Hari sudah berganti menjadi malam, Syaila dan Nadira kini sedang menulusuri jalan, mencari pedagang nasi goreng. Sebab sudah waktunya makan. Dua wanita itu akan lebih memilih pergi keluar walaupun diterjang hujan, dari pada harus bergelut dengan panasnya minyak di dapur. Alias tidak bisa memasak selain mi instan."Nasi Padang aja enggak si? Perasaan enggak nemu-nemu tukang nasi goreng," celetuk Nadira. Kakinya sudah terasa pegal dan kesemutan."Di sana ada. Enggak sabaran banget," balas Syaila ketus."Ya lama elah! Tenggorokan gue kering nih!" eluh Nadira."Yaudah lo tunggu di sini, biar gue yang beli. Lagian rumah kok jauh dari kehidupan masyarakat!" Syaila meninggalkan Nadira yang mengomel karena tidak terima rumahnya di dikatai jauh dari kehidupan masyarat. Nadira lantas masuk ke mini market untuk meredakan rasa dahaganya.Sementara Syaila, ia sudah sampai di tempat nasi goreng yang ia maksud. " Tiga, Pak," pesannya.Penjual pria itu mengangguk setelah memperlihatkan senyum ramahny
Selepas menghabiskan makan malam, Syaila dan Nadira berlanjut menonton televisi bersama. Dan lagi-lagi topik berita di televisi menyiarkan perihal berita perselingkuhan Azka. Namun sayangnya, uang tetap menjadi pemenang. Bagai habis terjatuh tertimpa tangga, fakta yang beredar dimasyarakat adalah Syaila yang tidak tahu diri sebagai seorang istri.Bahkan seminggu terakhir Syaila merasa tidak nyaman sebab tidak sedikit yang memandangnya tidak suka ketika ia sedang berada di luar. Orang-orang seolah melihat benda paling menjijikkan saat melihat Syaila.Maka dari itu Syaila tidak berani untuk keluar, atau ia akan mencari angin pada malam hari dengan memakai Hoodie Seperi tadi."Gila, ya? Gue pikir Azka enggak sejahat itu. Ternyata semua keluarganya juga sama aja. Muak gue liat manusia maodelan kaya gitu!" Nadira akan menjadi orang yang menggebu-gebu jika membicarakan perihal Azka."Gue juga enggak nyangka. Laki-laki yang selama ini gue anggep baik ternyata lagi nyembunyiin topeng berengse
"Sya? Sya sumpah, ya masa gue belum aja interview udah ditolak duluan cuma gara-gara ternyata perusahaan itu lagi kerja sama dengan perusahaan Azka! Gila, ya. Kalau gue mati kelaperan karena enggak punya duit bakal tanggung jawab apa dia?" Nadira mengoceh selepas membanting kan tubuhnya di sofa, melemparkan tasnya kesembarang arah."Sya?" Dia kembali memanggil ketika tidak ada sahutan apapun. Keningnya mengernyit. "Sya?" Sekali lagi dia memanggil.Bangunlah Nadira, berjalan menuju kamar Syaila yang ternyata menutup pintunya. "Tidur apa, ya?" gumamnya.Penasaran, lantas Nadira membuka kamar itu perlahan. Namun bukannya ia menemukan Syaila yang sedang meringkuk di ranjang, kamar itu nampak gelap dan tidak ada sang penghuni seperti yang Nadira duga."Kemana?" Ia berjalan masuk.Matanya menyusuri setiap sudut kamar. Hingga kamar mandi yang ada di dalam. "Apa nih?" Nadira menemukan sebuah amplop coklat yang ditindih pas foto kecil beserta sepucuk surat dengan tulisan tinta merah di meja r
Di sebuah kota kecil, jauh dengan hirup pikuk dari kehidupan kota akhirnya Syaila sampai. Wanita itu sudah banyak tahu sebelum benar-benar pindah dari kota. Rumah dusun yang lumayan murah, pas dengan sisa uang yang Syaila miliki."Kita tinggal di sini?" Geino bertanya sembari melihat bangunan dengan banyak pintu itu tidak rela.Anak itu seolah tidak terima dengan keadaan kamar yang sempit dan lembab. Dia sudah terbiasa dengan kekayaan papa nya."Iya, Nak. Kita tinggal dulu di sini sementara. Kalau mama udah dapet kerjaan nanti, di pindah ke rumah yang lebih layak, " jelas Syaila.Geino dengan mengatakan apa-apa, setelah Syaila membuka pintu dan membiarkan dia masuk.Keadaan kamar dusun itu sangat parah dari dugaannya. Debu di mana-mana sampai bersarang laba-laba. Sepertinya memang sudah lama tidak ditinggali. Dengan semangat yang menggebu-gebu, Syaila melipat lengan bajunya siap untuk berperang, membersihkan rumah barunya hingga bersih.Syaila memang tidak terbiasa melakukan pekerjaa
Rupanya menjalani hidup serba sendiri tidak semudah yang Syaila pikir. Bahkan sekarang, selepas mengantarkan Geino mendaftar sekolah ia harus rela panas-panasan untuk mencari sebuah pekerjaan untuk membiayai kebutuhannya sehari-hari.Ia sudah datang ke lima PT, namun semuanya menolak karena sedang tidak membutuhkan karyawan dibagian yang Syaila lamar."Harus kemana lagi, ya?" gumamnya sembari mengusap peluh yang mengucur di pelipisnya.Tujuan terakhirnya adalah sebuah PT yang lumayan tidak jauh dari rumah dusunnya, itu bagus, jika harapan terakhirnya ini berhasil ia dapatkan itu akan menguntungkan bagi Syaila. Ia akan lebih hemat biaya transportasi."Semoga keterima!" tuturnya semangat. Ia melangkah ringan membawa amplop coklat yang ia peluk sejak tadi.Sebuah perusahaan yang memproduksi topi untuk di ekspor ke luar negeri, informasi yang Syaila tahu dari internet tentang PT yang sekarang ia datangi itu."Permisi, Pak, saya mau ngelamar untuk posisi ini apakah ada lowongan di sini?" ta
"Hallo, Tante," sapa seorang anak perempuan yang Syaila taksir umurnya sama dengan Geino. Anak dengan wajah riang itu muncul di balik punggung Geino."Hallo, kalian ngapain di sini?" tanya Syaila. Mata nya bergantian menatap dua anak itu secara bergantian."Kami lagi main, Tante. Tapi Geino enggak asik. Masa dari tadi duduk aja main hp. Padahal banyak yang ngajakin main bola sama dia."Syaila terdiam, putranya memang tidak terbiasa bersosialisasi dengan banyak orang. Dia lebih suka menyendiri di kamar dengan game kesukaannya alih-alih panas-panasan bermain dengan teman sebayanya. "Lain kali kalau mau main bilang dulu, ya? Soalnya Tante khawatir. Geino belum tahu daerah sini, kamu bisa jagain dia kan biar enggak nyasar?"Geino menoleh dengan mata sinis. Harga dirinya seolah ternodai karena mamanya menitipkannya pada seorang gadis centil yang tidak ia kenali itu. "Aku bisa jaga diri aku sendiri," sahutnya cepat."Boong Tante. Tadi aja dia salah turun tangga, malah masuk ke ruang orang
"KAMU BISA KERJA ENGGAK, SIH!"Syaila mengerjap beberapa kali, ia hanya bisa menunduk kala dirinya dibentak dan menjadi tontonan banyak orang oleh atasannya. Hari ini adalah hari pertama Syaila bekerja sebagai karyawan pabrik untuk pertama kalinya.Wanita berusia 30 tahun itu tidak sengaja mengotori topi yang sedang di packing dengan menjatuhkanya ke lantai. Menurutnya itu adalah hal yang sepele, lagi pula topi itu tidak sampai robek atau rusak. Hanya kotor dan bisa di bersihkan."Sudah saya bilang kan, kamu itu harus hati-hati. Kamu pikir topi ini murah?" Atasannya itu berkata lagi dengan urat tenggorokan yang menonjol dan mata yang hampir loncat dari tempatnya."Maaf, Bu. Tapi saya hanya menjatuhkannya. Ini bisa bersih lagi kok," sanggah Syaila. Walaupun ia merasa ingin sekali balas membentak wanita di hadapannya ini balik. Tapi itu tidak mungkin ia lakukan, ia harus memposisikan dirinya sebagai bawahan."Kamu kalau dibilangin itu jangan membantah! Ajarin dia!" ucap wanita itu lagi
Setibanya di kedai, Syaila memesan dua porsi mi itu, selama ia menunggu pesanannya, Syaila duduk di salah satu meja yang kebetulan kosong. Kedai itu ramai seperti terakhir kali Syaila ke sini. Sepertinya kedai mi ini memang sudah terkenal. Selain murah, tempatnya juga luas dan bersih. Bahkan orang-orang baru seperti Syaila tidak akan rela mampir ke kedai ini.Prang!Syaila menoleh hanya untuk melihat seorang bapak-bapak tua yang ia terka adalah pemilik kedai mi baru saja menjatuhkan bekas mangkok ke atas lantai sampai kuah yang tersisa berserakan.Ia buru-buru membantu. Membereskan mangkok yang untung tidak pecah ke atas nampan."Makasih, Nak," katanya dengan suara lemah."Bapak baik-baik aja?" Syaila mengambil alih nampan yang bapak itu angkat saat melihat wajah pria itu terlihat pucat."Bapak sedikit kelelahan. Kedai sangat ramai. Bapak belum sempat beristirahat," jawabnya."Bapak tidak memiliki pegawai. Kedai ramai, pantas saja bapak kewalahan." Syaila menggiring bapak tua itu unt