MasukKegelisahan itu jelas tampak dalam hatiku. Menimbang dan mengingat semua perkataan sosok itu.
“Aku Alpha Benjamin. Usiaku 26 tahun. Baru tinggal di sini beberapa waktu lalu. Kebetulan aku adalah keponakan pria berengsek yang sudah menjadi kekasihmu 11 tahun lamanya. Aku memberimu waktu sampai besok jam empat sore untuk mempertimbangkan saran yang aku berikan padamu.” Masih terngiang semua perkataan pria muda bernama Alpha Benjamin itu. Membuat kepalaku berdenyut hebat. “Siapa sebenarnya cowok itu? Kenapa bisa tahu semua tentang aku dan Damian? Apa benar dia keponakan pria berengsek itu?” Berjuta pertanyaan itu menyerang kepalaku dan membuatnya semakin berdenyut sakit. Bahkan pria itu tahu apa yang terjadi antara aku dan Damian. Yang lebih mengherankan lagi dia menawarkan sesuatu yang tidak masuk akal sama sekali. Yang lebih membuat aku tak bisa berkata-kata. Ternyata dia adalah keponakan Damian. Itu artinya__ “Kamu ingin balas dendam bukan?” Kembali ucapan itu terngiang. Bahkan dia yang menabrakku. Menolongku juga mengatakan ingin menikahiku. Laki-laki bernama Alpha itu sudah tahu banyak tentang aku sebelum aku menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Jujur tidur lalu malam ini tidak nyenyak sama sekali. Membuat mata pandaku terlihat menyeramkan. Ketika pagi tiba aku terlihat linglung. Sedikit kesiangan namun aku yakin tidak terlambat pergi ke kantor. Agak terburu dan tergesa aku masuk ke dalam pintu lift yang sudah hampir penuh itu. Tercium aroma maskulin rasa vanila yang membuat aku sejenak terlena menghidunya. Harum bau parfum pria itu memang seolah menghipnotis siapapun yang mencium aromanya. Ting! Terdengar suara pintu lift terbuka. Sekali lagi aku tergesa berjalan keluar dari pintu lift tersebut tanpa menyadari ada seseorang yang sudah memperhatikan semua gerak-gerikku sejak tadi. “Dior. Kamu kenapa?” tanya Chalondra, sahabat baikku yang sekaligus bekerja satu devisi denganku. “Mata panda kamu parah banget. Kamu tidak bisa tidur semalaman?” Aku mengangguk pelan menjawab pertanyaan wanita yang usianya setara denganku itu. “Apa ada yang terjadi?” tanyanya masih belum menyerah karena rasa penasarannya yang begitu kuat. Aku menoleh lantas menjawab dengan telak. “Pria 11 tahunku tidur dengan adik tiriku. Sebaiknya apa yang harus aku lakukan?” Chalondra tampak terkejut bukan main. “Apa?” Hanya itu yang keluar dari bibir merah jambunya itu. Membuat aku sedikit kesal. “Akh, sudahlah! Seharusnya aku tak pernah menceritakan ini padamu,” ucapku sibuk menyiapkan berkas untuk rapat pagi ini. “Kamu putuskan saja dia. Laki-laki brengsek seperti itu pantasnya dibuang.” Aku tertegun sejenak. Menghentikan aktivitas tanganku yang sedari tadi sibuk menyiapkan semua berkas pekerjaanku. Benar kata Chalondra. Aku memang harus mengakhiri hubungan tidak sehat ini. Sudah jelas-jelas pria itu mengkhianatiku di depan mataku. Untuk apalagi aku harus mempertahankannya. “Kamu benar, Cha. Aku harus memutuskan hubungan ini.” Chalondra tampak berbinar. Dia cukup senang karena ide dan pendapatnya aku terima. “Oke. Kita fokus ke pekerjaan kita. Dengar-dengar dari sekertaris wakil direktur, CEO perusahaan kita hari ini sudah datang dan akan memimpin perusahaan fashion kita.” Kali ini aku yang terkejut. Namun tiba-tiba sudut bibirku melengkung membentuk senyuman penuh kemenangan. “Damian Atlas. Hari ini adalah awal kehancuranmu. Kekuasaan yang selama ini kamu banggakan akan segera berganti pada orang yang tepat yang memang seharusnya menempati posisinya,” batinku berkata menggelora membangunkan sebagian adrenalin yang kemarin sempat tumpah terlampiaskan pada sosok muda itu. Tiba-tiba aku teringat Alpha Benjamin. Bodohnya aku tidak meminta nomor kontak pria itu. Mungkin saja aku akan menyetujui tawaran yang dia berikan padaku. Menikahi pria muda itu untuk membalas dendam pada pria brengsekku itu. “Dior. Bawa semua berkas ke ruang rapat. Sebentar lagi, Tuan Damian akan datang.” Aku terhenyak mendengar perintah itu. Jelas-jelas jabatanku tidak setara dengan wanita muda itu. Bisa-bisanya dia memerintahku seenak jidatnya sendiri seolah dia yang menggaji aku. Namun aku hanya terdiam dan menatapnya penuh kebencian. Terlihat dia sangat cantik dan penampilannya memang masih sangat muda. Mendadak di dalam hatiku ada rasa minder yang menjelma. “Mungkin saja Damian berselingkuh dengannya karena aku sudah jelek. Sudah tua dan tidak secantik daun muda. Akh!” Pikiran kotor itu menjeratku dalam bayang-bayang semu yang menakutkan. Seketika kepercayaan diriku hancur lebur merusak otak warasku. Hubunganku dengan Damian memang sangat rahasia. Selama 11 tahun ini dia tidak pernah ingin mempublikasikan siapa aku yang sesungguhnya. Aku satu kantor dengannya. Bahkan beberapa tahun ini dialah yang menjadi atasanku. Dulunya akulah yang selalu dia percaya untuk menjadi asisten pribadinya. Namun semenjak kedatangan Alexa Prasasti ke kantor ini bahkan menjadi bagian dari keluarga Dior hidupku menjadi berantakan. Belum ada setahun kematian mamaku, papa tersayangku menikahi wanita berstatus janda dengan anak satu. Dan anak itu adalah Alexa Prasasti. Wanita muda yang usianya setara dengan Alpha Benjamin. Kedudukanku naik menjadi seorang pimpinan CFO yang bertanggung jawab sebagai pimpinan keuangan. Segala yang berangkutan dengan keuangan perusahaan itu menjadi urusanku dan aku bertanggung jawab atas segala resiko yang terjadi di perusahaan termasuk kehilangan dana ataupun adanya Money loundry dan korupsi perusahaan yang dilakukan seluruh pegawai perusahaan tersebut. “Selamat Pagi, Pak Damian.” Aku mendongak mendengar semua pegawai kantor menyapa wakil direktur datang. Terlihat tampan dan masih sangat segar meskipun usia Damian tidak beda jauh denganku. Hanya berselisih dua tahun. Dia menginjakkan usia ke 32 tahun beberapa bulan lagi. “Semua ke ruang rapat, ya. Hari ini pimpinan besar kita CEO perusahaan ANT sudah kembali.” Semua pegawai mengangguk termasuk aku. Dan tak beberapa lama kami semua yang rapat sudah berada di satu ruangan khusus untuk meeting. “Kita akan menyambut kedatangan CEO kita sebentar lagi. Aku harap kalian memberikan performance yang baik.” Baru saja Damian berkata demikian tiba-tiba terdengar pintu ruangan rapat itu terbuka. Semua mata menoleh dan memandang ke arah pintu tersebut. Seolah menantikan apa yang baru saja di katakan Damian . Berbeda denganku yang sibuk menata perasaanku saat terlihat di mataku selintas genggaman tangan Alexa pada tangan kekar milik Damian. “Haruskah semencolok itu? Di depan semua pegawai dia berani mempertontonkan kemesraan mereka.” Hatiku teriris. Menangis dan bahkan air mata itu hampir saja jatuh. “Di. Kamu kenapa? Kok wajahmu mendadak sedih begitu?” Orang pertama kali yang menyadari perubahanku adalah Chalondra. Dia mengikuti arah pandangan mataku yang masih tertuju pada kedua tangan yang berbeda itu. “Apa kamu iga penasaran dengan hubungan mereka? Beberapa waktu lalu aku juga memergoki mereka sedang berpelukan di pantry.” “Apa!” Kepalaku berdenyut. Dadaku bergemuruh kuat. Jantungku bukan lagi berdetak. Melainkan seolah terkena serangan mematikan. Sakit. Nyeri bahkan terasa pedih saat mendengar apa yang dikatakan oleh Chalondra. “Jadi selama ini cuma aku yang terlambat menyadarinya?” Kembali hatiku berkata sedih. “Selamat datang, Tuan Muda dan Nyonya Besar.” Suara itu menghentakkan lamunanku. Aku seka air mata yang hampir tumpah ke pipiku itu. Kedua mataku mengerjap dan memberikan gelengan pada Chalondra yang masih fokus denganku. “Aku tidak apa-apa, Cha. Hanya merasakan sakit di kepalaku. Mungkin kurang tidur,” jawabku. Chalondra tersenyum lantas menggenggam jemariku. “Fokus, ya. Pimpinan besar kita sudah datang,” ucapnya sambil memberikan isyarat bahwa di depan pintu masuk ada sepasang laki-laki dan perempuan sudah berdiri di sana. Dan semua pegawai perusahaan membungkuk hormat kepada mereka. Aku menoleh dan ternyata serangan jantung itu tidak berhenti di sini. Bahkan aku sempat tersedak melihat siapa yang baru saja datang. Semua orang mengalihkan pandangan mereka. Mendongak dan menatapku heran saat aku terbatuk. Termasuk sosok itu. Mata kami saling beradu. Bertemu dan menerbitkan keterkejutan yang luar biasa. Aku dan dia sama-sama terkejut ketika dipertemukan dalam ruangan ini.“Sah.” Penghulu itu mengikrarkan janji terakhir kami. Dan mulai terdengar kata sah itu aku dan Alpha resmi menjadi suami istri. Meskipun aku tahu pernikahan ini hanya sebagai syarat. Kupandangi buku nikah yang sudah ada di tanganku itu. Terasa ada sesuatu yang menggemuruh di dadaku. Aku tak menyangka secepat itu aku menikah bahkan dengan pria yang usianya beberapa tahun di bawahku. “Kenapa? Kamu menyesal?” Aku menoleh. Kulihat pria tampan itu memakai jas yang pastinya tidak murah. Bangsawan berdarah biru itu mendekatiku lantas merangkulku. Agak terkejut menyadarinya. “Kamu sudah sah menjadi istriku. Mau aku apakan itu juga sudah menjadi hakku.” Mataku terbelalak lebar. Baru saja bibirku terbuka untuk membantah perkataannya, Alpha sudah menempelkan jari telunjuk kan di tengah bibir tipisku. “Bukankah kemarin aku sudah menyuruhmu untuk membaca kontraknya sebelum kamu menandatanganinya.” “Akh!” Ada rasa kesal menjalar di dalam hatiku. Serasa aku dijebak setelah aku mendeng
BUG! Satu tinju mentah itu mendarat di wajah Damian yang membuat pria dewasa itu bukan main terkejutnya. Dia mendongak dengan wajah yang memar dan bercak darah yang keluar dari sudut bibirnya. “Alpha.” “Semenjak kapan perusahaan ini tak ada etika dan adabnya. Berani melecehkan karyawan wanitanya. Anda ingin masuk jeruji besi!” Kemarahan itu tidak main-main. Aku melihat wajah Alpha Benjamin, sang CEO perusahaan itu tak terkendali. Menakutkan dan sungguh tak terduga seorang pria yang baru saja menginjak dewasa bisa sejantan itu. Jelas aku terpesona dengan penampilannya kali ini. Dia menunjukkan di depan mataku bahwa dirinya memang benar-benar laki-laki sejati. “Ka-mu salah paham, Alpha. Tidak seperti yang kamu bilang.” Damian masih saja mencari pembelaan. Alpha seketika menatapku namun sepersekian detik kembali dengan garang ingin menghantam tubuh Damian. “Jangan!” teriakku yang rupanya mampu membuat pria itu bangkit berdiri. “Masih membela rupanya. Tak rela dia cacat
Entah setan apa yang tiba-tiba merasuki kami. Sepasang bibir kami sudah menyatu. Saling menghisap dan mengecap. Dan sepertinya aku sangat menikmati. Demikian dengan pria berondong yang usianya jauh di bawahku itu. Bersamaan dengan tangannya yang sudah menyusup ke balik pangkal pahaku pintu diketuk seseorang. “Ada orang,” bisikku tersengal. Namun wajahku dan wajah Alpha Benjamin memerah menahan sesuatu. “Kita lanjutkan nanti,” ucapnya sambil menarik tangannya yang berada di kedua pangkal kedua pahaku. Napasku tersengal dengan dada bergemuruh hebat. Aku merapikan baju dan rok dinasku sebelum selanjutnya seseorang itu masuk ke dalam ruangan Alpha. Keterkejutan itu milikku bukan milik Alpha. Pria muda itu tampak dingin dan tenang saat menatap seseorang melangkah ke arahnya. “Aku ke sini mencari Dior. Ada kerjaan yang harus dia selesaikan di ruanganku.” Jantungku berdetak hebat dengan wajah memanas. Rupanya hal itu dapat ditangkap oleh Alpha. “Kerjaan apa yang mengharuskan Nona Dior
Uhuk! “Di. Are you, okey?” Chalondra tampak khawatir saat melihatku pucat dengan batuk yang tersedak. Aku mengangguk-angguk sambil menahan ringisan kesakitan di tenggorokan juga dadaku yang sesak. Sementara sosok yang baru saja masuk dikawal oleh beberapa orang itu terlihat tenang tanpa ekspresi. “Selamat Pagi. Hari ini kita adakan rapat darurat penyambutan CEO kalian yang baru bisa hadir di Perusahaan ANT. Kita sambut CEO kita Alpha Benjamin Atlas dengan sang Ibunda, Thalia Dinandra Atlas. Mereka menjabat sebagai CEO dan Presiden Direktur.” Aku terdiam. Bahkan bergeming dan tertegun mendengar sederetan kalimat yang diucapkan oleh sekertaris kantor itu. Ternyata memang ini perusahaan keluarga. Semua ada di tempat ini. Pantas saja Alexa begitu ngebet dan nempel terus dengan sosok Damian. Ternyata ini tujuannya. “Selamat Pagi Semua___ Dan akhirnya hari itu juga resmi sudah ibu dan anak itu berada di perusahaan ANT menempati posisi tertinggi. Aku melihat Damian sedikit kece
Kegelisahan itu jelas tampak dalam hatiku. Menimbang dan mengingat semua perkataan sosok itu. “Aku Alpha Benjamin. Usiaku 26 tahun. Baru tinggal di sini beberapa waktu lalu. Kebetulan aku adalah keponakan pria berengsek yang sudah menjadi kekasihmu 11 tahun lamanya. Aku memberimu waktu sampai besok jam empat sore untuk mempertimbangkan saran yang aku berikan padamu.” Masih terngiang semua perkataan pria muda bernama Alpha Benjamin itu. Membuat kepalaku berdenyut hebat. “Siapa sebenarnya cowok itu? Kenapa bisa tahu semua tentang aku dan Damian? Apa benar dia keponakan pria berengsek itu?” Berjuta pertanyaan itu menyerang kepalaku dan membuatnya semakin berdenyut sakit. Bahkan pria itu tahu apa yang terjadi antara aku dan Damian. Yang lebih mengherankan lagi dia menawarkan sesuatu yang tidak masuk akal sama sekali. Yang lebih membuat aku tak bisa berkata-kata. Ternyata dia adalah keponakan Damian. Itu artinya__ “Kamu ingin balas dendam bukan?” Kembali ucapan itu terngiang. Bahk
Air mata itu aku usap dengan kasar saat kedua mataku harus menerima kenyataan menyakitkan itu. Beberapa detik yang lalu kupergoki laki-laki yang sudah 11 tahun menjadi kekasihku sedang meniduri perempuan muda yang tak lain adik tiriku sendiri. Aku, Antonia Dior. Wanita yang berusia 30 tahun. Usia yang tidak muda lagi. Yang selama ini aku pertahankan demi satu laki-laki untuk menunggunya menikahiku. Namun apa yang aku dapat. Sebuah kenyataan yang memporak-porandakan mental sehatku. Dia mengkhianati kepercayaanku selama 11 tahun. Berselingkuh di belakangku dengan adik tiriku sendiri. “Argh!” Desahan itu membuat jantungku berhenti berdetak. Merasakan sakit dan nyeri yang tak ada ujungnya. Entah mengapa kakiku terasa kaku seperti lumpuh. Bahkan aku sama sekali tak bisa menggerakkannya hanya sekedar untuk berlari menjauhi tempat laknat itu. Di saat mereka sampai pada puncak kepuasan nafsu jahanam itu aku terisak. Sangat memalukan dan akhirnya waktu itu tiba juga. “Dior,” desis sala







