Share

004. Kemarahan Drake

“Budak yang kabur, eh?” Suara serak dan dingin menggema di dinding berbatu.

Jude mengangkat pandangan. Di hadapannya berdiri seorang wanita tinggi langsing menatap Jude angkuh dari atas dagu yang terangkat.

Jude tidak bisa menebak siapa wanita itu, terlebih lagi saat terdengar derap cepat dari balik punggungnya yang Jude pastikan adalah Ancalagon.

Dia butuh pertolongan!

Hanya dari melihat penampilannya saja, Jude tahu bahwa wanita ini pastilah punya kedudukan tinggi.

Rambutnya sehalus sutera, jatuh menutupi punggung kurus berbalut gaun mewah berwarna emas darah. Semerah bibirnya yang melengkung indah bak permadani mahal.

Rasa terpesona itu hilang sekejap bersama rintihan pilu dari seseorang yang merangkak di dekat kaki jenjang berbalut stiletto hitam runcing yang dikenakan si wanita.

“Astaga.” Jude mendekap mulut. Matanya terbelalak menatap seorang pemuda dengan wajah babak belur, dan bahu berdarah-darah. Pemuda itu diikat di kakinya, dan diseret seperti anjing penjaga. Wajahnya yang tampan mengerut sedih.

“Di sana kau rupanya!” Suara Ancalagon menggelegar memecah kubah langit-langit. Jude terperanjat. Seluruh bulu kuduknya meremang.

Tawa Ancalagon merambat cepat di dinding batu. “Dia budakku, Rodelline,” ucap sang naga pada wanita merah yang tampak tak peduli.

Sekejap saja, Ancalagon tiba di hadapan Jude. “Kemari kau!” Ancalagon meremas lengan Jude, dan menariknya kuat.

Jude berjengit. Ia tahu, tidak akan ada gunanya meminta tolong pada Rodelline. Namun ia berharap akan ada sedikit kelembutan seorang wanita dalam diri naga cantik itu untuk bisa menolongnya.

“Nyonya,” Jude berkata dengan suara gemetar. “Bisakah Anda menolongku? Aku tersesat, dan aku bukan budaknya.”

“Kena kau!” Ancalagon meraih pinggang Jude, dan menariknya mendekat.

“Nyonya, kumohon … tolong ….”

Rodelline mengangkat alis acuh. Ia menyibak rambut merah batanya yang indah, lalu tertawa mengejek.

“Aku tidak ada urusan dengan naga dan budaknya. Nah, ayo, Bodoh, kau tahu apa yang harus kau lakukan!” Wanita itu menendang pemuda yang sudah kepayahan tanpa ampun.

“Y-ya, Nyonya.” Si budak mencicit di bawah kakinya.

Seandainya ia tidak sedang dirisaukan akan nasib sendiri, mungkin Jude sudah menangisi keadaan si pemuda yang kini kembali diseret sambil merintih-rintih oleh Rodelline, sang naga merah.

“Lepaskan aku!” Jude meronta sekuat tenaga. Namun sia-sia. Kekuatan Ancalagon beribu kali lipat dibanding keseluruhan usaha Jude. Ia bahkan tak bisa melonggarkan sedikitpun cengkraman sang naga.

“Akan kuadukan kau pada Drake!”

Tawa Ancalagon semakin meledak. “Oh, coba saja!”

Naga kuning itu membawa Jude kembali ke ruangannya yang megah, dan menutup pintu raksasa di balik punggung mereka kuat-kuat, menyisakan bunyi memekakan telinga.

“Katakan padaku, apa tuanmu yang gagah perkasa itu bisa mengambilmu sekarang?” Ancalagon menatap Jude sambil tertawa mengejek. “Kau milikku sekarang, Budak!”

“Aku tidak sudi!”

“Ha! Ha! Ha! Kami para naga tidak butuh persetujuan kalian, manusia hina!” Ancalagon menjilati bibir seperti binatang buas yang lapar.

“Tolong!” Jude berteriak sekuat tenaga. “Tolong aku, siapapun di luar sana!”

Ancalagon terbahak-bahak. “Berteriaklah sampai kerongkonganmu robek! Tak akan ada yang mendengarmu, Manis. Dinding-dinding ini terlampau tebal untuk bisa meloloskan cicitanmu itu ke luar ruangan.”

“Kumohon ….” Jude benci mendapati dirinya menangis putus asa. Diakuinya, ia sangat ketakutan.

Ancalagon mencengkram tangan Jude yang tidak menyerah memberontak. Semua usaha Jude tidak menghasilkan apa-apa kecuali rasa sakit. Gadis itu merasa seluruh tulangnya remuk dalam cengkraman Ancalagon, dan ketika naga kuning itu menekannya ke lantai dan mulai memanjati tubuhnya, rasa sakit luar biasa meledak dalam diri Jude. Sebuah rasa sakit berbalut amarah yang sangat kontradiktif dengan perasaan takut yang ia rasakan sebelumnya.

“Akhirnya … aku bisa merasakan kelembutan ini ….” Suara Ancalagon menggeram rendah. Ia bernapas dekat sekali dengan kulit leher Jude.

Napas mencekam menguar dari tubuh Ancalagon membuat mata Jude berair. Ia masih ingin membela diri, namun tenaganya habis. Ancalagon nyaris berhasil merobek pakaiannya, ketika mendadak beban berat itu terangkat dari tubuhnya seiring dengan bara amarah memuncak di ubun-ubun Jude.

Pintu raksasa meledak seketika. Menyisakan hujan debu ke lantai marmer tempat Jude terkapar kesakitan.

“Brengsek!” Seseorang berteriak liar.

Jude memejamkan mata saat ledakan lain menggelegar di dinding ruangan.

“Apa yang kau lakukan pada budakku!”

“Drake … tunggu ….”

“Sial!”

Tubuh Ancalagon terlempar ke sudut ruangan hingga menabrak tembok, membuat retakan disana-sini.

“Tidak ada yang boleh menyentuh milikku! Kau tahu itu!”

“Dia … dia yang datang sendiri ke sini.” Ancalagon berusaha bangkit, namun Drake Aiden berdiri gagah di atasnya. Mata biru sang naga hitam berkilat penuh amarah.

Jude terkejut mendapati dirinya sangat marah, sampai rasanya ingin menghabisi siapapun yang membuatnya marah. Rasa marah yang begitu kuat, yang belum pernah Jude rasakan sebelumnya, hingga membuatnya lelah dan jatuh pingsan.

***

“Mereka memakan manusia, Jude. Saat taring naga-naga itu menancap di kulitmu, kau akan memohon agar bisa langsung mati saja. Daripada harus menderita karena nyeri dari racun yang menyayat nadimu ….”

“Tidak.” Jude mendesah gelisah. Mimpi buruk soal naga lagi.

Kepalanya berdenyut gila-gilaan, dan saat ia berusaha membuka matanya, tak ada yang bisa dilihat kecuali sebuah putaran cepat di pelupuk mata hingga membuat perut mual.

Jude bangkit duduk sambil memegangi kepala. Serbuan ingatan kembali membuatnya limbung. Jude bahkan bisa merasakan cengkraman cakar Ancalagon di pinggangnya.

Perlahan, citra ruangan merah yang dikenalnya semakin jelas di pelupuk mata. Jude meringis, tepat ketika sudut matanya menangkap sosok Drake Aiden duduk di tepi ranjang, memandangnya muram.

“Oh, astaga! Kau mengejutkanku!” Jude menyentuh dadanya yang berdebar.

“Oh, ya?” Drake berkata datar tanpa perubahan ekspresi.

“Aku … yah … telah mengalami hal buruk belakangan, kalau kau mau tahu.” Jude memijat pergelangan tangan, tempat Ancalagon menariknya kuat-kuat.

“Ya.” Drake mengangguk dengan rahang mengeras. “Tepat setelah aku memperingatkanmu untuk tidak pergi kemanapun kecuali bersamaku. Apa kau terlalu bebal untuk bisa mengerti perintah sederhana seperti itu?”

Jude membelalak. Ucapan Drake telah menyinggung hatinya. Gadis itu membuka mulut hendak bicara, lalu menutupnya lagi.

“Aku ….” Jude memutar otak mencari kata yang tepat. Namun gagal. Ia sama sekali tidak bisa memutuskan hal apa yang bisa ia katakan pada Drake, untuk sekedar membela diri.

“Aku serius soal ada bahaya di luar sana yang mengintaimu, Jude.” Drake menatap Jude tajam. “Aku pikir kau mengerti.”

“Aku pikir, kau lah yang akan mengerti, Drake. Tidakkah kau lihat situasinya? Aku dijadikan budak oleh naga. Makhluk kejam dan buas dalam legenda. Ketika akhirnya aku punya kesempatan ditinggal sendirian, manusia normal manapun akan memanfaatkannya untuk kabur.” Napas Jude naik-turun saat mengatakannya.

Jiwanya didesak perasaan tak karuan yang berasal entah dari mana. Jude sadar, ada percik rasa empati dan geli, yang tidak ada hubungan dengan kemarahannya.

Kening Jude berkerut-kerut. Ia kewalahan mengurai perasaannya sendiri. Banyak hal asing yang tidak bisa dimengerti sejak ia dibawa ke istana naga, dan Jude berusaha keras untuk memahaminya.

Mendadak, mata si gadis terbelalak lebar. “Astaga, Drake Aiden!”

“Apa?” Drake yang sejak tadi memasang tampang marah, kini terperanjat kaget.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status