya setelah pembicaraan bertiga dengan Ben dan Lolita selesai. Sambil membuka laptop perempuan itu memijit pelipisnya. Entah kenapa kepalanya mendadak berat. Mungkin karena kurang tidur atau bisa jadi karena ia baru saja menyetujui keputusan yang sebenarnya sangat bertentangan dengan hatinya. Namun, sekalipun Angel tidak menyetujui keputusan itu sikapnya tidak akan berarti apa-apa. Ben akan tetap mempekerjakan Lolita sebagai asisten pribadinya. Pria itu tidak butuh masukan dari Angel.Angel meraih gagang telepon lalu menghubungi Luna, meminta asistennya itu untuk datang. Tidak sampai lima menit perempuan berkacamata dengan frame oval serta rambut panjang bergelombang menampakkan diri di hadapannya.“Pagi, Bu, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sopan.“Lun, saya butuh laporan progress pembangunan Mandala Apartemen. Bisa saya lihat sekarang?”“Bisa, Bu, tapi hard file-nya Pak Ben yang pegang. Bapak juga minta laporan itu ke saya.”Angel tertegun sejenak l