Hai.. tinggalkan komentar, ya..
Malam itu, James tengah bergelut dengan tumpukan pekerjaan di ruang kerjanya. Membenamkan diri dalam data grafik yang mencerminkan kesehatan jaringan di berbagai bisnisnya. Meski berusaha fokus pada laporan yang dikirimkan oleh Benicio, sesungguhnya sejak lama bayangan Afro Maccini menyusupi pikiran. Sialan! James mengumpat dalam hati seiring berkas-berkas di atas meja yang ia sapu dengan kesal. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Bagaimana mungkin Alexsei masih belum bisa menemukan jejak bajingan itu? Apakah terlalu sulit menemukan sekelompok orang yang secara terang-terangan datang untuk menyerang mereka?Teka-teki ini membuat pikiran James terasa frustasi. Merenggangkan tubuhnya sejenak, ia memutuskan untuk meredakan penat dengan menatap keluar jendela.Pemandangan malam membuka lembaran baru. Langit dipenuhi bintang, dan cahaya bulan menerangi hamparan halaman dengan penuh misteri. Selama beberapa saat James hanyut dalam pikirannya sendiri. Tenggelam dalam bayang-bayang dendam ya
"Grassiela akan melakukan apa yang seharusnya dia lakukan."Pria itu menatapnya dengan nanar. Lalu dengan kedua tangannya, sekuat mungkin Grassiela mendorong tubuh James agar terombang menjauh darinya. Membiarkannya kembali ke tengah danau yang gelap.Seketika James dihantam oleh kekecewaan hingga ia menyadari bahwa ini adalah jebakan. Dia meronta, berusaha untuk menggapai Grassiela kembali bersama kilatan di sepasang netra kelabunya yang penuh amarah. Pria itu menggeram murka. Ini pengkhianatan! Namun setiap gerakan yang dilakukannya, justru membuat rasa sakit dan sengatan perih di perut semakin menusuk. Darahnya bercampur dengan air danau yang dingin, menciptakan jejak merah yang terus mengalir seiring gerakan tubuhnya yang berusaha bertahan di tengah gelombang.James melihat istrinya semakin menjauh. Dia terus mencoba menghentikan pendarahan, tetapi kesakitan terasa semakin menyiksa. Dinginnya air danau membuat pria itu merasakan kelemahan merayap ke seluruh tubuhnya. Setiap kali i
Meja makan berbentuk oval itu dipenuhi oleh aneka hidangan lezat yang berkilauan di bawah sinar lampu gantung. Grassiela mengenakan gaun malam yang memesona, duduk anggun di kursi kepala meja yang dihiasi dengan kain putih yang mewah.Piring-piring berisi hidangan yang mengugah selera seperti salmon panggang dengan saus krim lemon, tenderloin sapi yang empuk merona, dan pasta truffle terpampang dengan menggoda. Gelas anggur merah terpajang di depannya, memantulkan cahaya dengan gemerlap. Grassiela tersenyum tipis, matanya memandang sekeliling meja yang dipenuhi dengan berbagai kudapan lezat. Lalu dia memulai suapan pertamanya dan menikmati setiap makanan dengan lahap. Saat itu, diam-diam Fausto mengamatinya dari ambang pintu ruang makan dengan tatapan dingin. Tampak tidak etis. Ketika James masih terbaring lemah akibat insiden penusukan, dengan lancangnya Grassiela duduk di kursi milik suaminya dan menikmati makan malam tanpa rasa bersalah. Apakah dia sedang berpesta? Seakan-akan me
Grassiela merasakan bulu kuduknya meremang ketika langkah berat memecah keheningan di kamar gelapnya. Bayangan tubuh James muncul di kegelapan, wajahnya mencerminkan amarah serta kekecewaan. Udara di antara mereka terasa berat, diisi dengan ketegangan dan aroma pengkhianatan yang menguar."K-kau baik-baik saja?" suara Grassiela terdengar bergetar bersama rona kecemasan yang mengepung wajah cantiknya.James dapat melihat bahwa wanita itu berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Namun, seandainya dia dapat melihat lebih dalam ke sepasang mata biru di hadapannya, ada kekhawatiran di sana. Ada perhatian tulus yang tak akan pernah dia percayai lagi.James tetap diam, tatapannya menusuk-dalam, seolah merinci setiap detik ketidakpercayaan yang terukir di wajah Grassiela. "Aku selalu berusaha melindungimu," desis James di sela rahangnya yang mengetat. "Dan ini balasan yang kudapat? Kau mencoba membunuhku?" Perlahan, dia bergerak mendekat, membawa atmosfer tegang yang menggantung di udara.Jan
Di kota Newcastle, terangnya sinar matahari menembus masuk melelui jendela-jendela besar sebuah aula dimana pelelangan berlangsung dengan ramai. Meja-meja panjang yang dipenuhi dengan barang-barang berharga berjejer rapi di sepanjang ruangan yang elegan.Peserta pelelangan duduk di kursi-kursi yang nyaman, mengenakan pakaian formal mereka sambil menyesap minuman dingin. Cahaya matahari menyinari perhiasan dan artefak yang ditempatkan dengan hati-hati di atas podium kayu. Di sekitar ruangan, para kritikus seni dan kolektor terkemuka berbisik-bisik, menyampaikan komentar eksklusif mereka tentang nilai seni dari barang-barang yang dilelang. Palu kecil dipegang oleh juru lelang yang berdiri di atas panggung. Suaranya yang tenang dan lugas memandu peserta melalui proses tawar-menawar. Peserta pelelangan dengan penuh perhatian mengangkat papan lelang mereka, memberikan tawaran penuh persaingan serta gengsi.Dalam keteraturan yang hanya terpecahkan oleh suara tawaran dan komentar para penont
Suasana pagi yang cerah menciptakan kehangatan di halaman kantor Ford Inspiration Foundation. Grassiela dan Bianca duduk di bangku taman, berbincang dengan ketertarikan mengenai perjalanan yayasan yang telah lama diwariskan oleh Antonia Stamfod dan perkembangannya dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai seorang yang pernah bekerja di sebuah lembaga amal, Grassiela menyukai pembicaraan ini. Selain ketertarikannya pada kemanusiaan, dia juga jadi lebih memahami mengenai apa yang terjadi dengan keluarganya sendiri. Kita tahu, banyak hal yang dia lewatkan selama tinggal di Kanada. "Asosiasi ini berfokus pada perlindungan perempuan. Kami ingin menciptakan dunia di mana setiap perempuan merasa aman, dihargai dan memiliki kesempatan yang setara," jelas Bianca menceritakan asosiasi baru dari Ford Inspiration Foundation yang sebelumnya hanya berfokus pada rumah sakit anak."Asosiasi kami memperjuangkan hak-hak perempuan, mulai dari pendidikan hingga kesehatan. Merancang program pelatihan untuk
Gadis itu terbaring rapuh di atas tempat tidur. Kedua matanya yang kosong memancarkan kesedihan yang mendalam. Tubuhnya penuh luka, dan pakaian yang sebelumnya indah, kini hancur berantakan. Di ambang putus asa, dia mencoba menenangkan diri dengan tangisan pelan.Pintu terbuka, dan seorang pria yang telah berpakaian rapi memasuki ruangan dengan sikap angkuhnya. Sambil menyorotkan tatapan tajam pada gadis itu, ia duduk di tepi tempat tidur. "Berhenti menangis!" perintah James dengan nada dingin, lalu mencengkeram rahang gadis itu dengan paksa untuk menatapnya.Gadis belia itu gemetar, kedua netra birunya yang penuh dengan ketakutan melelehkan air mata. Dia tak sanggup untuk berbicara. Maka hanya suara isak tangis yang terdengar.James mengerutkan kening dengan kekecewaan. "Kau tahu konsekuensinya, bukan? Seharusnya semalam kau menari untukku," desisnya, mengecilkan mata dengan ketidakpuasan.Lantas James melepaskan cengkramannya pada gadis itu dengan kasar lalu berdiri untuk membukakan
Brak!Alfonso menggebrak meja kerjanya dengan keras, membuyarkan ketenangan yang biasa mengisi ruangan tersebut. Pria paruh baya itu merasa darahnya mendidih ketika mendengar kabar yang mengejutkan dari orang kepercayaannya. Grassiela, putri tunggalnya, telah dipulangkan ke Cestershire tanpa sepengetahuannya. Alfonso merasa terhina, terluka oleh tindakan menantunya yang seolah-olah membuang Grassiela begitu saja setelah merebut kepemilikan kelab malam dengan cara yang tidak terhormat. Rasa tak terima itu terasa begitu dalam, seakan seseorang telah mencuri kehormatannya di depan mata.Sementara itu, Helena, sang istri, menatap suaminya dengan kekecewaan yang sama.“James Draxler!” desis Alfonso dengan amarah yang meluap. “Bagaimana dia berani melakukan ini?”Helena merasa lemas hingga terduduk di sofa dengan tatapan kosong penuh ketidakpercayaan. Ingatannya kembali pada panggilan telepon dari Grassiela terakhir yang terdengar seperti