BRUK!
Diana terhenyak karena pria yang tadi mendekapnya kini jatuh tersungkur di lantai. Diana menatap takut pada Michel yang beralih menatapnya tajam."Tuan...." lirih Diana yang bingung harus melakukan apa karena Michel telah menyelamatkannya, tapi dia juga masih takut jika Michel akan membawanya.Dan saat Diana masih menatap ke arah Michel, pria yang tadi jatuh langsung berdiri dan melayangkan tangan, bersiap memukulnya. Diana yang masih belum pulih dari rasa terkejutnya, hanya bisa menutup mata dengan spontan.Hening.Lalu detik berikutnya, justru hanya terdengar suara erangan kesakitan.
Diana membuka mata perlahan. Ternyata, Michel sudah lebih dulu menghentikan pria mabuk tersebut dengan menepis pergelangan tangannya dan memutarnya ke belakang tubuh pria itu.
Michel lalu memukul pria itu dengan sekali pukulan di pipi. Karena pria tersebut sudah sangat mabuk, ia langsung terkapar tak sadarkan diri.Diana sangat ketakutan sekarang. Tidak ada hal yang bisa ia lakukan, selain tetap diam dan memantau orang yang saat ini menguasainya.”Ikut denganku!" Michel berbisik agak keras di telinga Diana yang semakin merinding ketakutan. Michel membawa Diana ke dalam mobilnya.Diana sudah berusaha memberontak, tapi orang-orang yang melihatnya hanya diam saja karena tidak berani dan tidak ingin berurusan dengan Michel.Diana tidak tahu bahwa ia tidak hanya berurusan dengan seorang pengusaha saja, tetapi Michel juga seorang mafia yang sangat disegani.Michel menatap tajam Diana dan berusaha memasukkannya ke dalam mobil. Di depan, asistennya sudah siap di bangku supir sambil menyalakan mesin mobil."Kita ke mana, Tuan?""Rumah," jawab Michel singkat.Jake, asistennya itu, tidak berani bertanya lagi. Ia paham arti dari tatapan Michel melalui cermin yang berada di atas kepalanya. Ia segera menyetir menuju rumah megah Michel, sedangkan Diana yang tidak bisa melakukan apapun, mencoba memperhatikan jalan yang mereka lewati.Hanya saja, Diana sudah sedikit mabuk, tubuhnya lemas, dan pikirannya mulai tidak fokus. Diana tanpa sadar mulai tertidur selama di perjalanan, dan kepalanya mendarat tepat di pundak Michel saat mobil berbelok.Tiga puluh menit kemudian, Diana terbangun saat merasakan mobil berhenti dan mendengar suara pintu mobil terbuka. Diana merasa mual dan hendak muntah. Tetapi ditahannya karena ia takut Michel akan semakin marah.Michel dengan angkuh berjalan melenggang lebih dulu masuk ke dalam kediamannya, sedangkan Diana hanya bisa mengikuti langkah tuannya dengan tertunduk. Sesungguhnya Diana sangat ketakutan, tetapi ia takut jika berlari lagi, hidupnya akan tamat. Diana harus bisa bertahap hidup demi adiknya.Sampai akhirnya kepala Diana tertubruk dengan punggung Michel. Ternyata mereka sudah berdiri di depan pintu. Belum siap Diana mencerna semuanya, Michel menarik tangannya.Diana kira, dirinya akan dibawa ke ranjang, tetapi Michel membawanya ke kamar mandi. Pria itu langsung menyalakan shower dan mengguyurnya dengan air dingin.Diana berteriak kaget, tetapi suaranya tidak terdengar sampai ke luar kamar Michel. “Tuan, apa yang Tuan lakukan?!”Michel terus mengguyurnya, membuat Diana basah kuyup. Pakaian minim itu kini mencetak lekuk tubuhnya, dan Diana berusaha menutupinya dengan tangan.“Dengan air dingin ini, kau akan sadar sepenuhnya.”Setelah mengatakan itu, Michel pergi meninggalkannya. Diana buru-buru mematikan shower, ia begitu kedinginan dan tidak ada handuk. Tubuhnya bergetar hebat, apalagi hari sudah malam, dan Diana mandi air dingin.Tapi anehnya, rasa mabuknya sudah sedikit menghilang.
Pelayan masuk dan memberikannya handuk dan baju. Diana segera memakainya. Tetapi setelah itu ia ragu, haruskah ia keluar?“Keluar!” titah Michel setelahnya, membuat Diana tersentak kaget.Gadis itu keluar dari kamar mandi, hanya berdiri di depan pintu karena tidak berani duduk atau mendekat ke arah Michel yang kini menatapnya intens."Kemari!" Michel memberi kode pada Diana agar duduk di sampingnya dengan menepuk-nepuk sisi ranjang."Tuan, tolong ampuni aku. Adikku sekarang ini menunggu di rumah sendirian. Kasihan dia, Tuan. Biarkan aku pulang," ujar Diana sambil menahan tangisnya di sudut ruangan bagian pintu.Michel mengulang ucapannya, memerintahkan Diana untuk segera menghampirinya sebelum dia murka.Tidak punya pilihan lain, Diana akhirnya melangkah maju dan berdiri di depan Michel. Tetapi pria itu malah menarik Diana agar duduk di pangkuannya. "Siapa adikmu?" tanyanya dengan suara berbisik, tepat di dekat telinga Diana.
"Tuan…. tolong, maaf," ujar Diana tidak nyaman dan berusaha bangkit dari tempat yang akan membawanya masuk ke dalam petaka."Jawab aku," ujar Michel dingin lalu mengunci posisi Diana."Doni, Tuan. Dia masih kecil. Dia pasti sedang mencariku," ujar Diana memohon."Kamu adalah budakku sekarang. Kenapa aku harus membantumu?"Mata Diana sudah berkaca-kaca. Berbeda dengan Michel yang justru terlihat berbinar."Layani aku," ujar Michel lalu mengempaskan tubuh Diana ke ranjang.Diana meronta. "Tuan… tolong jangan, Tuan."Diana menangis. Selama ini dia hanya hidup berdua dengan adiknya karena ayahnya memilih menikah dengan wanita lain, di saat ibunya sedang sekarat. Itulah yang membuat Diana dan Doni sangat membenci ayah mereka.Tapi dengan kejamnya, ayahnya malah membuat Diana harus membayar utangnya, dijual dan menjadi tahanan Michel.Michel menahan tangan dan kaki Diana hingga akhirnya ia kehabisan tenaga, dan hanya bisa menatap Michel yang berada di atasnya.“Siapa nama adikmu?”"Doni, Tuan.”“Kau tahu? Aku bisa membunuhnya…”Tubuh Diana tersentak, dengan cepat ia menjawab, “Tuan... kumohon—”“Aku tidak akan membunuhnya, asalkan kau melakukan perintahku.”Diana tak punya pilihan lain. Ia hanya bisa mengangguk pasrah. Apa mungkin ini yang harus dia lakukan demi menjaga adiknya?Michel segera turun dari ranjang. Diana terduduk. “Apa aku bisa menelepon adikku? Aku hanya tidak ingin dia mencariku. Aku berjanji, aku tidak akan mengatakan apa-apa.”Michel menimbang beberapa saat sebelum melempar ponselnya yang berada di atas meja ke arah Diana.Diana tertegun, tidak menyangka Michel langsung mempercayainya dengan mudah. Ia segera menekan beberapa tombol untuk menghubungi adiknya.“Halo, Doni. Ini Kakak!” sapa Diana dengan suara ceria setelah Doni menjawab teleponnya.
"Kakak di mana?" tanya Doni dengan khawatir."Kakak sudah dapat kerja yang lebih bagus dan sekarang Kakak lagi di rumah bos Kakak. Untuk sementara, kamu sekolah dan belajar yang baik dulu, ya. Nanti Kakak akan pulang. Oke?" Diana berbicara sambil menahan tangis.Setelah percakapan singkat itu, Diana mematikan telepon dan Michel langsung mengambil ponselnya."Seumur hidup kau harus melayaniku, karena aku sudah membelimu.""Tuan, aku akan melakukannya. Tetapi aku hanya punya dua syarat. Aku mohon untuk jamin adikku agar tetap sekolah dengan aman dan nyaman sampai dia kuliah nanti. Dan aku juga memohon, agar Tuan membalaskan dendamku pada orang yang menjualku," ujar Diana memberanikan diri."Lalu, dengan apa kau membayarku?" Michel memicingkan matanya menunggu Diana menjawabnya."Dengan tubuhmu?" Michel menambahkan.Diana menunduk sedih, menyembunyikan keputusasaannya. Dia tidak punya pilihan lain.Melihat raut putus asa di hadapannya itu, Michel menyeringai. "Sekarang kamu adalah milikku. Dan kamu hanya perlu mematuhi perintahku. Kamu tidur di kamar ini dan tidak boleh keluar tanpa seizinku. Paham?"Diana mengangguk pelan, benar-benar tidak berdaya.
"Dengar, tugas kamu adalah mengurusi dan melayaniku, dari pagi siang…” Michel mendekatkan bibirnya ke telinga Diana. “Hingga malam,” tambahnya."Mama akan coba wujudkan." ucap Diana setelah beberapa saat menimang jawaban yang paling benar. Sementara itu, Michel masuk ke dalam kamar dengan membawa banyak makanan. Terutama makanan-makanan yang Nathan, Oesama, dan Talia sukai. Tak lupa juga makanan kesukaan Diana. "Papa pulang." ucapnya. "Papa habis darimana?" tanya Oesama. "Papa habis dari pengadilan, papa habis menghadiri sidang. Kenapa, Oesama?" tanya Michel. "Gapapa sih, Pa, Oesama cuma nanya, soalnya tumben papa selarut ini baru kembali." ucap Oesama. Oesama, Nathan, Talia, Diana, dan Michel kembali mengobrol, hingga hari semakin larut malam. Kemudian saat Oesama tertangkap menguap beberapa kali, Diana menyuruh mereka kembali ke kamar masing-masing untuk segera beristirahat. Sementara itu, Diana memegang tangan Michel. Diana akan mengutarakan kembali keinginan Nathan pada suaminya itu, Michel. Sekaligus, Diana ingin melihat, apakah Michel mendukung keputusannya atau tidak. "Kenapa, Diana?" tanya Michel. "Sini, aku
Michel akan menghadiri persidangan untuk menjebloskan pelaku kejahatan kecelakaan yang direncanakan itu. Michel sudah bersiap dengan kemeja hitam polos yang ia kenakan. Michel pun tak mengajak Diana, sebab Diana masih harus banyak beristirahat. Michel pun berpamitan dan pergi menuju persidangan dengan menggunakan mobil. Diana pun melepas kepergian Michel begitu saja. Meskipun sih, Diana ingin tahu apa yang Michel lakukan di sana, siapa pelakunya, dan akhir dari persidangan. Namun, dengan kondisi yang tak memungkinkan, Diana pun tak mungkin memaksa. Namun, karena Diana pun tak ingin bosan, Diana meminta Nathan, Talia, dan Oesama pulang, karena kebetulan ini hari jumat, dsn sudah jam pulang sekolah, jadi sudah pasti diperbolehkan dari pihak asrama. "Oh iya, nanti kamu pulang jam berapa kira-kira Michel?" tanya Diana. "Seselesainya, mungkin sih malem ya, kenapa?" tanya Michel. "Kan nanti ada Nathan, Talia, dan Oesama, tolong kamu beliin makanan-makanan kesukaan mereka ya, biar merek
"Foto-foto apa ini?" Tanya Michel melihat sebuah lembaran foto.Sebab, apa yang Michel lihat sekarang adalah foto Andrian dan Talia yang sedang berpeluk mesra. Michel sangat ingin marah melihat hal ini, tetapi Michel tak bisa berbuat apapun lagi. Namun, Michel pun sudah mengetahui kebenaran mengenai anaknya itu. Michel tak ingin mengungkit-ungkit lagi yang malah membuat keluarganya berantakan. Michel menghembuskan napas sebanyak-banyaknya. Ia harus mengatur emosi dengan benar. Michel tak ingin emosi yang ia keluarkan malah membuat dirinya ceroboh. Michel harus pintar-pintar, ia tak boleh mengulangi kesalahan yang sama dalam kurun waktu yang berdekatan, bahkan berjauhan saja tak boleh.Muka Michel terlihat semakin kusut, terlebih dengan masalah-masalah yang dihadapinya akhir-akhir ini. Michel tak ingin, tapi ia harus melakukan. Michel tak mau, tapi ia harus mau. Michel pun kembali terngiang-ngiang dengan ucapan Aldo yang menyatakan ia tak memiliki hubungan apa-apa dengan Diana. Namu
"Kamu bisa bantu aku, kan?" tanya Michel lagi. "Bisa kok bisa. Kamu mau minta bantuan apalagi, Michel?" tanya Ferdi. Ya, setelah Michel pergi dari rumah sakit, Michel menuju kediaman Ferdi. Michel merasa membutuhkan Ferdi kembali untuk masalahnya kali ini. Karena diapun sedang banyak yang dipikirkan. "Mau minta tolong selidiki mengenai istriku, kamu bisa untuk selidiki ga? Atau kamu punya kenalan ga?" tanya Michel."Aku ada kenalan sih, nanti aku kontak ya. Kamu butuh apa?" tanya Ferdi. "Paling rekaman CCTV di kantor Diana aja, soalnya aku curiga mereka selingkuh, dan aku butuh pembuktian yang menjelaskan mereka ga selingkuh. Gimana, kamu bisa kan?" tanya Michel. "Bisa, kok. Nanti, ya. Aku susun jadi satu file dulu." ujar Ferdi. "Kamu bisa kirim kapan?" tanya Michel. "Sore ini, atau mungkin besok pagi." ujar Ferdi. Michel mengangguk-angguk mengerti, saat di waktu yang bersamaan ponselnya berdering. Michel pun izin mengangkat telepon tersebut. Dan ternyata telepon itu berasal da
Setelah suster tersebut pergi, wajah Michel tampak lebih ceria daripada sebelumnya. Michel tampak berbinar seri. Sementara Aldo murung. "Bahkan suster saja membelaku, harusnya kamu tahu mana yang salah mana yang benar. Selingkuhan aja kok belagu." ucap Michel. "Selingkuhan? Coba kamu ngomong sekali lagi? Berani nggak kamu?" tanya Aldo balik. "Berani. Aldo, si pebinor. Suka kok sama istri orang, ga laku ya?" tuding Michel menyebalkan. "Mohon maaf Pak, tapi saya masuk perusahaan saja, semuanya langsung menatap saya kagum. Bahkan para perempuan rela mengantre berjam-jam hanya demi ketemu saya. Bapak nggak tahu ya? Atau nggak pernah ngerasain?" ucap Aldo balik yang malah membuat Michel kesal. "Oh, gitu ya. Tapi kamu nggak mau sama mereka, pasti cabe-cabean ya?" ujar Michel lagi. "Iya lah, makanya aku gamau." sementara Michel hanya tertawa terbahak-bahak. "Maksudnya, nggak ada yang lebih baik daripada cabe-cabean untuk menyukaimu? Kok murahan banget sih." ucap Michel tergelak. "Bos
"Apa? Jadi anak saya melakukan hal seperti itu?" tanya salah seorang orang tua. "Iya, Pak, benar. Maka dari itu, kami pihak sekolah memilih untuk memulangkan siswa ini untuk introspeksi diri di rumah. Meskipun resikonya adalah jadi tertinggal pelajaran." ucap Bu Linda. Setelahnya mereka pun membawa anak mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Dan Ibu Linda selaku Ibu Asrama ini merasa sangat bersyukur, karena Nathan dan Oesama benar-benar menyelesaikan masalahnya. Bukan hanya janji atau perkataan manis yang tak membuahkan hasil, tapi ternyata ada wujud nyata dari mereka, hal ini menambahkan penilaian Ibu Linda terhadap mereka. Selain baik hati, ternyata mereka juga tanggung jawab. "Terima kasih ya, Nathan, Oesama. Berkat kalian, ibu sudah tidak sepusing sebelumnya. Semoga kalian bisa bertanggung jawab atas diri kalian juga." ucap Ibu Linda. "Iya, Bu. Tapi inipun bukan sepenuhnya kita berdua, kita dibantu Talia untuk mencari buk