Share

Bab 5

Auteur: Anana-chan
last update Dernière mise à jour: 2024-11-15 16:51:24

Satu jam berlalu, dia kemudian keluar dari ruangan ICU. Aku menunggu di depan pintu. 

“Mas?” panggilku saat Mas Husein berjalan ke arahku. Aku  memasang senyuman yang indah saat kami akan berpapasan. 

Namun tiba-tiba saja dia melewatiku tanpa berbicara apapun. Aku segera mengekor di belakangnya. 

“Mas mau kemana?” tanyaku. Aku mempercepat setiap langkahku di belakangnya. 

“Mau sholat di masjid,” jawabnya dingin. Ku lirik jam di tanganku. Sudah pukul satu siang. Ya ampun, waktu cepat banget berlalu. 

Kami menuju masjid di samping rumah sakit. Aku dan Mas Husein berpisah sejenak. Setelah sholat, aku berjalan menuju mobil dan menunggunya. Saat keluar dari masjid, ada dua perempuan yang mengikuti Mas Husein dari belakang. Mereka tampak malu-malu menatap Mas Husein. 

“Ini buat Mbak Maya, semoga Mas Husein dan Mbak Maya buat konten lagi, rindu dengan konten kalian,” ucapnya. 

Mas Husein bersikap ramah. “Makasih yah!” jawabnya. 

Mas Husein kemudian menuju mobil. Dia menatapku sekilas lalu membuang pandangan lagi. Aku sudah terbiasa dengan wajah jengkelnya itu. 

Mas Husein membuka pintu untukku dan aku segera masuk. Hadiah bunga dan cokelat diletakan di kursi paling belakang. 

Mobil melaju keluar dari gerbang rumah sakit. Selama di perjalanan, aku memilih diam saja. Aku tidak banyak bertanya lagi. 

Mas Husein rupanya mengajakku menuju rumah keluarganya di Menteng. Ku pikir kami akan kembali ke rumah. Aku terus menebak-nebak kemana dia akan membawahku pergi. 

Sesampai di rumah keluarga Mas Husein, lelaki itu turun dari mobil. Aku mengikutinya. Saat berjalan masuk ke dalam rumah, Mas Husein mengengam tanganku dan memelukku dengan erat dari belakang. 

Aku terkejut. Aku hampir saja melompat saat tangannya menarik pingangku. Ini kali pertama seorang lelaki menyentuh pingangku. 

“Santai saja,” bisiknya. 

Jantungku berdetak lebih cepat. Disampingnya, aku bisa merasakan jika jantungnya berdetak lebih cepat juga. 

Mungkin dia lagi gugup di sampingku. 

“Asma!” 

Ibu Wati keluar dan segera memelukku. Rupanya hari ini ada acara di rumah. Aku tidak tahu acara apa. Mas Husein tidak memberitahukan apapun kepadaku. 

Aku duduk di sofa dan Mas Husein di sampingku. Kami terus bergandengan tangan. Dia tidak ingin melepaskan jemariku dari jemarinya. Ini hanya pura-pura saja. Dia tidak Ikhlas. 

“Opa Gendut lagi ulang tahun. Dia mau bertemu denganmu, Asma!” ucap mertuaku. 

Seorang lelaki tua keluar dari dalam kamar. Dia memakai tongkat dan berjalan ke arahku. Aku menyalami tangannya. Dia menatapku dengan sangat lama. Perlahan bola matanya berkabut. Dia tersenyum hangat. 

“Asma, aku akhirnya bertemu denganmu,” ucapnya. 

Aku tidak tahu mengapa kakek tua itu tahu namaku. Aku belum pernah bertemu sebelumnya. 

“Husein, jaga dengan baik Asma yah, dia istrimu juga, sama seperti Maya,” serunya. Mas Husein menganggukan kepala. 

“Iya Opa,” jawabnya. 

Ada banyak pertanyaan di dalam kepalaku. Mengapa mereka menerimaku dengan baik? Mengapa juga mereka seakan peduli?

Mas Husein memberikan secangkir teh hangat kepadaku saat semua orang sedang menikmati hidangan. Aku tersenyum dan menerimanya dengan baik. 

Dia lalu merangkulku dari belakang. Menyuruh tubuhku untuk bersandar di sampingnya. Tuhan, ini benar-benar menegangkan. Aku bahkan tidak berkutik di samping Mas Husein. 

Tubuhnya harum, wajahnya tampan dan jika dia tersenyum, jantungku seakan ingin copot dari peraduan. 

Jika dilihat dari dekat, wajah Mas Husein sama seperti wajah Mas Nicolas Saputra. Bedanya hanya satu, lelaki itu memiliki bulu halus di pipi. 

Sempurna! 

Kharisma Mas Husein tidak ada yang menandinginya. Entah amalan apa yang telah aku lakukan sehingga Tuhan menakdirkan aku memiliki suami setampan Mas Husein. 

Aku hampir lupa meminum teh yang diberikan tadi karena fokus mengagumi wajahnya yang tampan. 

“Asma ingat, kamu hanya istri sementara. Dia bisa saja menceraikanmu jika Mbak Maya sudah sadar. Jangan percaya diri banget deh!” 

Aku menghakimi diriku sendiri. 

***

Setelah acara syukuran selesai, kami kembali ke rumah. Mas Husein segera melepaskan tanganku. Dia memasang wajah dinginnya kembali. 

Dia dalam mobil, suasana mendadak hening. 

“Asma, aku sangat mencintai Maya. Bahkan sampai kapan pun. Aku berharap kamu paham itu. Berusaha mencintaimu hanya sia-sia saja. Aku tidak akan pernah melakukannya,” seru Mas Husein tiba-tiba. 

“Iya, aku paham,” jawabku. 

“Opa adalah sahabat ayahmu. Aku tidak tahu bagaimana bisa ayahmu bersahabat dengan Opaku. Aku tidak ingin ibu dan Opa sakit. Aku sudah berusaha menentang pernikahan ini. Tapi mereka ingin aku membawahmu ke rumah,” ucap Mas Husein. 

Pandangannya tajam ke depan dan fokus menyetir. 

“Jika kamu mau mundur sekarang, kamu bisa lakukan,” ucapnya lagi. 

Aku terdiam. 

“Maya mengalami kecelakaan dan tulang belakangnya patah. Pendarahan di otaknya membuatnya tidak sadar sampai sekarang. Jika sadar pun, kemungkinannya hanya sedikit. Dia bisa melupakanku sepenuhnya, tapi itu tidak masalah. Yang penting Maya ada di hidupku,” ucap Mas Husein panjang lebar. 

Aku bisa mendengarkan suaranya bergetar. Dia berusaha menahan sesak di dadanya. 

Kami sampai di rumah, aku segera masuk ke dalam kamar. Aku mengambil air wudhu dan segera sholat Magrib. Aku berdua agar hatiku diberi ketenangan saat ini. 

Saat makan malam, suasananya masih saja sama. Saling diam dalam pikiran masing-masing. Mas Husein sangat suka ikan bakar. Hampir setiap hari dia memakannya. 

Kata Bibi Sari, itu makanan kesukaan Mbak Maya juga. Pantas saja tadi dia mengajakku makan di luar. Rupanya restoran itu adalah restoran favorite mbak Maya. 

Setelah makan bersama, kami kembali ke kamar masing-masing. Aku dan Mas Husein tidak terlihat seperti suami istri. Dia cuek dan tidak ingin menyentuhku. 

Bahkan dia berjanji kepada dirinya untuk tidak melakukannya. Aku sudah pasrah dan menerima semua keputusannya itu. 

Aku mencoba terlelap tidur dan melupakan semua hal ini. 

“Mbak Asma?”

“Mbas Asma?”

“Sudah tidur kah?”

Pukul sebelas malam, Bibi Sari mengetuk pintu kamarku dengan sangat kencang. Aku membuka mata dan segera menyibakan selimut yang menutupi tubuhku. Aku berjalan ke arah pintu dan membukanya. 

“Mbak, Mas Husein demam,” ucap Bibi Sari. 

Aku segera berjalan menuju kamarnya. Kali ini tidak memakai jilbab. Di dalam kamarnya, dia menatap lelaki itu sedang menutupi seluruh tubuhnya.

“Mas?”

Aku menyentuh dahi Mas Husein. Sangat panas. Bibirnya pucat dan tubuhnya bergetar. 

“Bi, tolong ambilkan saya minuman hangat dan juga obat penurun demam!” perintahku. Bibi Sari segera berlari. 

Di atas tempat tidur, aku memeluk Mas Husein agar dia hangat. Mas Husein mengingau dan dia terus menyebut nama Mbak Maya. 

“Maya, sayangku. Dimana kamu Maya? Mas di sini.”

Aku memeluk Mas Husein dan mencoba untuk menenangkan tubuhnya yang sejak tadi bergetar. 

“Iya Mas, aku di sini,” jawabku. 

***

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 39

    Tidak ada yang bisa aku lakukan saat ini. Ibuku sama sekali tidak ingin berbicara kepadaku. Dia memblokir nomor teleponku. Dia tidak ingin mendengarkan suaraku. Aku dicap sebagai anak durhaka. Ya, itu lah yang dipikirkan ibuku.Ibuku mengatakan jika setelah kematian Maya, maka aku akan bahagia karena seluruh uang Mas Husein akan berada di sisiku.Aku tidak membutuhkan semua itu. Mas Husein tidak mencintaiku. Dia sama sekali tidak peduli kepadaku. Lalu, apa aku harus menunggu dia?“Asma? Kamu baik-baik saja kan?”Hana tiba-tiba berada di sampingku. Dia membawah secangkir teh hangat. Hari ini, aku dan Hana akan mengadatakn meeting zoom dengan Miss Rebecca. Salah satu supervisor yang akan memberikan aku beasiswa.“Hmm.”“Hmm, maksudnya apa sih?” gumamnya tidak mengerti. Aku bisa melihat kerutan di kedua wajahnya yang cantik itu.“Kamu serius kan, mau ke Turkey? Miss Rebecca mau ajak kita ke sana. Ya, ku pikir kalo ke spanyol, kamu malah ketemu sama Galih. Ah, aku malahan kesal sama laki-

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 38

    “Saya ingin rujuk sama kamu lagi, saya tidak bisa tanpa kamu, Asma,” ucapnya. Aku tidak menjawab pertanyaan Mas Husein. Aku terdiam seribu bahasa. Saat ini, hatiku pilu. Bahkan ucapannya pun seakan tidak aku pahami.Aku tidak menatap wajah Mas Husein meskipun aku tahu, sejak tadi dia mencoba memandangiku. Mungkin dia berharap aku menatapnya.“Aku tidak akan memaksamu,” ucapnya sekali lagi. Dia menyerah? Apa dia tidak ingin membujukku? Bukankah hatinya tidak siap menerimaku sehingga aku bimbang. Aku ingin dia membujukku, aku ingin dia merasa bersalah dan terus berjuang untuk mendapatkan hatiku lagi.Tapi apa? Apa yang terjadi? Mengapa dia menyerah? Apa hanya seperti itu usahannya?Perlahan bola mataku memanas. Tidak, tidak, aku tidak boleh menangis di hadapannya. Aku tidak lemah.Aku segera meletakan makanan di hadapan mas Husein lalu duduk dan menundukan wajahku. Aku tidak ingin dia melihatku menangis.“Mengapa masih peduli kepadaku?” tanyanya. Kali ini, aku berharap dia tidak menatap

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 37

    Sudah seminggu ini aku memutuskan untuk menginap di kediaman Hana. Mas Aldo menyarankan kepadaku untuk fokus mengurus pendidikanku. Aku sudah mengirimkan proposalku kepada Madam Rebecca dan berharap dia ingin menerimaku sebagai salah satu mahasiswanya.Madam Rebecca sampai sekarang belum membalas pesanku. Aku sedikit cemas, takut jika dia tidak peduli lagi karena aku lama membalas pesannya.Aku tidak punya pilihan lain selain pergi dari rumah. Ibu mengusirku dan menganggapku sebagai anak yang durhaka. Dia terus membujukku untuk kembali kepada Mas Husein.Sudah seminggu ini, Mas Husein tidak menghubungiku. Sekedar mengirimkan pesan pun, dia sepertinya tidak ingin.Entahlah, apa secepat itu dia melupakanku.“Nggak mau bertemu Galih?”Hana tiba-tiba datang dari belakang dan menepuk pundakku dengan lembut. Aku spontan menoleh dan menatapnya.“Gimana? Kalo kamu mau, Mas Aldo akan mengantarmu ke sana.”Aku menggeleng.“Nggak usah!” jawabku.Aku duduk di depan jendela. Kepalaku masih dipenuh

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 36

    Husein Sandewa Pov“Mas Husein, Mbak Asma nggak ada di kampus. Saya sudah nunggu di depan parkiran, eh nggak muncul, biasanya dia ke kampus karena saya dengar, Mbak Asma ada urusan di sana,” ucap Pak Soni.Aku menghela napas panjang. Sudah beberapa hari Asma tidak membalas pesanku. Biasanya dia cepat membalas pesanku. Ada apa? Apa dia sangat marah kepadaku?“Kalo ruangan Mas Aldo, kamu sudah lihat?” tanyaku sambil memandangi Pak Soni. Pak Soni tampak bingung.“Mas Husein, sebenarnya ada yang ingin saya katakan sama Mas Husein, tapi saya sedikit ragu. Saya takut Mas kalo ini ….,”“Apa?” potongku dengan cepat. Aku tidak suka basa-basi. Aku ingin Pak Soni berbicara dengan cepat kepadaku. Lelaki paruh baya itu sesekali menghela napas panjang. Wajahnya tampak cemas dan membuatku semakin penasaran.“Apa? Apa yang kamu mau katakan?” tanyaku lagi.“Katanya, Mas Aldo dan Mbak Asma itu pernah ada hubungan Mas. Saya juga kurang tahu, tapi sepertinya Mas Aldo suka sama Mbak Asma,” ucap Pak Soni.

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 36

    POV Husein SandewaAku sangat mencintai Maya Anjani dan tidak ada satu pun yang bisa membuatku berpaling darinya. Dia istriku yang sangat cantik. Cinta pertamaku dan belahan jiwaku. Lalu Tuhan menguji cinta kami berdua. Malam itu, ibu menangis di hadapanku. Dia memohon agar aku mau menikah lagi. Rencana gila yang dua bulan lalu sudah disusunnya dengan rapih. Kata ibu, dia mengenal seorang gadis yang rajin bernama Asma Hanifa. Ibu sangat menyukainya. Pernah sekali ibu melihatnya di rumah sakit sebagai tenaga kesehatan di bidang farmasi. Karena itu lah ibu menginginkannya.Alasan tepatnya adalah, ibu melihat Asma sebagai wanita yang sabar dan penurut dan tentu saja dia ingin menjadi istri keduaku.Aku menolak perjodohan gila ini namun ibu terus memaksaku. Maya Anjani, perempuan yang aku cintai kecelakaan. Sehari sebelum berangkat ke Bandung, dia mengatakan bahwa aku harus memikirkan dengan baik rencana ibu. Dia tidak menolak, dia juga tidak menerima. Namun di hatiku yang paling dal

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 35

    Kami memutuskan untuk berpisah. Malam itu juga, Mas Husein mengantarku ke rumah. Sejujurnya dia tidak ingin membawahku pulang ke rumah malam-malam. Namun aku memaksanya. Mas Husein belum mengucapkan kata talak kepadaku karena dia menyuruhku untuk menimbang setiap keputusan ini. Selama di perjalanan, kami saling diam. Sesekali dia menatapku dari balik kaca spion dan menghela napas panjang. “Jangan menangis, takutnya ibumu berpikir buruk sama saya.”“Nggak, aku nggak nangis kok, Mas,” jawabku. Aku menyeka air mataku dengan cepat. Aku tidak ingin dia melihatku. Demi Allah, aku tidak ingin Mas Husein beranggapan jika aku lemah. Tidak ada yang boleh menganggapku lemah. Sesampai di rumah ibu, aku berjalan masuk ke dalam kamar. Ibu yang berdiri di depan pintu terkejut menatapku. “Asma, Asma!” panggilnya. Dia mengikuti dari belakang. “Asma, apa yang terjadi? Kamu dan Husein beneran pisah? Gila yah kamu!” Aku tidak mengubris ucapan ibu. Aku dengan cepat menutup pintu. Mas Husein sepert

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 34

    Seminggu setelah kematian Mbak Maya, kelakuan Mas Husein masih saja sama. Dia sering kali ditemukan terlelap tidur di samping makam Mbak Maya. Ibu Wati yang melihat hal itu segera menghubungi psikolog untuk membantu putranya. Berkali-kali Mas Husein marah. Dia tidak ingin dianggap gila. “Nggak apa-apa Mas, siapa tahu dengan bantuan psikiater, Mas lebih baik,” ucapku. Ini kali pertama aku berbicara kepada Mas Husein. Dia spontan menatapku dengan pandangan tajam. “Jadi, kamu juga berpikir kalo aku gila, begitu?” teriaknya. Aku menggeleng dengan cepat. Aku takut jika Mas Husein marah seperti ini. “Nggak Mas!” jawabku. Mas Husein segera menutup pintu kamar dengan keras. Aku terperanjak kaget. “Asma!” panggil Ibu Wati. Aku segera berjalan cepat masuk ke dapur. Di sana, Ibu Wati menatapku dengan wajah sedih. Dia mengelus pungungku dan menuntunku untuk duduk di meja makan. Wajahnya terlihat serius memandangiku. “Asma, aku tahu ini nggak mudah bagi kamu. Husein sulit melupakan Maya d

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 33

    Setelah kepergian Mbak Maya, suasana di rumah sangat berbeda. Malam ini, orang-orang berdatangan untuk melaksanakan takziah. Ibu Wati berada di depan pintu menyambut para tamu. Saat ibu-ibu masuk ke dalam rumah, mereka menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Apalagi saat aku duduk berdampingan dengan Mas Husein, mereka mencibir.“Pasti dia senang, jadi istri satu-satunya, siapa sih nggak bahagia?”“Pelakor naik pangkat, keren banget dia.”Aku menunduk saat melewati ibu-ibu pengajian yang memandangiku dengan tatapan menjijikan. Mereka kerap kali bertanya apakah aku sudah hamil atau tidak. Entahlah, sepertinya kehidupanku adalah hal yang menarik bagi mereka. “Mas mau minum?” seruku kepada Mas Husein. Sejak tadi, dia duduk dan diam saja. Bahkan untuk berbicara pun sepertinya dia tidak sanggup.Mas Husein tidak bersuara saat aku menawarkan secangkir teh hangat. “Mas makan dulu yah.”Mas Husein menggeleng. “Mbak Maya bakalan sedih kalo Mas Husein seperti ini. Mas belum makan da

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 32

    Malam harinya, aku menemani Mas Husein untuk menjaga Mbak Maya. Sampai sekarang kondisi Mbak Maya sama sekali tidak ada perubahan.“Mas, tangannya gerak Mas!” ucapku kepada Mas Husein yang terlelap tidur di sampingku. Dia segera bangun dan mencoba menatap Mbak Maya.“Tadi gerak!” ucapku lagi. Aku takut dia mengatakan aku bohong kepadanya.“Tangan Mbak Maya dingin banget Mas,” seruku.Jemarinya sangat dingin dan aku tidak enak hati untuk menjelaskan hal ini kepada Mas Husein sejak tadi.“Mas panggil dokter dulu yah. Kamu di sini!”Mas Husein berdiri lalu berjalan menuju pintu. Namun aku segera memanggilnya saat jemari Mbak Maya bergerak sekali lagi.“Mas, mas, gerak lagi Mas!”Mas Husein kembali. Dia menyentuh kening Mbak Maya dan berbisik. Aku tidak tahu apa yang dia katakan, suaranya sangat pelan.“Nggak ada waktu lagi, Mas harus panggil dokter!”Mas Husein berlari menuju pintu. Jemariku bergetar saat Mas Husein mengatakan itu. Apa yang terjadi? Aku sangat takut.“Mbak Maya, mbak ban

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status