Share

Pria Dominan

Penulis: Andrea Jevan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-06 17:30:39

Bab 2

Angel terbangun pagi ini dengan kepala dan mata yang sama beratnya. Ia hampir tidak bisa tidur semalaman. Ia menunggu Ben pulang. Tapi nyatanya saat ia bangun pagi ini tidak menemukan lelaki itu di sisinya. Ben tidak pulang semalaman. Dan Angel tidak tahu Ben pergi ke mana.

Menghela napas, Angel turun dari tempat tidur lalu mengambil air putih. Ia memang memiliki kebiasaan minum segelas air setiap kali bangun tidur di pagi hari.

Angel duduk sesaat di kursi sembari menyesap air di gelas. Lalu lagi-lagi dihelanya napas panjang.

‘Welcome to your new life, Ngel. Ini nggak akan mudah, tapi bukan berarti kamu nggak bisa.’ Angel berbisik di dalam hati menyemangati dirinya sendiri.

Perempuan itu kemudian bergerak dari tempat duduknya. Ia harus mandi lalu berangkat ke kantor. Banyak hal besar sudah menantinya di depan sana.

***

“Lho, Bu Angel? Kenapa ngantor?” Luna—asisten Angel, membelalak saat melihat Angel hadir di kantor pagi ini.

“Kenapa, Lun? Memangnya saya udah nggak boleh ngantor lagi?” balas Angel meskipun di dalam hati ia tahu persis alasan di balik keheranan Luna.

“Bukan begitu sih, Bu, tapi Ibu Angel kan baru menikah. Seharusnya saat ini Ibu lagi honeymoon atau apa gitu,” ucap Luna lagi sembari mengiringi langkah Angel dengan kakinya.

“Memangnya wajib gitu kalau habis nikah langsung honeymoon?” Angel menjawab dengan santai.

“Ya nggak wajib sih, Bu, tapi biasanya kan gitu.”

“Itu orang lain, Lun, bukan saya.” Angel masih sesantai tadi menjawab bersama tangannya yang memutar pintu ruangan.

Luna ikut masuk ke sana. Perempuan itu lantas duduk menempatkan dirinya di depan Angel.

"Schedule saya apa hari ini, Lun?"

"Ibu nggak ada schedule apa-apa, tapi tadi Pak Candra menelepon saya, katanya kalau Ibu sudah masuk beliau mau bertemu."

Angel memijit-mijit pelipisnya. Candra adalah nama kuasa hukum keluarganya yang selama ini menangani apa pun yang diminta oleh orang tuanya.

"Dia mau apa?"

"Saya juga nggak tahu, Bu. Dia cuma nitip pesan sama saya."

"Bilang saya udah ngantor. Saya mau bertemu dengan dia.”

"Baik, Bu, saya hubungi dia dulu."

Selagi Luna menghubungi Candra, Angel membuka laptopnya. Ia baru beberapa minggu bergabung dengan perusahaan ini. Seperti yang orang tuanya katakan, sebagai pemula ia perlu banyak belajar. Ben adalah orang yang paling tepat untuk mengajarinya. Dengan menikah dengan lelaki itu bukan hanya hubungan mereka yang akan semakin kuat, namun perusahaan juga akan bertambah besar.

"Bu Angel ..."

Suara Luna membuat Angel mengangkat kepalanya yang terpekur. Asistennya itu sudah selesai menelepon.

"Saya sudah telepon Pak Candra. Beliau akan datang ke sini sebentar lagi. Tadi dia juga bertanya apa Pak Ben sudah datang," jelas Luna melaporkan.

"Dia mau bertemu dengan Ben juga?" tanya Angel menanggapi.

"Benar, Bu."

Angel menahan diri agar tidak mengembuskan napas mengetahui informasi yang disampaikan asistennya. Ingatan tentang kejadian semalam serta sikap Ben yang kasar masih membekas di benaknya. Sampai saat ini pertanyaan besar itu masih belum terjawab. Jika Ben memang tidak mencintainya lantas kenapa mau menikah dengan Angel?

"Ada yang harus saya lakukan lagi, Bu?"

Angel menidakkan dengan gelengan kepala. "Kamu boleh keluar sekarang, Lun."

"Baik, Bu," jawab perempuan dengan rambut dikuncir itu patuh lalu menarik diri dari ruangan tersebut.

Namun, sekitar dua puluh menit kemudian ia kembali muncul untuk memberitahu bahwa pengacara yang dinanti sudah datang.

"Pak Candra sudah sampai, Bu Angel. Apa saya suruh dia masuk sekarang?"

"Iya, suruh dia ke sini."

"Baik, Bu."

Candra datang setelah Luna memanggilnya lalu menyapa Angel dengan ramah.

"Selamat pagi, Bu Angel. Selamat atas pernikahannya," ucap pria itu sembari mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan Angel.

"Terima kasih banyak, Pak." Angel menjawab sambil membalas jabat tangan tersebut.

"Baik, Bu Angel, langsung saja. Kedatangan saya ke sini adalah untuk menyampaikan wasiat Pak Edward. Tapi saya belum bisa membacakannya selagi Pak Ben belum datang."

"Apa kehadiran Ben benar-benar penting, Pak? Apa nggak bisa bersama saya saja?” Angel merasa keberatan lantaran ia merasa wasiat orang tuanya tidak ada hubungannya dengan Ben.

"Maaf, Bu, tapi tidak bisa. Tanpa kehadiran Pak Ben maka surat wasiat ini tidak bisa saya sampaikan."

"Ben memang suami saya, tapi apa hubungannya sama surat wasiat orang tua saya?" Dahi Angel berkerut dalam.

Mendengar pertanyaan bernada bingung dari kliennya, sang pengacara melengkungkan senyum. "Sangat berhubungan, Bu Angel. Itu sebabnya kita harus menunggu Pak Ben dulu.”

Angel masih ingin bertanya banyak, namun ketukan di pintu ruangannya bersama sosok Ben yang muncul membuat niatnya urung terlaksana.

Ben melangkah tegap ke arah mereka. Auranya yang dingin seakan ikut membuat seisi ruangan itu membeku.

"Selamat pagi, Pak Ben." Candra menyapa lalu menyilakan Ielaki itu duduk di sebelahnya.

"Pagi." Ben menyahut singkat lalu duduk dengan tubuh mengarah pada Candra tanpa mengindahkan keberadaan Angel, seakan perempuan itu tidak berada di sana.

"Baik, karena Bapak sudah datang maka saya akan mulai membacakan surat wasiat dari Pak Edward." Candra membuka dokumennya. Lalu selama beberapa menit menekuri berkas tersebut seakan ingin memastikan segala sesuatunya sudah sesuai.

Sementara itu Angel tampak sedikit tegang. Ia tidak tahu apa isi surat wasiat tersebut. Diperparah lagi dengan kehadiran Ben yang tidak diduganya.

"Pak Ben, Bu Angel, saya akan bacakan sekarang." Candra memberitahu setelah selesai menekuri dokumen di hadapannya.

"Baik, Pak," jawab Angel, sedangkan Ben menganggukan kepalanya.

"Di sini Pak Edward membuat wasiat bahwa setelah Pak Ben dan Bu Angel menikah, maka Galaxy Group akan menjadi milik Pak Ben beserta seluruh aset di dalamnya. Pak Ben yang akan memimpin perusahaan sepenuhnya. Maka dengan ini perusahaan dan semua aset akan dialihkan atas nama Pak Ben."

"Apa, Pak? Orang tua saya nggak mungkin bikin surat wasiat seperti itu! Bapak pasti salah." Spontan saja Angel memprotes. Tidak mungkin orang tuanya menyerahkan perusahaan yang mereka bangun dengan susah payah lalu mereka besarkan dengan tetes keringat pada orang yang bahkan bukan siapa-siapa.

"Maaf, Bu Angel. Saya tidak salah. Nanti Ibu bisa lihat sendiri isinya."

"Tapi kenapa Papa dan Mama menyerahkan perusahaan pada orang lain, bukan pada saya?”

"Kalau soal itu saya tidak tahu. Saya hanya menyampaikan apa yang mereka titahkan. Tapi Bu Angel tenang saja. Di sini orang tua Ibu juga memberi wasiat bahwa nanti perusahaan dikelola bersama. Hanya saja kepemilikan tetap atas nama Pak Ben. Menurut saya mungkin orang tua Ibu membuat wasiat seperti ini karena Ibu adalah perempuan dan masih terlalu muda untuk memegang perusahaan. Mereka khawatir Ibu dimanfaatkan oleh orang-orang jahat dan tidak bertanggung jawab," kata Candra menjelaskan.

Sekalipun terdengar masuk akal namun entah mengapa Angel merasa sulit untuk menerimanya. Sepanjang dua puluh tiga tahun dirinya bernapas di dunia status Angel masih belum berubah. Ia tetap menjadi anak kandung Edward Widjajanto dan Shinta Purnama. Sedangkan pria dengan nama lengkap Ben Evano itu baru satu hari menjadi suaminya atau menantu dari kedua orang tuanya.

"Bu Angel tidak usah khawatir. Ibu dan Pak Ben kan suami istri. Jadi apa pun yang menjadi milik Pak Ben merupakan kepunyaan Ibu Angel juga." Candra menambahkan penjelasannya saat melihat wajah kaku Angel.

Lalu pria itu memandang ke arah Ben yang sejak pertama tadi tidak berkata apa-apa. Rautnya begitu tenang seakan sudah mengetahui apa yang sudah digariskan untuknya.

"Pak Ben, Bu Angel, apa ada yang mau ditanyakan?" pandang Candra bergantian pada keduanya.

"Tidak ada, Pak." Ben yang mewakili menjawab lantaran Angel membisu bagai patung.

"Baik kalau begitu. Saya akan urus dokumen ini secepatnya. Terima kasih atas waktunya Pak Ben, Bu Angel." Candra berpamitan pada keduanya setelah urusan pria itu selesai.

Baru saja pria itu menghilang dari balik pintu Ben langsung menunjukkan dominasinya.

"Suruh asisten kamu menyiapkan ruangan untukku."

"Ruangan apa?”

Ben mendengus mendengar pertanyaan Angel.

"Jangan pura-pura bodoh. Apa masih kurang jelas apa yang tadi dikatakan Pak Candra? Aku adalah pemilik perusahaan ini dan kamu wajib tunduk pada apa pun perintahku." Kata-kata itu diucapkan dengan nada dingin dan tatapan penuh intimidasi, membuat Angel tidak mampu membantah.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Broken Angel   Akhir Cerita

    Detik waktu seakan berhenti berputar ketika pria itu memutar tubuhnya hingga bertemu mata dengan Angel. Sekujur tubuh Angel seketika menggigil. Pria itu adalah satu-satunya manusia yang tidak ingin Angel temui di muka bumi ini. Kalau pun dirinya harus bertemu dengan pria tersebut maka dia adalah orang terakhir yang ingin Angel lihat."Angel ..." Bibir Ben gemetar saat melafalkan nama perempuan yang sudah bertahun-tahun menghilang dari kehidupannya.Angel membeku di tempat. Kakinya terasa selunak agar-agar hingga ia merasa tidak sanggup lagi menopang tubuhnya sendiri."Mama, Om itu lagi bicara sama Mama." Bobby menggoyang-goyangkan tangan Angel karena ibunya itu terpaku membisu.Angel masih belum sanggup melakukan apa-apa. Semua ini begitu mendadak dan sangat mengejutkannya.Sementara itu Ben masih belum berkedip memandang Angel. Adegan demi adegan yang terjadi di masa lalu kini berputar-putar di kepalanya seperti tayangan film yang diputar ulang. Namun yang paling berkesan adalah saat

  • Broken Angel   Bertemu Kembali

    Ben yang tadi berdiri tegak membungkukkan sedikit badannya agar sejajar dengan Bobby. Melihat cara anak itu memandangnya membuat Ben mengerti bahwa Bobby meragukannya."Bobby, jangan takut. Om bukan orang jahat atau penculik anak. Maksud Om sebenarnya baik. Om hanya kasihan dan nggak mau Bobby lama menunggu di sini.”Meski Ben sudah mencoba meyakinkannya namun Bobby masih merasa bimbang. Mamanya mengajarkan pada anak itu agar berhati-hati pada orang tidak dikenal."Dari mana Om tahu namaku?" tatap Bobby curiga.Ben menahan senyum melihat ekspresi Bobby yang menggemaskan. Tangannya lantas menyelinap ke balik jas. Dikeluarkannya sesuatu dari sana. Kertas gambar yang kemarin ditemukannya."Ini, Om tahu dari sini."Sepasang mata anak itu terbuka lebar menyaksikan kertas yang kemarin dicarinya ternyata ada bersama Ben."Ini dia yang aku cari. Om ketemu di mana?" kejarnya antusias."Om ketemu di sekolah ini. Kemarin kertasnya jatuh tapi Bobby sudah pulang. Ini ambillah." Ben memberikan kert

  • Broken Angel   Menyelidiki Anak Itu

    Ben menekuri dengan saksama kertas putih di tangannya. Di kertas itu berisi gambar. Bukan gambar biasa melainkan gambar pesawat. Dilihat sepintas lalu gambar tersebut digambar oleh orang dewasa atau seseorang yang begitu berbakat. Gambar tersebut begitu bagus dan rapi. Mulai dari goresannya yang begitu estetik hingga kombinasi warna yang digunakan. Tidak akan ada yang menyangka jika gambar tersebut adalah hasil goresan tangan dari seorang anak yang masih berusia lima tahun. Bahkan Ben sendiri.Kertas itu Ben dapat di sekolah Taman Kanak-Kanak tempatnya bertemu dengan anak yang begitu mirip dengannya. Saat anak itu pergi bersama lelaki yang Ben duga adalah ayahnya Ben baru menyadari anak tersebut meninggalkan sesuatu.Ben memungut kertas gambar tersebut dari tanah. Lalu akibat terlalu penasaran lelaki itu membawa kertas tersebut bersamanya.‘Bobby Fernanda.’ Ben mengeja di dalam hati dua potong kata yang merupakan nama anak tersebut.Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalanya yang

  • Broken Angel   Time Flies

    Enam tahun kemudian. "Papa!!!" Segaris senyum tipis terselip di bibir Refal di ketika melihat seorang anak laki-laki memanggil lalu berlari menghampirinya. Anak laki-laki itu berkulit putih dan memiliki paras yang rupawan. Tinggi badannya juga melebihi anak-anak seusianya. Refal tersenyum lantas menyambut tangan anak itu saat ingin bersalaman dengannya. "Gimana sekolahnya, By?" tanyanya pada Bobby, nama anak itu. "Menyenangkan, Pa. Aku suka sekolah di sini." Refal membelai kepala Bobby. Mereka melangkah bersisian menuju tempat mobil Refal diparkir. Tiba-tiba seorang lelaki yang berjalan terburu-buru dari arah berlawanan dengan mereka tidak sengaja menabrak Bobby hingga anak itu terjatuh. "Aduuuuh, Papaaa ...," rintihnya dengan ringisan di wajah. Sontak pria yang menabrak memandang ke arah Bobby. "Maaf, Om nggak senga—" Perkataan pria itu terputus. Wajah anak yang ditabraknya terasa tidak asing lagi dengannya. Matanya, hidungnya, bibirnya, serta bentuk dahinya bagai copy pa

  • Broken Angel   Tinggallah Di Sini

    Setelah meninggalkan kamar Angel dan menyuruh perempuan itu beristiraharat Refal muncul tak lama kemudian dengan membawa nampan berisi nasi dan dua buah gelas. Masing-masing gelas tersebut berisi air putih dan teh. Lelaki itu lantas meletakkan di atas nakas."Makanlah dulu," suruhnya pada Angel. Setelah berkata demikian lelaki itu keluar dari kamar.Menghela napasnya, Angel bangkit dari posisinya berbaring. Perempuan itu memijit-mijit pelipisnya. Sementara itu pikirannya mulai mengurai kejadian demi kejadian yang terjadi dalam hidupnya.Apa yang dilakukan Ben sekarang? Apa lelaki itu mencarinya? Apa lelaki itu tidak merasa penasaran karena Angel tidak pulang?Angel menepis pikiran demi pikiran itu dari kepalanya. Mana mungkin Ben mencarinya. Lelaki itu sudah mengusirnya dan terlihat begitu membenci Angel.Memejamkan mata, Angel mengusir pikiran tersebut jauh-jauh. Ia tidak boleh lagi memikirkan Ben apalagi berharap lebih dengan menginginkan lelaki itu mencarinya."Kenapa tidak dimakan

  • Broken Angel   Diselamatkan Lelaki Asing

    Sore itu Refal baru saja pulang dari tempat kerjanya. Hari ini pasiennya tidak terlalu banyak sehingga ia bisa meninggalkan rumah sakit lebih awal.Sejak pagi hujan turun tanpa henti. Titik-titik air masih terus membasahi hingga saat ini.Refal mengemudi dengan santai. Namun lama kelamaan ia mulai merasa ngantuk. Berkali-kali lelaki yang berprofesi sebagai dokter kandungan tersebut menutupi kuap dengan telapak tangan. Ia berencana setibanya nanti di rumah akan tidur sepuasnya. Bergelung di dalam selimut adalah hal yang sangat diinginkannya saat ini.Tiba-tiba sesuatu mengejutkannya. Lelaki muda itu sontak menekan pedal rem dengan mendadak ketika tiba-tiba melihat seorang perempuan berlari ke tengah jalan dan menabrakkan diri ke mobilnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu juga ketika orang tersebut ambruk ke aspal tepat di depan mobilnya.Refal buru-buru keluar dari mobil dan melihat sendiri perempuan itu. Kantuknya lenyap. Matanya yang tadi begitu berat mendadak terbuka leb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status