Share

Bab 7

Author: Anana-chan
last update Last Updated: 2024-11-15 16:52:15

Aku dan Hana berlari masuk ke dalam mobil. Hana dengan cepat melajukan kendaraannya keluar dari cafe. Aku tidak tahu kalo follower Mas Husein dan Mbak Maya sebanyak ini. Bahkan mereka mengenal wajahku.  

Hana memarkir mobilnya di depan pom bensin. Jaraknya lumayan jauh dari cafe.  

“Alhamdulillah Asma, untung saja aku tarik kamu. Kalo tadi kita di cafe itu, kamu bisa babak belur. Kamu nggak tahu yah kalo Mbak Maya punya follower yang banyak?” ucap Hana. 

“Nggak tahu Han, ya Allah aku takut!” jawabku. 

Hari ini sebenarnya aku punya rencana mau ke rumah sakit. Menjenguk mbak Maya. Namun aku jadi takut jalan sendiri. 

Kalo aku berangkat ke rumah sakit bersama Mas Husein, dia nggak bakalan izinkan aku mengunjungi Mbak Maya. Aku belum melihat wajah Mbak Maya secara langsung. 

“Han, antar aku ke rumah sakit,” pintaku. 

Hana mengantarku ke rumah sakit. Aku dan dia berjalan menuju ruangan ICU. Sesampai di ruangan ICU, aku melihat seorang wanita muda berdiri di depan pintu. 

Aku dan Hana saling pandang. “Siapa tuh?” tanya Hana. Aku menggelengkan kepala. 

“Nggak tahu Han, mungkin saudara Maya atau keluarganya,” seruku. Aku melangkah mendekat ke arah mereka. 

“Kamu tunggu di sini saja yah, aku masuk ke dalam!” seruku. Aku perlahan masuk ke dalam ruang ICU. Aku meminta izin lebih dahulu kepada suster. Di sana, ada tiga suster yang memantau kondisi Maya. 

Wanita itu menatapku dengan pandangan tajam. Dia menyeka air matanya dengan cepat. Aku mundur selangkah saat dia mendekat ke arahku. 

“Jangan masuk!” perintahnya. 

Aku berdiri di depan pintu sambil memegang gangang itu dengan tangan gemetar. Wajahnya memerah dan sepertinya dia sedang marah. 

“Kamu istri kedua, Husein?”

Aku menelan salivaku sambil menganggukan kepala. Aku takut sekarang. Wanita itu terus melangkah. Dia kemudian berhenti tepat di depanku. Jarak kami sangat dekat. 

“Kamu yang namanya Asma?” 

“I-iya Mbak!”

Dia menghela napas panjang. 

“Keluar!” usirnya. Aku semakin takut. Mendengarkan suara teriakan itu, Hana bergegas menghampiriku. Dia berada di belakangku. 

“Keluar, kataku!” perintahnya. 

“Mbak, apa salahku? Aku ingin bertemu Mbak Maya, aku ingin melihatnya,” pintaku. Wanita itu marah sambil mengusap air matanya. 

Dia mengepal tangannya dengan kuat dan tubuhnya seperti menegang. Para suster yang sedang berjaga menghampiri kami. 

“Maaf yah Mbak, ini ruangan ICU, sebaiknya anda berdua keluar. Jangan buat keributan di sini!”

Wanita itu kemudian mengengam tanganku dengan kuat dan menarikku keluar dari ruangan. Aku terkejut bukan main. 

Hana berusaha mengikutiku. 

“Mbak, lepaskan teman saya!” seru Hana. Wanita yang tidak ku tahu namanya itu membawahku ke taman. Dia kemudian mengempaskan tanganku dengan kasar. 

“Kau tidak punya malu, apa? Kau datang menjenguk adikku lalu dengan tega mengambil Mas Husein saat dia sakit. Apa nggak punya malu kamu?” serunya. 

Aku tertunduk lemas. 

“Mbak, teman saya hanya mau bertemu dengan Mbak Maya, dia nggak jahat. Lagi pula pernikahan ini, bukan kemauan Asma. Jangan salahkan teman saya dong!” ucap Hana. Dia menarikku agar mendekat ke arahnya. 

Hana kemudian maju dan berhadapan dengan wanita itu. Dia berkacak pingang. 

“Saya Annisa, kakak dari Maya. Kalian seharusnya tidak datang ke sini. Apa kamu mau datang buat mengejek adik saya, begitu?”

Dia terus menatapku. Aku berada di belakang tubuh Hana. Hana melindungiku dari serangan wanita jadi-jadian itu. 

“Sebaiknya pergi dan jangan pernah datang lagi. Sekali saja aku melihatmu di sini, kau tidak akan aman!”

Hana dan aku berbalik arah dan bergegas menjauh darinya. Kami berjalan menuju loby rumah sakit. Hana menarik tanganku. 

“Asma, aku sudah bilang kan. Jangan pernah datang ke rumah sakit ini. Bisa saja fans atau keluarga Mbak Maya melukaimu.”

Di depan loby rumah sakit, air mataku tumpah. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan dan menangis. 

“Aduh Asma, jangan nangis di sini dong. Aku sudah bilang, lebih baik kamu di rumah saja sampai kondisinya baik. Aduh.”

Hana membawahku ke mobil. Di dalam mobil, air mataku semakin deras mengalir. Aku tidak tahu mengapa aku menangis namun aku bisa merasakan luka yang ada di hati Maya. Dia pasti kecewa dengan suaminya. 

Mereka sangat romantis, seperti keluarga yang harmonis. Sialnya, aku datang menghancurkan mereka. 

Hana melanjukan kendaraanya keluar dari area rumah sakit, dia membawahku kembali ke rumah. Sesampai di depan gerbang rumah Mas Husein, Hana menatapku dengan sangat lama. 

Berulang kali dia menghela napas panjang. 

“Asma, sebaiknya kamu tenangkan dulu dirimu. Jangan pernah keluar sendiri. Panggil aku yah,” serunya. 

Aku menganggukan kepala. Dengan pelan aku keluar dari dalam mobil. Sebelum masuk ke dalam rumah, aku menatapnya. 

“Nggak usah nangis, ini bukan salahmu kok,” ucapnya sambil tersenyum. Hana melambaikan tangan dan mobilnya keluar dari gerbang utama. 

Aku kemudian berjalan masuk ke dalam rumah. Di kamar, aku menangis. Aku tidak mampu menghadapi semua ini. Aku rasanya kalah. 

Mas Husein seharusnya bersama Mbak Maya. Mengapa ibu malah memaksaku dan membuatku merasa bersalah?

Aku rupanya menangis hingga terlelap tidur. Pukul empat sore, aku terbangun. Aku terkejut saat melihat Mas Husein berada di kamarku. 

Dengan cepat aku menarik jilbab dan menggunakannya. Dia spontan memandangiku. 

“Kenapa sih harus ditutup? Aku kan sudah lihat,” ucapnya. 

Aku terdiam.

“Tadi, kamu ke rumah sakit yah?” tanyanya. 

Mas Husein duduk di sisi ranjang tepat di sampingku. Jarak kami sangat dekat. Baru kali ini dia ingin duduk dekat denganku. 

“Iya,” jawabku beberapa saat. 

“Kenapa sih harus ke sana? Kamu tahu kan, semua keluarga Maya nggak suka kamu. Kalo dia melihat kamu, kamu akan terluka,” serunya. 

Suara Mas Husein sangat lembut kali ini. Aku bingung harus menjawab apa. Rencananya aku ingin bertemu dengan Mbak Maya. Mengucapkan kata maaf dan berjanji untuk tidak menyentuh suaminya sampai dia bangun kembali. 

Namun sayang, baru di depan pintu, Mbak Miska malah memakiku. 

“Asma?” panggil Mas Husein. Dia terus memandangiku. 

“Maaf Mas,” jawabku 

“Hmm.” 

Mas Husein menghela napas kasar di udara. Dia kemudian beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke arah jendela. Mas Husein berdiri di sana dengan sangat lama. Dia menatap keluar. 

“Asma, aku nggak mau marah kepadamu. Aku hanya minta, kamu nggak bertemu dengan Maya dulu. Aku tidak bisa melindungimu selalu. Aku sibuk,” serunya. 

“Iya Mas,” jawabku lemah. 

“Satu lagi, jangan pernah mengaku di depan publik kalo kamu istriku.”

Lelaki itu kemudian berjalan keluar dari dalam kamar. Mas Husein sepertinya tidak suka aku hadir di hidupnya. Tapi apa boleh buat, ini permintaan ibunya. 

Sepertinya ibu Wati tidak suka dengan Maya. Kalo dia menyanyangi menantunya, pasti dia melarang Husein menikah lagi. 

Ah, aku bingung. Pernikahan ini penuh misteri dan otakku tidak bisa memikirkan semuanya. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 39

    Tidak ada yang bisa aku lakukan saat ini. Ibuku sama sekali tidak ingin berbicara kepadaku. Dia memblokir nomor teleponku. Dia tidak ingin mendengarkan suaraku. Aku dicap sebagai anak durhaka. Ya, itu lah yang dipikirkan ibuku.Ibuku mengatakan jika setelah kematian Maya, maka aku akan bahagia karena seluruh uang Mas Husein akan berada di sisiku.Aku tidak membutuhkan semua itu. Mas Husein tidak mencintaiku. Dia sama sekali tidak peduli kepadaku. Lalu, apa aku harus menunggu dia?“Asma? Kamu baik-baik saja kan?”Hana tiba-tiba berada di sampingku. Dia membawah secangkir teh hangat. Hari ini, aku dan Hana akan mengadatakn meeting zoom dengan Miss Rebecca. Salah satu supervisor yang akan memberikan aku beasiswa.“Hmm.”“Hmm, maksudnya apa sih?” gumamnya tidak mengerti. Aku bisa melihat kerutan di kedua wajahnya yang cantik itu.“Kamu serius kan, mau ke Turkey? Miss Rebecca mau ajak kita ke sana. Ya, ku pikir kalo ke spanyol, kamu malah ketemu sama Galih. Ah, aku malahan kesal sama laki-

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 38

    “Saya ingin rujuk sama kamu lagi, saya tidak bisa tanpa kamu, Asma,” ucapnya. Aku tidak menjawab pertanyaan Mas Husein. Aku terdiam seribu bahasa. Saat ini, hatiku pilu. Bahkan ucapannya pun seakan tidak aku pahami.Aku tidak menatap wajah Mas Husein meskipun aku tahu, sejak tadi dia mencoba memandangiku. Mungkin dia berharap aku menatapnya.“Aku tidak akan memaksamu,” ucapnya sekali lagi. Dia menyerah? Apa dia tidak ingin membujukku? Bukankah hatinya tidak siap menerimaku sehingga aku bimbang. Aku ingin dia membujukku, aku ingin dia merasa bersalah dan terus berjuang untuk mendapatkan hatiku lagi.Tapi apa? Apa yang terjadi? Mengapa dia menyerah? Apa hanya seperti itu usahannya?Perlahan bola mataku memanas. Tidak, tidak, aku tidak boleh menangis di hadapannya. Aku tidak lemah.Aku segera meletakan makanan di hadapan mas Husein lalu duduk dan menundukan wajahku. Aku tidak ingin dia melihatku menangis.“Mengapa masih peduli kepadaku?” tanyanya. Kali ini, aku berharap dia tidak menatap

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 37

    Sudah seminggu ini aku memutuskan untuk menginap di kediaman Hana. Mas Aldo menyarankan kepadaku untuk fokus mengurus pendidikanku. Aku sudah mengirimkan proposalku kepada Madam Rebecca dan berharap dia ingin menerimaku sebagai salah satu mahasiswanya.Madam Rebecca sampai sekarang belum membalas pesanku. Aku sedikit cemas, takut jika dia tidak peduli lagi karena aku lama membalas pesannya.Aku tidak punya pilihan lain selain pergi dari rumah. Ibu mengusirku dan menganggapku sebagai anak yang durhaka. Dia terus membujukku untuk kembali kepada Mas Husein.Sudah seminggu ini, Mas Husein tidak menghubungiku. Sekedar mengirimkan pesan pun, dia sepertinya tidak ingin.Entahlah, apa secepat itu dia melupakanku.“Nggak mau bertemu Galih?”Hana tiba-tiba datang dari belakang dan menepuk pundakku dengan lembut. Aku spontan menoleh dan menatapnya.“Gimana? Kalo kamu mau, Mas Aldo akan mengantarmu ke sana.”Aku menggeleng.“Nggak usah!” jawabku.Aku duduk di depan jendela. Kepalaku masih dipenuh

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 36

    Husein Sandewa Pov“Mas Husein, Mbak Asma nggak ada di kampus. Saya sudah nunggu di depan parkiran, eh nggak muncul, biasanya dia ke kampus karena saya dengar, Mbak Asma ada urusan di sana,” ucap Pak Soni.Aku menghela napas panjang. Sudah beberapa hari Asma tidak membalas pesanku. Biasanya dia cepat membalas pesanku. Ada apa? Apa dia sangat marah kepadaku?“Kalo ruangan Mas Aldo, kamu sudah lihat?” tanyaku sambil memandangi Pak Soni. Pak Soni tampak bingung.“Mas Husein, sebenarnya ada yang ingin saya katakan sama Mas Husein, tapi saya sedikit ragu. Saya takut Mas kalo ini ….,”“Apa?” potongku dengan cepat. Aku tidak suka basa-basi. Aku ingin Pak Soni berbicara dengan cepat kepadaku. Lelaki paruh baya itu sesekali menghela napas panjang. Wajahnya tampak cemas dan membuatku semakin penasaran.“Apa? Apa yang kamu mau katakan?” tanyaku lagi.“Katanya, Mas Aldo dan Mbak Asma itu pernah ada hubungan Mas. Saya juga kurang tahu, tapi sepertinya Mas Aldo suka sama Mbak Asma,” ucap Pak Soni.

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 36

    POV Husein SandewaAku sangat mencintai Maya Anjani dan tidak ada satu pun yang bisa membuatku berpaling darinya. Dia istriku yang sangat cantik. Cinta pertamaku dan belahan jiwaku. Lalu Tuhan menguji cinta kami berdua. Malam itu, ibu menangis di hadapanku. Dia memohon agar aku mau menikah lagi. Rencana gila yang dua bulan lalu sudah disusunnya dengan rapih. Kata ibu, dia mengenal seorang gadis yang rajin bernama Asma Hanifa. Ibu sangat menyukainya. Pernah sekali ibu melihatnya di rumah sakit sebagai tenaga kesehatan di bidang farmasi. Karena itu lah ibu menginginkannya.Alasan tepatnya adalah, ibu melihat Asma sebagai wanita yang sabar dan penurut dan tentu saja dia ingin menjadi istri keduaku.Aku menolak perjodohan gila ini namun ibu terus memaksaku. Maya Anjani, perempuan yang aku cintai kecelakaan. Sehari sebelum berangkat ke Bandung, dia mengatakan bahwa aku harus memikirkan dengan baik rencana ibu. Dia tidak menolak, dia juga tidak menerima. Namun di hatiku yang paling dal

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 35

    Kami memutuskan untuk berpisah. Malam itu juga, Mas Husein mengantarku ke rumah. Sejujurnya dia tidak ingin membawahku pulang ke rumah malam-malam. Namun aku memaksanya. Mas Husein belum mengucapkan kata talak kepadaku karena dia menyuruhku untuk menimbang setiap keputusan ini. Selama di perjalanan, kami saling diam. Sesekali dia menatapku dari balik kaca spion dan menghela napas panjang. “Jangan menangis, takutnya ibumu berpikir buruk sama saya.”“Nggak, aku nggak nangis kok, Mas,” jawabku. Aku menyeka air mataku dengan cepat. Aku tidak ingin dia melihatku. Demi Allah, aku tidak ingin Mas Husein beranggapan jika aku lemah. Tidak ada yang boleh menganggapku lemah. Sesampai di rumah ibu, aku berjalan masuk ke dalam kamar. Ibu yang berdiri di depan pintu terkejut menatapku. “Asma, Asma!” panggilnya. Dia mengikuti dari belakang. “Asma, apa yang terjadi? Kamu dan Husein beneran pisah? Gila yah kamu!” Aku tidak mengubris ucapan ibu. Aku dengan cepat menutup pintu. Mas Husein sepert

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 34

    Seminggu setelah kematian Mbak Maya, kelakuan Mas Husein masih saja sama. Dia sering kali ditemukan terlelap tidur di samping makam Mbak Maya. Ibu Wati yang melihat hal itu segera menghubungi psikolog untuk membantu putranya. Berkali-kali Mas Husein marah. Dia tidak ingin dianggap gila. “Nggak apa-apa Mas, siapa tahu dengan bantuan psikiater, Mas lebih baik,” ucapku. Ini kali pertama aku berbicara kepada Mas Husein. Dia spontan menatapku dengan pandangan tajam. “Jadi, kamu juga berpikir kalo aku gila, begitu?” teriaknya. Aku menggeleng dengan cepat. Aku takut jika Mas Husein marah seperti ini. “Nggak Mas!” jawabku. Mas Husein segera menutup pintu kamar dengan keras. Aku terperanjak kaget. “Asma!” panggil Ibu Wati. Aku segera berjalan cepat masuk ke dapur. Di sana, Ibu Wati menatapku dengan wajah sedih. Dia mengelus pungungku dan menuntunku untuk duduk di meja makan. Wajahnya terlihat serius memandangiku. “Asma, aku tahu ini nggak mudah bagi kamu. Husein sulit melupakan Maya d

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 33

    Setelah kepergian Mbak Maya, suasana di rumah sangat berbeda. Malam ini, orang-orang berdatangan untuk melaksanakan takziah. Ibu Wati berada di depan pintu menyambut para tamu. Saat ibu-ibu masuk ke dalam rumah, mereka menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Apalagi saat aku duduk berdampingan dengan Mas Husein, mereka mencibir.“Pasti dia senang, jadi istri satu-satunya, siapa sih nggak bahagia?”“Pelakor naik pangkat, keren banget dia.”Aku menunduk saat melewati ibu-ibu pengajian yang memandangiku dengan tatapan menjijikan. Mereka kerap kali bertanya apakah aku sudah hamil atau tidak. Entahlah, sepertinya kehidupanku adalah hal yang menarik bagi mereka. “Mas mau minum?” seruku kepada Mas Husein. Sejak tadi, dia duduk dan diam saja. Bahkan untuk berbicara pun sepertinya dia tidak sanggup.Mas Husein tidak bersuara saat aku menawarkan secangkir teh hangat. “Mas makan dulu yah.”Mas Husein menggeleng. “Mbak Maya bakalan sedih kalo Mas Husein seperti ini. Mas belum makan da

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 32

    Malam harinya, aku menemani Mas Husein untuk menjaga Mbak Maya. Sampai sekarang kondisi Mbak Maya sama sekali tidak ada perubahan.“Mas, tangannya gerak Mas!” ucapku kepada Mas Husein yang terlelap tidur di sampingku. Dia segera bangun dan mencoba menatap Mbak Maya.“Tadi gerak!” ucapku lagi. Aku takut dia mengatakan aku bohong kepadanya.“Tangan Mbak Maya dingin banget Mas,” seruku.Jemarinya sangat dingin dan aku tidak enak hati untuk menjelaskan hal ini kepada Mas Husein sejak tadi.“Mas panggil dokter dulu yah. Kamu di sini!”Mas Husein berdiri lalu berjalan menuju pintu. Namun aku segera memanggilnya saat jemari Mbak Maya bergerak sekali lagi.“Mas, mas, gerak lagi Mas!”Mas Husein kembali. Dia menyentuh kening Mbak Maya dan berbisik. Aku tidak tahu apa yang dia katakan, suaranya sangat pelan.“Nggak ada waktu lagi, Mas harus panggil dokter!”Mas Husein berlari menuju pintu. Jemariku bergetar saat Mas Husein mengatakan itu. Apa yang terjadi? Aku sangat takut.“Mbak Maya, mbak ban

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status