"Tuan, tolong bebaskan utang saya. Saya akan memberikan putri saya untuk Anda sebagai gantinya."
Diana terperangah mendengar ayahnya memohon-mohon sambil mendorong tubuhnya ke hadapan seorang pria yang duduk dengan angkuh.
Hati Diana teriris diperlakukan seperti barang.
Tadinya Diana pikir, ia diajak sang ayah hanya untuk menemui salah satu partner bisnis.
Diana juga sempat menolak, apalagi kehadiran ayahnya itu sangat tiba-tiba. Tetapi Dody, ayahnya, membujuknya dengan menjanjikan akan menyekolahkan adiknya. Dan jika partner bisnisnya mau membantu, perekonomian Diana pun akan terbantu.
Maka dari itu, Diana menyetujui permintaan ayahnya, meski ia sempat bingung mengapa ayahnya juga menyuruhnya untuk berdandan menggunakan pakaian haram ini.
Dan ternyata….
Pria blasteran bernama Michel Rahardian itu menatap tubuh Diana sambil berdecak remeh.
Diana mengenali pria itu karena sering melihatnya tampil di TV.
"Dia ini tidak ada nilainya untukku. Tidak berharga dibandingkan dengan nyawamu, Dody. Aku bisa mendapatkan wanita mana pun yang aku mau, kenapa aku harus menerima gadis ini?"
Dari luar ruangan, terdengar suara lagu dari DJ dan juga teriakan orang-orang yang sudah mabuk. Meski Diana berteriak memohon untuk dilepaskan, orang yang berada di luar tidak akan bisa menolongnya.
Michel kemudian berjalan mengelilingi Diana yang kedua tangannya kini diikat oleh Dody.
"Anak saya ini masih murni, Tuan. Dia masih perawan," ujar Dody kembali memohon.
Diana melebarkan matanya, terkejut. “Tidak, tidak… Aku tidak ingin dijual. Jangan sangkut-pautkan aku dengan kesalahanmu!”
Tetapi setelah mendengar penuturan Doddy, Michel langsung menyeringai sinis ke arahnya. Ia menilai Diana dari atas ke bawah, membuat gadis itu risih.
"Baiklah, bawa dia pergi dari sini."
Michel lalu memerintah anak buahnya untuk membawa Dody pergi dari tempatnya.
"Aku bersikap baik hari ini karena anakmu," kata Michel sambil melirik Diana sekali lagi. "Dia tidak buruk."
Michel menendang kaki Dody hingga pria paruh baya itu bersujud di kaki Diana yang masih tidak percaya bahwa ayahnya telah benar-benar menjualnya.
"Diana, maafkan Papa, Nak,” ujar Dody.
“Tu-tunggu…” lirih Diana.
“Tuan, terima kasih banyak," sambung Dody kembali, setelahnya dibawa pergi oleh kedua anak buah Michel.
Diana melihat semua itu dengan bingung. Ia sebenarnya belum bisa mencerna apa yang terjadi padanya sekarang. Ia bahkan baru tahu jika ayahnya ini memiliki utang, dengan seseorang yang baru ia temui malam ini.
Diana tidak tahu mengapa ayahnya bisa berurusan dengan orang seperti Michel. Melihat bagaimana seisi klub begitu hormat padanya, dan anak buah yang selalu sigap pada tuannya itu, Diana bisa merasakan bahwa Michel bukanlah orang sembarangan. Ia pasti sangat berkuasa.
Tiba-tiba ketakutan menjalar dalam tubuh Diana. Ia ingin kabur, berlari menuju pintu keluar. Jadi, ia memberontak di kursinya.
"Lepaskan aku! Aku mohon! Jika kalian tidak melepaskanku, aku akan melaporkan kalian semua!" teriaknya frustrasi.
Bukannya takut dengan ancaman itu, semua anak buah Michel yang berada di ruangan tersebut malah menertawakan Diana.
Michel bersikap tenang lalu menarik kursinya dan duduk tepat di hadapan Diana.
"Tuan, aku rasa ada salah paham di sini. Aku tidak tahu apa yang dilakukan ayahku. Kumohon, lepaskan aku. Aku akan melakukan apa pun.”
Michel hanya menatapnya sambil bersedekap.
“Aku akan bayar utang ayahku. Aku janji. Jadi, tolong lepaskan aku," pinta Diana lagi, kali ini sambil terisak.
"Apa kamu sanggup membayar utang ayahmu itu, Diana?" Michel menatapnya intens. "Utangnya sangat besar, 50 miliar. Bahkan jika organ ayahmu atau kamu dijual sekalipun, tidak akan cukup untuk melunasi semua hutangnya."
Diana tersentak.
Bagaimana bisa ayahnya memiliki utang sebesar itu? Diana terdiam sejenak dan memikirkan cara apa yang bisa ia gunakan untuk bebas dari sini.
Diana tidak punya siapa pun yang bisa ia mintai pertolongan. Ia hanya punya Doni, adiknya. Dan Doni tidak bisa melakukan apa pun untuk menolongnya karena adiknya itu masih sekolah. Diana juga tidak mungkin melibatkannya.
Mereka sudah tidak punya ibu karena ibu kandungnya sudah meninggal dan ayahnya sudah memiliki keluarga baru.
"Lalu, apa yang akan Tuan lakukan padaku? Apakah Tuan akan membunuh dan menjual organ tubuhku?" Diana bertanya dengan wajah nanar.
"Tergantung. Jika kamu membuat saya tidak senang, saya akan memutilasi tubuhmu!" kata Michel dengan maksud untuk bercanda. Tapi nada datarnya justru membuat tubuh Diana bergetar hebat.
"Tuan, bagaimana bisa Anda bertindak tidak adil seperti ini? Yang berbuat salah bukan aku, tetapi kenapa aku yang harus dihukum? Tuan bisa menangkap ayahku!” seru Diana tidak terima.
"Tidak ada pilihan lain lagi, Diana. Kamu adalah milik saya sekarang.”
Dengan gerakan tangan dari Michel, salah satu anak buahnya melepaskan ikatan tangan Diana. Lalu Michel memerintahkan anak buahnya itu untuk mengambil satu botol bir.
Mendengar itu, Diana segera bangkit dan berusaha kabur, karena ia punya firasat jika Michel akan menjebaknya.
Belum sempat ia sampai di pintu, tiba-tiba…
DOR!
Suara tembakan menggema dan Diana langsung terdiam membatu di tempatnya.
Michel menghampirinya. Langkahnya begitu gegas dan gagah. Ia lalu mencengkeram kedua pipi Diana dan menuang sebotol bir ke mulut Diana secara paksa.
Namun, Diana memuntahkan minuman yang sangat berbahaya itu.
Uhuk, uhuk!
Diana tersedak, tetapi Michel kembali mencengkeram pipinya, dan menengadahkan kepala Diana ke atas.
Minuman haram itu dimasukkan kembali dan kali ini lolos masuk ke tenggorokannya. Diana bisa merasakan pahitnya cairan itu dan tubuhnya kian bergetar dengan perbuatan Michel.
Setelah Diana berhasil meminumnya beberapa teguk, Michel baru melepaskannya.
Pria itu menyeringai puas.
Tubuh Diana melemah. "Tuan, aku mohon. Aku wanita baik-baik dan aku harus mengurus adikku yang masih sekolah,” lirihnya dengan suara bergetar. Tetapi Michel hanya menatapnya dengan tajam.
Rasa pening mulai menguasai diri Diana. Efek alkohol begitu cepat muncul dalam dirinya. Dari sudut matanya, Diana bisa melihat bahwa pintu keluar tidak jauh darinya. Dan beberapa anak buah menjauh dari pintu, seperti memberikan waktu untuk tuannya.
Michel berjalan ke arahnya, dan Diana bergerak mundur. Tanpa banyak pikir, Diana tetap nekat bergegas keluar dari tempat menyeramkan ini.
Ia berhasil berlari dengan cepat, membuka pintu dan keluar dari ruangan. Namun, di luar ruangan itu ternyata lebih luas dari ruangan tempat Diana ditahan.
Ada banyak lampu warna-warni yang semakin membuatnya pusing, dan musik disko yang telah diputar membuatnya tidak bisa mendengar suara orang lain.
Meski kepalanya pusing dan tubuhnya terasa lemas, Diana berusaha mencari jalan keluar.
Ia terus berjalan melewati lorong sampai tiba di lantai dansa yang penuh sesak. Diana membelah kerumunan hingga menabrak orang-orang yang sibuk berjoget dan bersenang-senang di tempat tersebut.
Sampai akhirnya Diana jatuh tersungkur di hadapan seorang pria mabuk yang melihatnya dengan tatapan lapar.
Pria itu langsung menarik Diana dan memeluknya dengan erat. Diana bergidik karena pria itu mencoba untuk menyentuh tubuhnya.
“Lepaskan aku!” pekik Diana sambil berusaha menjauhkan pria itu darinya. Tapi tenaga Diana tidak sebanding dengan pria yang bobotnya dua kali dari tubuhnya sendiri.
Diana akhirnya hanya bisa pasrah, kehabisan tenaga untuk melawan. Namun, saat pandangannya mulai memburam, tiba-tiba suara serak menggelegar membuat Diana dan pria yang melecehkannya itu tersentak kaget, dan otomatis menoleh ke arah sumber suara.
"Lepaskan tanganmu dari wanitaku!"
"Mama akan coba wujudkan." ucap Diana setelah beberapa saat menimang jawaban yang paling benar. Sementara itu, Michel masuk ke dalam kamar dengan membawa banyak makanan. Terutama makanan-makanan yang Nathan, Oesama, dan Talia sukai. Tak lupa juga makanan kesukaan Diana. "Papa pulang." ucapnya. "Papa habis darimana?" tanya Oesama. "Papa habis dari pengadilan, papa habis menghadiri sidang. Kenapa, Oesama?" tanya Michel. "Gapapa sih, Pa, Oesama cuma nanya, soalnya tumben papa selarut ini baru kembali." ucap Oesama. Oesama, Nathan, Talia, Diana, dan Michel kembali mengobrol, hingga hari semakin larut malam. Kemudian saat Oesama tertangkap menguap beberapa kali, Diana menyuruh mereka kembali ke kamar masing-masing untuk segera beristirahat. Sementara itu, Diana memegang tangan Michel. Diana akan mengutarakan kembali keinginan Nathan pada suaminya itu, Michel. Sekaligus, Diana ingin melihat, apakah Michel mendukung keputusannya atau tidak. "Kenapa, Diana?" tanya Michel. "Sini, aku
Michel akan menghadiri persidangan untuk menjebloskan pelaku kejahatan kecelakaan yang direncanakan itu. Michel sudah bersiap dengan kemeja hitam polos yang ia kenakan. Michel pun tak mengajak Diana, sebab Diana masih harus banyak beristirahat. Michel pun berpamitan dan pergi menuju persidangan dengan menggunakan mobil. Diana pun melepas kepergian Michel begitu saja. Meskipun sih, Diana ingin tahu apa yang Michel lakukan di sana, siapa pelakunya, dan akhir dari persidangan. Namun, dengan kondisi yang tak memungkinkan, Diana pun tak mungkin memaksa. Namun, karena Diana pun tak ingin bosan, Diana meminta Nathan, Talia, dan Oesama pulang, karena kebetulan ini hari jumat, dsn sudah jam pulang sekolah, jadi sudah pasti diperbolehkan dari pihak asrama. "Oh iya, nanti kamu pulang jam berapa kira-kira Michel?" tanya Diana. "Seselesainya, mungkin sih malem ya, kenapa?" tanya Michel. "Kan nanti ada Nathan, Talia, dan Oesama, tolong kamu beliin makanan-makanan kesukaan mereka ya, biar merek
"Foto-foto apa ini?" Tanya Michel melihat sebuah lembaran foto.Sebab, apa yang Michel lihat sekarang adalah foto Andrian dan Talia yang sedang berpeluk mesra. Michel sangat ingin marah melihat hal ini, tetapi Michel tak bisa berbuat apapun lagi. Namun, Michel pun sudah mengetahui kebenaran mengenai anaknya itu. Michel tak ingin mengungkit-ungkit lagi yang malah membuat keluarganya berantakan. Michel menghembuskan napas sebanyak-banyaknya. Ia harus mengatur emosi dengan benar. Michel tak ingin emosi yang ia keluarkan malah membuat dirinya ceroboh. Michel harus pintar-pintar, ia tak boleh mengulangi kesalahan yang sama dalam kurun waktu yang berdekatan, bahkan berjauhan saja tak boleh.Muka Michel terlihat semakin kusut, terlebih dengan masalah-masalah yang dihadapinya akhir-akhir ini. Michel tak ingin, tapi ia harus melakukan. Michel tak mau, tapi ia harus mau. Michel pun kembali terngiang-ngiang dengan ucapan Aldo yang menyatakan ia tak memiliki hubungan apa-apa dengan Diana. Namu
"Kamu bisa bantu aku, kan?" tanya Michel lagi. "Bisa kok bisa. Kamu mau minta bantuan apalagi, Michel?" tanya Ferdi. Ya, setelah Michel pergi dari rumah sakit, Michel menuju kediaman Ferdi. Michel merasa membutuhkan Ferdi kembali untuk masalahnya kali ini. Karena diapun sedang banyak yang dipikirkan. "Mau minta tolong selidiki mengenai istriku, kamu bisa untuk selidiki ga? Atau kamu punya kenalan ga?" tanya Michel."Aku ada kenalan sih, nanti aku kontak ya. Kamu butuh apa?" tanya Ferdi. "Paling rekaman CCTV di kantor Diana aja, soalnya aku curiga mereka selingkuh, dan aku butuh pembuktian yang menjelaskan mereka ga selingkuh. Gimana, kamu bisa kan?" tanya Michel. "Bisa, kok. Nanti, ya. Aku susun jadi satu file dulu." ujar Ferdi. "Kamu bisa kirim kapan?" tanya Michel. "Sore ini, atau mungkin besok pagi." ujar Ferdi. Michel mengangguk-angguk mengerti, saat di waktu yang bersamaan ponselnya berdering. Michel pun izin mengangkat telepon tersebut. Dan ternyata telepon itu berasal da
Setelah suster tersebut pergi, wajah Michel tampak lebih ceria daripada sebelumnya. Michel tampak berbinar seri. Sementara Aldo murung. "Bahkan suster saja membelaku, harusnya kamu tahu mana yang salah mana yang benar. Selingkuhan aja kok belagu." ucap Michel. "Selingkuhan? Coba kamu ngomong sekali lagi? Berani nggak kamu?" tanya Aldo balik. "Berani. Aldo, si pebinor. Suka kok sama istri orang, ga laku ya?" tuding Michel menyebalkan. "Mohon maaf Pak, tapi saya masuk perusahaan saja, semuanya langsung menatap saya kagum. Bahkan para perempuan rela mengantre berjam-jam hanya demi ketemu saya. Bapak nggak tahu ya? Atau nggak pernah ngerasain?" ucap Aldo balik yang malah membuat Michel kesal. "Oh, gitu ya. Tapi kamu nggak mau sama mereka, pasti cabe-cabean ya?" ujar Michel lagi. "Iya lah, makanya aku gamau." sementara Michel hanya tertawa terbahak-bahak. "Maksudnya, nggak ada yang lebih baik daripada cabe-cabean untuk menyukaimu? Kok murahan banget sih." ucap Michel tergelak. "Bos
"Apa? Jadi anak saya melakukan hal seperti itu?" tanya salah seorang orang tua. "Iya, Pak, benar. Maka dari itu, kami pihak sekolah memilih untuk memulangkan siswa ini untuk introspeksi diri di rumah. Meskipun resikonya adalah jadi tertinggal pelajaran." ucap Bu Linda. Setelahnya mereka pun membawa anak mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Dan Ibu Linda selaku Ibu Asrama ini merasa sangat bersyukur, karena Nathan dan Oesama benar-benar menyelesaikan masalahnya. Bukan hanya janji atau perkataan manis yang tak membuahkan hasil, tapi ternyata ada wujud nyata dari mereka, hal ini menambahkan penilaian Ibu Linda terhadap mereka. Selain baik hati, ternyata mereka juga tanggung jawab. "Terima kasih ya, Nathan, Oesama. Berkat kalian, ibu sudah tidak sepusing sebelumnya. Semoga kalian bisa bertanggung jawab atas diri kalian juga." ucap Ibu Linda. "Iya, Bu. Tapi inipun bukan sepenuhnya kita berdua, kita dibantu Talia untuk mencari buk