Share

Membuat Rencana

Author: Syarlina
last update Last Updated: 2023-05-31 19:14:35

"Aaaa!" Terdengar teriakan Aira dan Jingga secara bersamaan dari kamar mereka. Xabiru yang mendengar dari kamar sebelah bergegas menghampiri.

"Aira! Jingga! Ada apa? Buka!" panggil Xabiru dengan nada cemas takut terjadi sesuatu di kamar Aira. Apalagi di dalam ada anaknya.

"Aaaa!" Masih terdengar teriakan mereka membuat ketukan pintu makin keras dilakukan Xabiru bahkan ia mencoba membuka paksa pintu yang terkunci dari dalam karena belum juga dibukakan.

"Aira, buka!"

"Air–"

"Pak Biru!"

"Ayah!"

Kedua gender yang sama, berlainan umur tersebut serempak memeluk Xabiru dengan erat.

"A–ada apa?" tanya Xabiru tanpa merengkuh badan Aira yang memeluknya erat. Tangan satunya mengambang di udara. Ia merasa gugup tiba-tiba dipeluk wanita yang sudah sah menjadi istrinya tersebut.

"Ada kecoa Yah, banyak!" Jingga yang menjawab lebih dulu.

"Kecoa? Masa?" Tatapan Xabiru ke Aira memastikan kebenaran ucapan anaknya.

Aira mengangguk cepat. "Tidak banyak sih, cuma dua tapi besar-besar," timpal Aira menambahkan. Ia berpura bergidik memberi kesan jijik pada benda kecil tersebut.

Xabiru menelan ludah karena sebenarnya ia juga jijik dengan jenis serangga tersebut.

"Jingga tidak mau tidur di sini. Jingga tidur di kamar Ayah saja, ya," pinta gadis kecil berlesung pipit tersebut memelas seraya melirik Aira–ibu sambungnya.

"Hah? Eh." Xabiru tampak bingung. Netranya sedang fokus mengamati dengan jeli setiap sudut kamar Aira guna mencari makhluk kecil yang dimaksud mereka.

"Ya kan, Yah," desak Jingga.

"Tidak Jingga. Kamu tetap tidur di sini. Lagian Ayah tidak menemukan binatang tersebut. Mungkin sudah pergi."

Jingga mendesah kecewa mendengar jawaban ayahnya.

"Dicari dulu Pak, kalau belum nemu Saya nggak mau juga tidur di sini. Bagaimana kalau nanti pas kami tidur, kecoa muncul lagi terus naik ke atas kasur kami, hii, Saya takut Pak." Aira berakting ketakutan. Berharap lelaki dingin ini terenyuh dan mengasihaninya.

"Iya, Yah. Kalau Ayah berani, Ayah saja yang tidur di sini, kami di kamar Ayah," timpal Jingga berani memberi saran.

"Eh tidak. Ayah tidak mau. Masih ada kamar satunya lagi. Kamar kamu. Kamu sama bundamu tidur di sana saja. Nanti besok Ayah suruh orang buat bersih-bersih kamar ini."

Jingga dan Aira saling lirik.

"Ya sudah. Saya setuju, daripada di sini ada kecoanya." Aira mengedipkan mata pada Jingga karena rencana mereka hampir berhasil.

"Iya deh, Yah. Ayo Bun, kita ke kamar Jingga saja. Pasti di sana nggak ada kecoanya karena kamar Jingga bersih dan sudah sering ditiduri. Ayah bantuin bawakan bantal Bunda, ya."

"Apa? Kenapa jadi Ayah yang–"

"Nggak usah, Pak. Saya bisa sendiri." Aira menatap lekat Jingga yang tersenyum renyah di belakang ayahnya.

"Loh, kok nggak nyala?" Xabiru mencoba menyalakan saklar lampu kamar Jingga, tapi tidak mau. Kamar yang memang diperuntukkan untuk Jingga masih dalam keadaan gelap. Mereka sudah berada di depan kamar tersebut dan Xabiru sedang mencoba menyalakan lampu saklarnya.

Jingga dan Aira saling lirik dan tertawa tertahan menyaksikan tindakan Xabiru yang sedang kebingungan mendapati kamar anaknya gelap gulita dan saklar lampunya tidak mau nyala. Laki-laki itu sedang memeriksa apa yang salah pada lampu kamar anaknya.

"Huaa! Jingga sudah ngantuk berat. Jadi gimana, Yah. Kami tidur dimana?" Jingga kembali bersandiwara sesuai arahan Aira untuk berpura-pura menguap bohongan di depan ayahnya.

Xabiru sampai menggaruk kepalanya yang sedang kebingungan dengan keadaan sekarang.

"Ya sudah, kamu tidur di kamar Ayah saja, tapi cuma malam ini."

"Cuma Jingga, Yah? Bunda?" sela Jingga melirik sendu Ibu sambungnya tersebut berharap diajak juga seperti yang mereka rencanakan.

"Iya, sama Bundamu. Nggak mungkin tidur di sini gelap-gelapan seperti ini. Memang bundamu mau?" tatapan datar Xabiru ke arah Aira.

Aira yang ditatap membalas cepat dengan gelengan kepala. Menolak pertanyaan suami barunya tersebut.

Xabiru diam dan berjalan lebih dulu menuju kamarnya. Sedang Aira dan Jingga melakukan tos tersembunyi di belakang Xabiru karena rencana mereka berjalan sesuai harapan. Akhirnya kesampaian tidur bersama Ayahnya.

***

"Ayahmu takut apa?" tanya Aira pada Jingga sambil berpikir sesuatu.

"Memangnya kenapa, Bun?"

"Kita mau bikin rencana. Katanya mau tidur di kamar Ayah." Aira melirik sekilas ke Jingga yang netranya menatap langit-langit kamar.

"Eh, iya, Bun. Ehm, tapi Ayah itu kuat dan pemberani. Ayah tidak takut apa pun." Jawaban Jingga meredupkan harapan Aira. Padahal dia berharap ada sesuatu yang ditakutkan suaminya tersebut. Jadi mereka punya alasan untuk tidak tidur di kamar barunya saat ini.

"Oh, nggak ada ya. Hm, susah. Bunda kira ada yang ditakuti ayahmu. Sepertinya rencana tidur di kamar ayah gagal."

"Ya …, kok gitu. Apa ya? Eh, ada!" Jeritan kecil Jingga membuat Aira memiringkan badannya menghadap ke gadis kecil yang selalu membuatnya gemas tersebut.

"Apa?" Aira penasaran.

"Kecoa. Hiii." Jingga bergidik sendiri. Ia membayangkan sosok kecil hewan yang suka di tempat kotor tersebut. Ia pun takut juga.

"Kecoa? Yang benar?" Sudut miring bibir Aira memancarkan binar matanya. Ia senang kalau ternyata laki-laki yang terlihat gagah dan macho tersebut takut pada benda kecil tersebut.

"Iya, Bun. Dulu waktu di rumah Bibi Kiki, Ayah nggak mau mandi karena di dalam kamar mandi Bibi ada kecoanya. Kata Nenek, ayah takut kecoa." Sambil tertawa cekikikan, Jingga bercerita mengingat momen lucu baginya.

"Oh, kok bisa ya? Kan Ayah badannya besar."

"Hu'um, Bun. Terus ada lagi. Ayah itu takut sama Nenek. Kalau ada Nenek, Ayah nggak berani marahin Jingga."

"Nenek?"

Jingga mengangguk dengan semangat.

Aira balas dengan melempar senyum miring menyeringai karena sebuah rencana jahil sedang tersusun di benaknya. Ia punya rencana jitu untuk menaklukkan hati suaminya.

***

"Ayo Bun, masuk. Jangan malu-malu anggap saja kamar sendiri." Jingga berceloteh lucu layaknya orang dewasa. Tangan Aura ditariknya paksa mengikuti langkahnya. Aira pasrah tak bisa menolak.

Namun belum masuk melangkah jauh ke dalam, pandangan mata Aira terpaut pada hal yang berada di depannya. Aira terdiam seketika dan tak mampu bicara.

Pemandangan di depan mata sungguh membuatnya sesak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Babysitter Biasa   Akhir Kisah Ini

    "Mas, kopinya." Aira masuk ke kamar membawakan secangkir kopi untuk Xabiru. "Terima kasih ya, maaf merepotkan." Segera meraih cangkir tersebut dari tangan Aira. "Masih sibuk, Mas?" Aira mengamati suaminya yang masih fokus ke layar laptop. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hubungan keduanya makin baik pasca kecelakaan yang menimpa Xabiru. Sesuai dengan janji yang disepakati, Xabiru ingin memulai hubungan layaknya suami-istri pada umumnya. Surat perjanjiannya bersama Aira sudah dimusnahkannya. "Iya, banyak yang harus diselesaikan, besok ada meeting." Xabiru menjawab tanpa menoleh ke Aira. Ia terlalu fokus ke layar laptop. "Oh, tapi besok sidang 'kan, Mas? Mas nggak datang?" Aira mencoba mengingatkan. Xabiru menoleh sebentar. "Datang, kok. Masih bisa. Meetingnya sore. Kalau pun sidangnya lama, biar Pak Burhan saja yang urus."Aira manggut-manggut mendengarkan."Menurut Mas, gimana? Apa Mbak Jasmin bakal di penjara atau?" Aira membuka obrolan tentang sidang Jasmin yang a

  • Bukan Babysitter Biasa   Orang di Balik Kecelakaan

    Semalaman Aira dan Bu Laila di rumah sakit menjaga keadaan Xabiru. Sebenarnya Bu Laila tak tega pada Aira karena menantunya itu dalam keadaan hamil muda. Kesehatannya juga tak baik. Bu Laila sempat meminta Aira untuk pulang saja, tapi Aira menolak. Ia ingin menemani suaminya sampai sadar. Pulang tak kan membuat perasaannya tenang. Justru membuatnya tak bisa tidur dan kepikiran terus. ***"Ra, Aira," lirih Xabiru memanggil istrinya. Ingin mengusap kepala Aira, tapi tak bisa. Tenaganya tak kuat. Ia merasa sangat lemah. Saat matanya mengerjap, orang yang pertama dilihatnya adalah Aira yang duduk tertidur sambil merebahkan kepalanya di ranjang yang ditempatinya. Ia merasa bersalah. "Ra.""Mas! Kamu sudah sadar? Ada yang sakit? Tunggu! Biar Aira panggilkan dokter dulu." Aira terkesiap melihat Xabiru yang telah sadarkan diri. Aira bangkit dari duduknya dan tampak kebingungan. Namun ia akhirnya ingat harus memanggil dokter segera. Xabiru tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala. Meno

  • Bukan Babysitter Biasa   Penyesalan Aira

    Pantas saja perasaan Aira tak enak sejak kepergian suaminya. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi tak tahu apa itu, ternyata Mas Xabiru. Suaminya itu mengalami kecelakaan. Bergegas Aira menyiapkan diri untuk pergi ke rumah sakit. Ia berganti pakaian dulu, baru setelah itu mengambil beberapa baju buat suaminya. Ia tak tahu seberapa parah keadaan Xabiru, tapi pasti akan membutuhkan beberapa lembar pakaian ganti untuk berada di sana. Ia berharap, suaminya tidak apa-apa. Hanya luka ringan saja. Aira masuk ke dalam kamar putrinya, Jingga. Memeriksa keadaan putrinya itu sebelum ditinggal pergi. Nanti ada Bi Siti yang akan menemani Jingga sementara ia pergi ke rumah sakit. Jingga tertidur pulas. Rasanya enggan kalau membangunkan anaknya itu apalagi memberitahukan keadaan ayahnya. Memang lebih baik, Jingga tak perlu tahu dulu dan tetap berada di rumah. Hampir setengah jam Aira menunggu, baru Mang Diman dan Bi Siti tiba di rumahnya. Bergegas Aira menghampiri dengan setengah ber

  • Bukan Babysitter Biasa   Kecelakaan

    "Nikahi aku, Mas. Jadi kedua pun tak masalah asal bisa bersamamu." Jasmin tampak pasrah. Apa pun akan dilakukannya meskipun harus tersakiti. Xabiru menghela napasnya. Terasa berat memenuhi keinginan wanita di sampingnya ini. "Aku tak bisa, Jas. Aku sudah membuat keputusan untuk menjalankan pernikahanku bersama Aira. Apalagi sekarang dia sedang mengandung anakku."Brug! Xabiru tersentak kaget mendapati serangan tak terduga. Jasmin memukulkan bantal sofa ke arahnya. Wanita itu kesal karena Xabiru tak bisa menepati janjinya. Katanya dulu tidak akan tergoda atau meniduri istrinya, tapi sekarang, wanita itu malah hamil juga. "Dasar lelaki! Omongannya tidak bisa dipercaya!""Ya, memang laki-laki itu egois. Seperti yang dulu kulakukan padamu. Aku tahu kamu menyukaiku, Jas. Namun sayangnya aku lebih menyukai kakakmu."Jasmin mendelik tak suka. Kembali bantal di tangannya, dihantamkan ke tubuh Xabiru. "Sudah, Jas. Hentikan!" Xabiru meminta Jasmin berhenti, karena rasanya tak enak dipuku

  • Bukan Babysitter Biasa   Dibohongi, dipaksa Menikahinya

    Xabiru akhirnya pergi. Terpaksa karena ia pikir ini adalah kesempatan terakhirnya bertemu Jasmin. Ia ingin memperbaiki semuanya. Ingin juga mengakhiri dengan benar hubungan mereka yang sempat terjalin meskipun ia telah menikah. Ia ingin membatalkan janjinya untuk menikahi wanita tersebut. meski terdengar egois, tapi itu adalah jalan terbaik. Daripada tetap bersama dengan perasaan yang telah berubah. Bagaimanapun juga Xabiru sadar ia telah mencintai Aira, bukan Jasmin. Bahkan nama wanita tersebut sulit untuk ia masukkan ke dalam hatinya. ***Xabiru sekarang sudah berada di depan pintu unit apartemen Jasmin. Ia menunggu dibukakan pintu oleh wanita tersebut. "Masuk, Mas." Pintu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya tanpa terlihat sosok Jasmin di depan pintu. Hanya suaranya yang terdengar mempersilakan masuk. Xabiru sedikit heran tapi dia tetap masuk ke dalam. Baru berjalan beberapa langkah, Tiba-tiba dia tersentak kaget mendengar pintu apartemen tertutup. Ia berbalik dan melihat Jasmi

  • Bukan Babysitter Biasa   Terpaksa Menemui Seseorang

    Xabiru tertegun membaca pesan yang baru saja dikirim Jasmin. Dia baru tahu kalau Jasmin ingin pergi keluar negeri, tapi dalam rangka apa? Setahu Xabiru, tidak ada kunjungan ke luar negeri dari kantor dan kalaupun urusan pribadi, kenapa terkesan mendadak? "Mas.""Mas Xabiru." "Mas ....""Ya, a--apa?" jawab Xabiru tergagap baru tersadar karena panggilan Aira. Ia sedang memikirkan Jasmin. "Mas kenapa? Dari tadi kupanggil nggak jawab. Mas kayak mikirin sesuatu." Aira heran dan mulai berpikir negatif kalau suaminya tersebut tidak begitu senang dengan kehamilannya ini. Xabiru seperti banyak pikiran. Banyak termenung sedari tadi diperhatikannya. Wanita itu ingat kalau Xabiru berharap pernikahan mereka hanya berumur setahun dan akan segera berpisah secepatnya. apa itu pemicunya? apa suaminya kebingungan untuk mengakhiri semuanya setelah tahu ia hamil? "Tidak. Tidak apa," jawab Xabiru datar. Menambah kepiluan hati Aira. "Kalau begitu, habiskan makanan Mas, biar secepatnya kubereskan." Ai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status