Share

Berjanji

Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Semoga suka, selamat membaca🤎

 🌼🌼🌼

Mereka memutuskan untuk pulang. Wafa mengantar Kayla terlebih dahulu ke rumahnya.

Tak banyak percakapan yang terjadi selama perjalanan.

Wafa yang takut Kayla tidak nyaman, sementara Kayla memilih untuk lebih banyak diam.

Hanya suara basa-basi dari Wafa untuk memberitahu bahwa mereka telah sampai di rumah Kayla.

"Kita sudah sampai Key, mau ku bukakan pintu mobilnya?" Tanya Wafa hati-hati, ia takut Kayla merasa tidak nyaman dengan sikapnya.

Kayla menggeleng. "Terima kasih Kak, aku bisa buka sendiri."

"Oke." Jawab Wafa. Ia memaklumi semuanya.

Setelah mereka keluar dari mobil, Wafa memilih untuk tidak masuk. Memberikan ruang bagi Kayla yang mungkin saja akan berontak hebat setelah mengetahui bahwa ia lelaki yang akan dijodohkan dengannya.

Mengingat ternyata selama ini Bundanya tidak banyak bercerita soal Wafa pada Kayla.

Entah alasannya apa, ia sendiri pun penasaran.

"Mau masuk dulu?" Tanya Kayla menawarkan.

Wafa menggeleng. "Tidak, terima kasih. Lain kali saja aku berkunjungnya, sampaikan salam buat keluargamu ya termasuk Mbak Rini."

"Oke, Insya Allah akan aku sampaikan. Hati-hati di jalan ya."

"Makasih, Insya Allah aku akan hati-hati. Oh iya, nonton cerita yang lucu-lucu gih abis ini biar kamu tertawa jadinya ngga sedih lagi."

Kayla mengangguk pelan. "Makasih juga atas sarannya." Jawabnya seadanya.

Ia masih takut untuk benar-benar membuka hati.

"Oke, aku pamit ya. Wassalamu'alaikum."

"W*'alaikumus salam w* rahmatullahi w* barakatuh." Kayla membalas salam.

Kemudian ia masuk ke dalam rumah selepas mobil Wafa sudah pergi.

Dengan langkah terluntai, Kayla membuka pintu rumahnya dan langsung disambut oleh Bundanya yang duduk di ruang tamu.

Farida, Bunda Kayla, menatap anak bungsunya dengan penasaran. Ia menunggu cerita untuk disampaikan.

"Bagaimana?"

"Bunda kenapa tidak pernah memberitahuku kalau anak dari sahabat Ayah selama ini adalah Wafa?" Suara Kayla terdengar lirih.

Farida merasa cemas melihat reaksi putrinya itu. Ia takut jika putrinya mengalami depresi karena hal ini.

"Ada apa? Sesuatu buruk terjadi? Coba bilang Nak." Farida langsung mengajak Kayla untuk duduk terlebih dahulu.

Kayla menghela nafas. "Salsha fans berat Wafa, Bunda. Tadi dia melihat semuanya dan pasti dia kecewa soal ini."

"Salsha memangnya fans Wafa sejak kapan?"

"Selama 6 tahun Bunda. Dia sangat mengangguminya bahkan selalu mendoakannya di setiap sholat nya. Aku merasa tidak enak hati, aku harus bagaimana?" Kayla menutup wajahnya dengan kedua tanganya.

Farida menatap cemas. "Jadi, kalian bertengkar karena ini?"

Kayla mengangguk. "Bunda kenapa hidupku begini. Apa aku sejahat itu?" Ujarnya lirih di balik kedua tanganya yang menutupi wajah.

"Key, jangan bilang gitu." Hibur Farida. "Coba ceritakan semuanya, ada apa?"

Segera Kayla melepaskan tanganya yang menutupi wajah dan menoleh ke arah Bundanya.

"Bunda, traumaku kambuh tadi. Aku sangat ketakutan jika bersama laki-laki apalagi kalau sampai memberikan perhatian padaku. Semua itu mengingatkanku pada Garin dan juga yang dulu-dulu, Bunda. Lalu, Salsha juga kecewa denganku yang mengetahui bahwa Wafa yang akan dijodohkan denganku. Pasti abis ini mereka semua akan menuduhku yang tidak-tidak, aku harus bagaimana Bunda? apakah aku sejahat itu sebagai seorang manusia."

Farida sudah menangkap semua yang disampaikan putrinya tanpa harus menjelaskan panjang lebar.

Dengan sigap, Farida memeluk tubuh Kayla penuh kehangatan. "Kamu bisa membatalkan ini kok sayang kalau kamu tidak nyaman."

Kayla melepas pelukan Bundanya cepat. Ia menggeleng. "Ngga Bunda, aku sudah menerimanya. Aku hanya..."

"Kayla, kamu menerima ini karena kamu terus merasa bersalah dengan kami. Semua hal yang kamu lakukan sudah lama kami maafkan, bahkan Ayahmu tidak pernah sedikitpun membencimu sayang, jadi jangan terus menyalahkan dirimu ya." Farida nampak khawatir.

Melihat Kayla terbaring lemah di ruang ICU membuatnya tidak ingin membiarkan Kayla menderita lagi.

Gadis itu hanya seorang remaja yang tengah belajar menjadi seorang dewasa seutuhnya.

Wajar jika melakukan banyak kesalahan.

"Bunda, aku bingung."

"Bingung apa, bilang." jawab Farida.

"Aku tidak mau terus begini. Aku tidak mau jika harus terus trauma dengan lelaki dan aku tidak mau membatalkan pernikahan karena itu akan membuatku merasa lebih bersalah pada Ayah dan Ayah Wafa yang begitu baik hati dengan kita. Tapi, di satu sisi aku tidak enak hati dengan Salsha, dia sudah begitu baik denganku dan apa kata orang nanti? Aku seorang perebut pria lagi? Padahal aku..."

"Sudah, lebih baik tidak usah dibahas dulu ya. Nanti setelah semuanya enak baru kita bahas lagi, sekarang kamu istirahat saja di kamar pasti lelah seharian pergi." pinta Farida.

Melihat kondisi Kayla yang tidak stabil rasanya belum tepat untuk memutuskan.

Lagipula ia harus membicarakan dengan Wafa setelah ini.

"Baik Bunda, aku ke kamar dulu. Makasih sudah mau mendengarkanku"

"Sama-sama sayang, istirahat yang cukup ya nanti kalau mau makan bisa langsung makan karena sudah siap."

Kayla mengangguk. "Oke Bunda."

Lalu, Kayla pergi ke kamarnya yang letaknya di lantai dua.

Selepas putrinya pergi dengan cepat ia menghubungi Wafa. Ia perlu tahu dari sisi anak laki-laki itu.

Bagaimanapun Wafa akan menjadi pemimpin bagi Kayla kelak, dia juga yang akan bertanggung jawab atas semua kehidupan Kayla baik di dunia maupun akhirat.

Sebagai seorang Ibu, ia harus benar-benar memastikan kepada siapa ia akan menyerahkan anak bungsunya itu.

"Assalamu'alaikum Wafa, ini Tante Farida."

"W*'alaikumus salam Tante, ada apa?"

"Wafa masih di jalan ya?"

"Ngga kok Tan, aku lagi di gor sekarang. Mau bulu tangkis sama temen-temen, kenapa?"

Farida terdiam sejenak. Ia kembali memastikan dirinya apa yang ingin ia sampaikan.

"Kalau Tante minta waktu kamu sebentar bisa?"

"Bisa kok Tante, temenku juga masih pada stretching dulu. Ada apa Tante?"

"Mungkin kamu sudah bisa menebak, ini soal Kayla."

"Iya Tante, kenapa?"

"Kayla sudah cerita ke Tante kejadian hari ini, psikis dia terganggu lagi. Jujur, Tante sangat cemas sekali Wafa."

Mendengar suara cemas Bunda Kayla dari balik ponselnya membuat Wafa iba.

"Kalau boleh tau, apa yang Tante cemaskan?"

"Tante takut kalau kondisi Kayla makin parah. Ini tidak hanya sekali Fa, dia pernah percobaan bunuh diri sebanyak 3 kali dan kemaren adalah yang terparah. Semoga menjadi yang terakhir."

"Tante hanya ingin kembali memastikan denganmu, benarkah keputusanmu untuk menerima perjodohan ini? Tolong jawab tanpa memikirkan perasaan kami. Karena sebagai orang tua perasaan anak jauh lebih penting, apalagi yang menjalani nanti adalah kalian." Lanjut Farida lagi.

Wafa mendengarkan dengan seksama. Raut wajahnya juga sangat serius sampai-sampai teman-temannya tidak jadi berbicara pada Wafa.

"Wafa emang idaman ya, kalau aku cewek mungkin juga akan suka sama dia." Bisik Afdhal pada Raihan, sesama teman olahraga Wafa.

"Insya Allah, aku serius Tante. Sebenarnya aku memang menerima karena kebaikan Om Haris pada Ayah dan keinginanku untuk melupakaan Diana, wanita yang pernah ku ceritakan pada Tante."

"Tapi ketika aku melihat Kayla tadi, aku melihatnya bukan lagi iba tapi lebih dari itu. Aku merasa perlu untuk menjaganya dan ngga mau dia bersedih, seperti Allah telah mengabulkan doa-doaku selama ini." Lanjut Wafa lagi.

Di satu sisi, Raihan dan Afdhal diam-diam mendengar obrolan Wafa dengan seseorang di balik ponselnya.

Afdhal kembali menyinggung lengan Raihan. "Kan, idaman banget."

Raihan menoleh dan menatap geli. "Udah heh nanti keterusan beneran suka, repot!"

"Abisan Wafa tuh udah mana pinter, baik, terus ganteng la..." Tanpa sengaja, mata Afdhal dan Wafa bertemu di momen ucapan pujian Afdhal pada Wafa.

Membuat bulu Wafa bergidik ngeri. "Bentar Tan," Wafa merasa tidak nyaman. "Heh bambang kalian ngapain?"

"Ini Fa si Afdhal diem-diem suka sama lo."

"Muke gile, orang bercanda doang. Han, masa ngga bisa bedain orang bercanda lagian kamu kan tau aku sukanya sama siapa."

"Yeh Mukhlis, bisa aja." Balas Raihan.

"Heh Mukhlis bapak saya, Anda jangan sebut-sebut nanti orangnya dateng kan repot."

Fyi, Ayah Afdhal alias Pak Mukhlis telah tiada.

"Oh iya maaf Om, ngga lagi-lagi."

"Heh, Fa, udah sana lanjut lagi ngapain ngeliatin. Udah tau ngga penting" Ujar Afdhal.

"Kalian yang sana gih, ke distract tau!" Ledek Wafa.

"Ah asem banget emang, yaudah yuk main." Ujar Raihan.

"Tau najong banget diusir dikira cakep kali, salah banget abis muji." Timpal Afdhal dan kemudian pergi setelah Wafa memilih untuk tidak menggubris mereka.

"Maaf Tante, tadi ada temen yang gangguin. Iya Tante gimana, apakah masih ragu?" Lanjut Wafa kemudian.

Dari balik ponsel, Farida terbesit keyakinan bahwa anaknya bisa bahagia dengan Wafa.

"Baik kalau gitu, sudah dulu Wafa kamu juga mau bulu tangkis kan. Makasih sebelumnya sudah mau menerima keadaan Kayla, tolong jaga dia." Pinta Farida.

Sejenak, Wafa terdiam. Kalimat sakral yang abis ini ia ucapkan harus dipikirkan matang-matang karena ini menyangkut tanggung jawabnya seorang pria.

"Bismillah, Insya Allah saya akan menjaga Kayla Tante. Doakan juga ya, karena kalau bukan doa Tante aku ngga akan bisa melakukannya."

Farida tersenyum lega. Jawaban yang tidak ia duga akan keluar dari mulut anak laki-laki berusia 23 tahun.

"Yasudah kamu lanjut deh main bulu tangkis nya, nanti si Afdhal ngeliatin kamu lagi kan repot."

"Hahaha, dia cuman bercanda kok Tante. Emang anaknya random, aneh gitu." Ledek Wafa.

"Tapi bilang makasih sama mereka karena udah mau jadi temen dan baik sama Wafa."

Wafa tersenyum kecil mendengarnya. Bunda Kayla juga sangat perhatian padanya. Pantas saja anaknya adalah Kayla, seorang wanita yang mempunyai hati yang hangat.

"Tan, aku bersyukur." Kata Wafa tiba-tiba.

"Harus dong, selalu. Tapi memang bersyukur apa?"

"Aku senang karena kenyataanya seperti itu jadi aku bisa dipertemukan dengan wanita seperti Kayla yang baik hati nya sama dengan Tante." Tutup Wafa, nadanya terdengar bersyukur.

🌼🌼🌼

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status