"Dri, aku sepertinya dikutuk deh," ujarku pada pria yang akhir-akhir ini telah menjadi teman online setiaku.
Malam ini, setelah seharian menghabiskan waktu bersama Keanu, kembali aku menelpon Adrian. Mencari sedikit pencerahan untuk kebimbangan yang kurasakan saat ini. Mungkin saja Adrian punya saran yang bisa membuatku mantap menerima Keanu. Walaupun mungkin agak terkesan kejam, meminta pendapat pada orang yang jelas-jelas menaruh hati padaku.
"Dikutuk bagaimana?" Suaranya terdengar heran.
"Setiap kali ada yang berniat serius denganku, selalu saja aku ragu. Sekarang kejadian lagi. Keanu sudah menunjukkan keseriusannya, tapi keraguan itu muncul," terangku.
"Itu hanya masalah kebiasaan, bukan karena kutukan," sahutnya
"Maksudnya bagaimana?"
"Kita analogikan hati itu ibarat sebuah ruangan, hatimu itu sudah lama dibiarkan kosong. Hawa-hawa dari penghuni lama mas
Matahari masih belum terbit ketika taksi yang kami tumpangi membelah jalanan ibukota. Wajah Keanu tampak lebih berseri hari ini. Dari saat datang menjemputku, senyum simpul menghiasi bibirnya, menyebabkan detak jantungku kembali bergerak diluar batas kecepatan yang tak wajar. Semoga saja aku tidak terkena serangan jantung jika terus-terusan seperti ini.Benar kata orang, kalau bahagia itu bisa menular. Senyum Keanu sontak membuat bibirku tak mampu ku cegah untuk ikut tersenyum."Why are you keep smiling?" Suara lembut Keanu membelai gendang telingaku.Aku menoleh pada pria yang duduk di samping kiriku, tatapan lembut dan senyum simpul masih menghiasi wajah maskulinnya."Eh, masa sih
Bandar udara Minang Kabau sudah mulai ramai ketika kami keluar dari pintu kedatangan. Sebagian penumpang dari pesawat yang kami tumpangi, berjalan ke arah konveyor tempat bagasi diturunkan. Aku berjalan ringan menuju pintu keluar, diiringi oleh Keanu yang menarik kopernya, masih dengan ranselku teronggok diatasnya."Ayahmu sudah sampai, Mei?" tanyanya, menghentikan gerakanku mencari ponsel di dalam tas kecil yang kuselempangkan di bahu."Harusnya, sih sudah. Beliau selalu menunggu lebih awal dari jam kedatangan." Baru saja aku hendak menyalakan ponselku, dari arah kerumunan orang yang menunggu di depan pagar pembatas luar pintu kedatangan, terdengar seseorang memanggilku.Suara yang tak asing lagi di telinga. Suara yang telah menemani masa kecil hingga rema
Sayup-sayup kudengar suara ayah yang sedang mengobrol. Ketika membuka mata, kulihat di sampingku bundo juga telah tertidur. Kepalanya terayun-ayun karena mobil melewati jalan yang tidak rata.Ternyata kami sudah hampir sampai di kota kelahiranku. Satu hal yang membuatku selalu mencintai daerah ini, tak banyak yang berubah di sini. Waktu seakan berhenti ketika memasuki kota ini. Berapa bulan pun aku tak mengunjunginya, kota ini masih terlihat sama, tidak seperti Jakarta, perubahan akan terjadi hanya dalam beberapa bulan saja.Pendingin udara mobil sudah dimatikan ayah. Jalanan yang sepi dan udara yang sejuk karena masih banyak pepohonan yang menaungi kiri dan kanan jalanan, membuat ayah merasa tak membutuhkan penyejuk udara buatan. Kebiasaan ayah jika berkendara di kampung.
Keanu menghentikan langkahnya ketika tangannya menggenggam jemariku. Menatapku dengan tatapan yang tak kumengerti. Dan senyum simpul itu kembali terkembang."Ada apa, Kean?" Aku menarik tanganku yang digenggamnya.Risih, beberapa tatapan terpaku pada kami. Betapa tidak, dua orang seolah tak mengenal tempat dengan salah seorang menatap mesra pasangannya seperti adegan dalam film drama. Jika di dalam film, para figuran hanya berlalu lalang tak peduli, tidak dengan kejadian nyata. Mereka melirik penuh dengan keingin tahuan, membuatku tak nyaman."Kean, kenapa, sih?" Aku mengulang pertanyaanku, "Malu, tau!"Seolah tersadar tengah berada di tempat umum, Keanu menurunkan tanganku. Senyum masih melekat di bibirnya."Ini tanda kamu nerima aku, kan?" bisiknya memamerkan jari manisku yang telah dilingkari cincin berhias batu Aquamarine pemberiannya.
Kedatanganku bersama Keanu ke Solo ternyata bertepatan dengan hari-hari persiapan pernikahan Evan—sepupunya—keponakan dari Tante Anjani. Tak ayal, kehadiranku menjadi keriuhan tersendiri diantara keluarga besarnya. Apalagi, Keanu memang sudah lama direcoki dengan pertanyaan sejuta umat pada kaum lajang, "Kapan menikah?""Oh, jadi ini calon mantu Lik Anjani. Pantes Keanu mau nunggu lama," ujar salah seorang kerabat Keanu."Iya, doakan saja lancar urusan mereka berdua," sahut Tante Anjani dengan senyum teduhnya.Calon mantu, kata-kata yang tak pernah terpikirkan olehku akan disebut oleh orangtua dari laki-laki yang mencintaiku. Aku terlalu takut jika kehadiranku kembali tak diterima, tapi ketakutan itu seperti tak beralasan. Keramah-tamahan keluar
Tidak terlintas dipikiran untuk meluruskan kesalahpahaman yang membuat heboh jagat grup alumni. Bukan bermaksud membohongi mereka, hanya saja aku ingin Dendra menyerah dalam usahanya untuk mendekatiku kembali karena melihat berita itu.Ngomong-ngomong soal Dendra, aku baru sadar keberadaannya di dalam grup. Entah sejak kapan dia masuk. Untuk memenuhi rasa ingin tahuku, aku mengetikkan pesan pada Rani, sahabatku yang menjadi admin di group, sekaligus biang penyebab kehebohan group pagi ini.[Ran, lagi sibuk?] pesan kukirim.Dalam hitungan sepersekian detik, pesanku dibalas oleh Rani, [Eh, calon manten. Jahat Lo Mei, nggak ngomong-ngomong 😭]Rani memang sahabat dekatku ketika SMA, akhir-akhir
Aku kira hubunganku dengan Keanu akan berjalan baik-baik saja. Restu dari kedua orangtua telah kami raih. Hatiku pun mulai menerimanya secara utuh. Bukan hanya karena fisiknya yang sempurna, tapi caranya memperlakukanku membuatku merasa istimewa. Namun dalam suatu hubungan, ada saja masalah yang harus dihadapi. Seperti malam ini.Rasa lelah untuk menembus kemacetan setelah mendarat dari Solo, membuatku dan Keanu malam ini memilih untuk makan malam pada sebuah warung tenda kaki lima yang terdapat tak jauh dari gedung apartemenku. Selain itu, Keanu juga ingin mengobati rasa rindunya pada kuliner Indonesia. Tempat yang kami datangi juga cukup nyaman dan bersih.Suasana warung tenda begitu ramai malam ini. Kebanyakan pengunjungnya adalah pekerja kantoran yang baru pulang bekerja. Banyak diantara pengunjung yang datang, menikma
"Kean, biar nanti aku yang menjemputmu. Sepertinya mau hujan." Aku menelpon Keanu segera, ketika kulihat di luar jendela awan gelap sudah menggantung menutupi langit, bergulung-gulung tertiup angin. Cuaca hari ini seolah menegaskan perasaanku yang kelabu."Ok, aku sarapan di hotel saja. Karena barang-barangku belum semua di-packing," sahutnya terkesan dingin.Keanu tak mengajakku sarapan bersamanya pagi ini seperti biasa. Mungkin dia masih ingin menenangkan diri karena pertengakaran kami kemarin.Cuaca yang dingin, makin saja terasa dingin karena sikap Keanu. Sepertinya pria itu benar-benar kesal dengan sikapku kemarin. Aku mendengkus membuang napas kasar, berharap sedikit melepaskan gundahku. Dalam hitungan jam, aku akan kembali pada kehidupan nor