Share

Detik yang Tak Pernah Terduga

Apa itu cinta? Mana ada cinta yang tulus? Semuanya bullshit!” racau Ayla yang masih terlelap di atas tempat tidurnya dengan posisi tengkurap. Kemudian, disaat yang bersamaan alarm di handphone berbunyi ketika Ayla terbangun dengan kondisi rambut yang berantakan. Dan saat Ayla hendak berlari menuju kamar mandi, dia sedikit terhuyung. Namun, dia berusaha berlari menuju ke kamar mandi dengan sedikit sempoyongan.

“Hooeeek!” terdengar suara muntahan Ayla. Dia mengeluarkan cairan yang ada di dalam perutnya ke dalam wastafel. Kemudian, Ayla menyalakan keran untuk membersihkan muntahannya. Dia langsung membasuh wajahnya, dan langsung menuju shower untuk membersihkan badannya yang sangat lengket.  

Ayla yang masih berbalut handuk menghadap ke arah cermin dan terlihat mata yang sayu. “Muka saya kok jelek sekali ya? Pake acara mabuk segala pas semalem,” gerutu Hanna. Dia mengambil pakaian formalnya di walk in closet miliknya.

Hanna sempat bingung pakaian mana yang akan dikenakan olehnya. Kemudian, pilihan jatuh pada blus berwarna putih, blazer berwarna krem dan rok span berwarna hitam. Ternyata, outfit yang sedang ia kenakan merupakan pilihan yang tepat di tubuh indahnya. Ayla pun segera memoles make up yang sedikit berbeda dari biasanya karena untuk menutupi raut wajah yang tidak fresh efek mabuk semalam. Walaupun, sebenarnya tatapannya masih terlihat sayu.   

Karena takut terlambat sampai kampus, Ayla melewatkan sarapannya yang sudah disediakan oleh Bi Tijah.

“Bi, aku pergi dulu ya? Maaf tidak keburu makan sarapannya,” teriak Ayla yang sudah berada di teras rumah karena terburu-buru. 

“Iya, An. Jangan lupa sarapan di kampus. Hati-hati di jalan,” teriak Bi Tijah yang sedang sibuk di dapur. Ayla melarang Bi Tijah untuk memanggilnya sebutan non, ia lebih memilih untuk dipanggil nama atau yang lainnya selain non. Supaya tidak adanya jarak yang jauh antara Bi Tijah dan Ayla.

“Siap, Bi!” sahut Ayla dari kejauhan.  

Ayla memainkan handphone nya sambil menunggu taksi. Satu pesan muncul di notifikasi handphone-nya dari Dean yang berisi permohonan maaf karena tidak bisa menemani Ayla sampai dirinya pulang dari pesta semalam. Dan Ayla pun tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dia hanya membalasnya dengan kata-kata, “ya sudah, tidak apa-apa.”

               

Ayla memutuskan untuk pergi ke kampus menggunakan taksi karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk mengemudi mobilnya sendiri. Selama perjalanan menuju kampus, Ayla hanya melihat ke arah jalanan. Namun, supir taksi yang berada di depannya sesekali memperhatikan Ayla lewat kaca spion. Ayla sama sekali tidak menghiraukan tatapan supir taksi tersebut.

“Neng, sudah sarapan belum?” tanya supir taksi dengan tersenyum ke arah spion.

Ayla pun hanya terdiam karena terlarut dengan lamunannya.

“Neng?” seru supir taksi.

Namun, Ayla masih saja melamun dan tidak mendengarnya.

“NENG?!” teriak supir taksi yang mengagetkan Ayla.

“Eh... i—ya, kenapa Mang?” jawab Ayla yang tersontak dari lamunan.

“Ditanya kok malah diam saja. melamunin apa sih? Masih pagi kok melamun?” tanya supir taksi sambil terkekeh.

“Tidak kok Mang,” kata Ayla yang gelagapan sambil menyampirkan helaian rambut ke telinga.

“Jadi, tadi tuh sa—” Sebelum supir taksi menyelesaikan percakapannya, Ayla sudah memotong pembicaraannya.

“Eh sudah sampe Mang, berhenti di depan halte aja,” pinta Ayla.

“Oh iya neng,” ucap supir taksi dengan sedikit rasa kesal karena pembicaraannya dipotong Ayla.

Taksi yang ditumpangi oleh Ayla pun berhenti tepat di depan halte. Sebenarnya Ayla hanya ingin memberhentikan obrolannya dengan supir taksi. Karena biasanya ia turun tepat di depan pagar kampus. Karena ia terburu-buru untuk keluar dari taksi, dia lupa tidak membayar argo taksi. Ketika ia hendak membuka pintu taksi, supir taksi langsung menghentikannya.

“Neng, ongkosnya belum,” ucap supir taksi sambil terkekeh.

“Duh lupa Mang!” jawab Ayla sambil mengeluarkan satu lembar lima puluh ribuan dan memberikan kepada supir taksi tanpa meminta kembaliannya.

Ayla segera keluar dari taksi dan berjalan memasuki kampus dengan cepat walaupun sesekali tubuhnya goyah karena masih dalam efek mabuk semalam. Dan seperti biasa, banyak sekali mahasiswa yang memperhatikan Ayla dan memanggilnya.

“Selamat pagi, Bu Ayla yang cantik,” ucap salah satu mahasiswa tengil yang sedang bersandar di tiang koridor kampus.

“Pagi juga,” ucap Ayla sambil tersenyum tipis.

Setiap Ayla melangkah pasti ada aja godaannya dari para mahasiswanya.

“Dosen kita makin cantik saja, ya tidak guys?” ucap salah satu mahasiswa lain yang sedang berada di kerumunan mahasiswa.

“Makin cantik tiap hari,” timpal mahasiswa yang lain.

               

Ayla melewati mereka sambil menggelengkan kepalanya. Dan ketika Ayla akan sampai di ruang dosen, Pak Beni berjalan mendekatinya.

“Eh si cantik sudah datang, yuk masuk bersama?” ucap Pak Beni.

Pak Beni akan merangkul Ayla tetapi, Ayla yang telah mengetahui pergerakan Pak Beni langsung menjauh.

‘Ini pria tua kenapa mengganggu terus sih?!’ batin Ayla. Ia langsung masuk ke dalam ruang dosen tanpa menimpali Pak Beni yang mengikutinya dari belakang.

               

Pak Beni masih mengikuti Ayla sampai meja milik Ayla. Dan Ayla yang mengetahui hal tersebut pun menghembuskan napasnya dengan kasar.

“Tolong ya pak, jangan membuat mood saya hancur,” tuntut Ayla.

Pak Beni yang mendengar tanggapan Ayla yang tidak menyukainya pun langsung pergi meninggalkan Ayla. Memang sejak kapan Ayla menyukai sikap Pak Beni?

“Liat aja nanti, pasti si Ayla bakal bertekuk lutut sama gue,” batin Pak Beni. Dengan keyakinannya yang sangat kuat, Pak Beni percaya bahwa usahanya untuk menaklukan Ayla tidak akan sia-sia.

Setelah Pak Beni menjauhi Ayla, dia pun bergegas menuju pantry untuk mengisi perutnya yang sudah memberontak karena kelaparan. Ayla memakan roti dan segelas susu dengan cepat, setelah itu langsung mempersiapkan barang-barang yang akan dia bawa ke kelas.

Ayla mempercepat langkahnya menuju kelas pertama yang akan ia ajar.

“Selamat pagi anak-anak,” sambut Ayla kepada para mahasiswanya sambil berjalan menuju meja.

“Selamat pagi juga, Bu Ayla,” jawab seluruh mahasiswa dan mahasiswi.

Setelah Ayla menata laptop, dan tas milkinya, dia langsung memulai perkuliahan. Namun, setelah beberapa menit memulai perkuliahan, datanglah seorang mahasiswa baru.

“Permisi,” ucap mahasiswa baru tersebut.

“Iya, silahkan masuk,” jawab Ayla tanpa melihat ke arah sumber suara. Sedangkan suara para mahasiswi terdengar bisik-bisik yang histeris membicarakan sosok yang baru saja datang.

Ayla pun menjadi penasaran karena mendengar para mahasiswi yang berisik. Dan tatapannya bertubrukan dengan tatapan seorang bermata coklat, berpostur tinggi, dan berkulit putih selama 5 detik. Seseorang tersebut mendekati Ayla dan Ayla pun hanya terdiam.

“Wah ada mahasiswa baru, bule lagi! Kenalin diri dong!” ucap salah satu mahasiswi secara antusias.

Dan ucapan mahasiswi tersebut menyadarkan Ayla untuk mengalihkan tatapannya.

“Ya, silahkan perkenalkan diri anda,” pinta Ayla kepada mahasiswa baru dengan ucapan yang grogi.

Mahasiswa baru yang paham dengan perasaan Ayla pun hanya tersenyum sangat tipis, mungkin tidak ada yang menyadarinya.

“Hm, nama saya Halbert,” ucap mahasiswa baru tersebut. Ia memperkenalkan dirinya sangat singkat sesuai dengan penampilannya yang cool dan sangat dingin.

“Sudah punya pacar belum?” saut salah satu mahasiswi.

Suasana kelas pun menjadi riuh, dan dengan polosnya Ayla masih memperhatikan sosok Halbert. Dan perkataan Halbert pun membuat kesadaran Ayla kembali lagi.

“Jadi, apakah saya boleh duduk?” tanya Halbert dengan aksen Amerika-nya.

“Ya, silahkan,” jawab Ayla.

Ketika Halbert berjalan menuju kursi yang kosong, tiba-tiba Ayla mengenalkan namanya. Karena tadi dia sama sekali tidak kepikiran untuk memperkenalkan dirinya.

“Perkenalkan nama saya Ayla,” ucap Ayla yang memperkenalkan tanpa panggilan formal sebagai dosen. Dan hal tersebut membuat semuanya terheran-heran.

Ada aura tak kasat mata yang mampu mendobrak pintu Ayla saat ini. dia tak paham kenapa bisa jantungnya berdentam hebat dan darahnya mendidih seketika.

‘Duh kok jadi grogi gini ya?’ batin Ayla

               

Sedangkan Halbert hanya menganggukan kepala dengan gayanya yang cool. Akibat kejadian tadi pun Ayla mengajarkan materi kuliah dengan kikuk dan Ayla pun berharap mengajarnya cepat selesai.

‘Kenapa denganku?!’ batin Ayla.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status