Hari ini remaja itu dua kali tak ikut belajar bersama guru dan siswa lainnya di kelas. Setelah tak mengikuti mata pelajaran pertama karena terlambat. Kini ia terpaksa tak mengikuti lagi mata pelajaran berikutnya, karena tak melakukan perintah dari pak Vino.
Namun, kali ini ia tak sendiri karena keenam siswa yang terkenal itu dikeluarkan dari kelas secara bersamaan. Setelah dikeluarkan dari kelas, Yandi dan kelima temannya segera menuju kantin yang berada tak jauh dari kelas Ilmu Sosial.“Lo pesan apa aja, sana. Suka-suka hati lo,” ujar Yandi menyuruh teman-temannya segera memesan apa pun yang mereka inginkan.“Benaran, nih?” tanya Andre memastikan.“Iya... gue yang bayar nanti.”“Waah... makasih, Yan,” ujar Rino berterima kasih dan diikuti Agus, Andre, Andi, dan Doni. Kelima siswa itu sangat senang saat Yandi mentraktir mereka. Mereka pun memesan segala jenis makanaHamparan bintang nan indah memenuhi langit malam ini, menemani Yandi yang sedang membaca buku pelajaran miliknya. Namun pikiran Yandi juga dipenuhi dengan hamparan suara merdu yang terngiang-ngiang di kepalanya.“Hmm... merdu juga ya suara cewek itu,” gumam Yandi mulai memikirkan pemilik suara merdu itu.“Dia anaknya bi Ami, kan? Kira-kira dia orangnya kayak gimana, ya?” Yandi mulai bertanya-tanya tentang sosok pemilik suara merdu itu.“Dih... kok gue malah mikir itu orang, sih? Kenal juga enggak, ngapain coba gue?” ujar Yandi menyadarkan dirinya yang mulai memikirkan pemilik suara merdu itu.“Mendingan sekarang gue baca nih buku sampai habis, terus gue tidur. Dan gak perlu ke meja makan, karena gue malas,” ujar Yandi dan melanjutkan aktivitas membacanya.Suara merdu itu terus terngiang-ngiang di kepala remaja itu. “Duh... mending gue tidur sekarang, dari pada gue kepikiran terus.” Yandi b
Malam yang panjang kini hampir berlalu. Cerita tentang sosok pemilik suara merdu itu pun kini telah berakhir. Bi Ami memang tak menceritakan sosok putrinya secara detail. Wanita itu hanya menceritakan tentang putrinya secara garis besar.Tepat pukul dua dini hari, Yandi kembali ke kamarnya. Setelah mendengarkan semua hal diceritakan oleh ibu dari pemilik suara merdu itu, remaja pria itu segera kembali ke kamarnya untuk beristirahat.Setiba di kamarnya, Yandi segera merebahkan dirinya di atas kasur kesayangannya. Ia pun segera menutupi tubuhnya dengan selimut, hingga ke bagian lehernya. “Bibi kayaknya senang banget ya ceritain anaknya. Tapi, wajar aja kalau bibi senang punya anak kayak dia. Kalau dari ceritanya bi Ami, kayaknya dia anak yang penurut, deh.” Wajah Bi Ami yang begitu berseri saat menceritakan anaknya membuat ia mengingat bagaimana cara Yena menceritakannya pada teman-temannya kala itu.FlasbackSatu hari setelah hari k
Sebuah surat terbungkus rapi dalam amplop diberikan pada bi Ami. Wanita itu terheran-heran melihat surat yang berada di tangannya saat itu. “Tu... tuan muda ini benaran surat buat anak saya?” tanya bi Ami kebingungan.“Iya bi. Cuma buat minta maaf masalah yang waktu itu doang, bi.” Perkataan Yandi memanglah benar, tapi tidak seratus persen benar. Ia memang menuliskan permintaan maafnya dalam surat itu. Namun, ada hal lain yang juga dituliskannya dan tak diberitahukan pada bi Ami.“Ya ampun... tuan muda gak perlu sampai segitunya, kok. Anak bibi gak mungkin marah,” ujar bi Ami yang merasa tersentuh dengan sikap tuan mudanya.“Gak papa kok, bi. Aku cuma gak enak aja.jadi aku kirimin permintaan maaf aku lagi.”“Ya udah, nanti bibi kasih ke anaknya bibi. Makasih ya tuan muda.”“Tapi, jangan sampai ada yang tahu selain kita ya, bi,” pinta Yandi tak ingi
Hari ini tepat pukul tiga sore, harusnya Yandi bertemu dengan putri bi Ami yang bernama Reina di sebuah taman. Remaja pria itu kini tengah menunggu sosok yang membuat dirinya sangat penasaran. Sembari menunggu, Yandi duduk di sebuah kursi taman yang tersedia sambil mendengarkan lagu dengan menggunakan earphone (alat pendengar) berwarna hitam miliknya.“Jadi Yandi ini anak majikan bundanya dia? Hm.. boleh juga. Lagian gue belum pernah ngomong sama dia,” ujar seorang siswi dari kejauhan memperhatikan Yandi yang sedang menunggu seseorang. Siswi itu berjalan perlahan mendekati Yandi yang terlihat sudah mulai lelah menunggu.“Eh... sorry, lo anak majikan bunda gue?” tanya siswi itu begitu tiba di hadapan remaja pria itu.Yandi pun segera bangkit dari duduknya dan melepaskan earphone (alat pendengar) yang sedari tadi terpasang di kedua telinganya. “Iya. Lo Reina anaknya bi Ami?” Gadis itu langsung membatin sambil tersenyum saat mend
Banyak hal yang berubah sejak Yandi bertemu dengan gadis bernama Reina beberapa waktu lalu. Remaja pria yang sering membuang-buang ponselnya disembarang tempat seakan tak peduli pada benda tersebut. Namun, kini ia selalu bersama dengan ponselnya. Ke mana pun ia pergi, ponsel miliknya selalu saja berada di saku celana maupun baju yang dikenakannya. Terkadang ponsel itu berada dalam genggamannya, jika ia mengenakan pakaian yang tak memiliki kantung.Perubahan Yandi ini cukup menarik perhatian para penghuni rumah itu. Bahkan kedua orang tuanya yang tak pernah memerhatikannya, ikut memerhatikan perubahan putra keduanya itu.“Yandi, mama lihat kamu sekarang sering banget main HP, ya? Jadi ini alasan kamu gak mau nurutin permintaan mama waktu itu?!” tanya Yena kesal, namun tak digubris Yandi sedikit pun. Tak sekali pun matanya beralih dari ponsel itu. Ia sibuk menatap ponsel miliknya, dan sesekali menyentuh-nyentuh ponsel itu.“Yandi, ini tuh lagi ma
“Hai Yandi...” sapa seorang siswi di depan kelas dua belas MIA 1(Matematika dan Ilmu Alam).Semua mata pun langsung tertuju pada sesosok gadis berambut pirang panjang, yang menyapa Yandi dari depan pintu kelas.Kehadiran siswa itu membuat semua siswa yang berada dalam ruang kelas terkejut dan bertanya-tanya tentang hubungan keduanya. Terlebih lagi, Reina adalah salah satu anggota pemandu sorak yang cukup terkenal di antara para siswa-siswi di sekolah.“Lo pada kenapa natap gue kayak gitu? Emangnya gak boleh gue nyapa Yandi?” tanya Reina yang kebingungan melihat tatapan para murid di kelas itu.Reza segera mendekati Reina dan menariknya menjauhi ruang kelas. “Iissh... Reza lepasin tangan gue,” ujar Reina sambil berusaha melepaskan tangannya dari Reza.“Gak! Lo sakit ya? Atau salah makan atau minum obat?” tanya Reza kesal.“Apaan sih?! Gue gak sakit! Jadi lepasin tangan lo, cepa
Seluruh siswa-siswi SMA Citra, kini dihebohkan dengan pernyataan cinta yang keluar dari salah seorang siswi yang bergabung dalam tim pemandu sorak. Siapa yang menyangka jika gadis cantik yang jadi incaran para pria di sekolah itu menyukai seorang siswa yang memiliki julukan sebagai siswa pembuat onar.Bahkan Yandi yang mendengar pernyataan itu secara langsung masih terus bertanya-tanya pada dirinya. Ia berusaha untuk mencerna semua perkataan gadis itu perlahan-lahan. Namun masih terasa tak nyata bagi dirinya.Apakah pendengarnya yang sedang mengalami gangguan? Atau dirinyalah yang sedang berhalusinasi? Atau apakah pernyataan gadis itu hanya sekedar caranya untuk melepaskan diri dari Reza? Begitu banyak pertanyaan terlintas di kepala remaja pria itu. Sampai-sampai membuat dirinya kehilangan fokus saat mengikuti pelajaran.Kehebohan di SMA Citra kini berlanjut saat jam istirahat tiba. Kehadiran siswi populer itu di ruang kelas dua belas MIA 1(Mat
Kring... kring... Bel tanda pulang telah berbunyi. Semua pembelajaran pun diberhentikan setelah mendengar bunyi tersebut. “Eh... Yan, lo ikut gue ke rumah teman gue dong,” ujar Andre mengajak Yandi untuk mengunjungi temannya bersama-sama. Sesaat setelah bel tanda pulang dibunyikan, Andre telah mengajak Doni, Agus, Rino, dan Andi untuk menjenguk temannya yang sedang sakit, sekaligus memperkenalkannya pada mereka sesuai janjinya. Ia juga telah mengajak Yandi, namun ia tak juga memberi jawab hingga mereka berada di luar kelas. “Eh... sorry, gue gak bisa ikut. Soalnya...” Entah mengapa pria itu tak mampu mengungkapkan alasan dirinya menolak ajakan itu. Jantungnya berdetak lebih cepat dan wajahnya mulai memanas. Ia sendiri tak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya. “Soalnya apa? Lo mau ke mana? Ada urusan apa? Kenapa jadi gak bisa ngomong gitu?” ujar Rino memberikan pertanyaan yang tiada hentinya. “Satu-satu kali! Lo kayak mau interogasi gue