Share

BC ~ 2

Author: Kanietha
last update Huling Na-update: 2024-09-23 12:00:08

Tutup mata, tutup telinga.

Kalimat itulah yang Lita tanamkan ketika nanti bekerja di A-Lee Kontruksi, perusahaan milik mertua saudara tirinya, Rindu. Lita harus fokus pada masa depan dan meninggalkan semua masa lalu kelamnya di belakang. Terus berjalan maju dan menjadikan semua hal yang dialami di hidupnya menjadi pelajaran berharga.

Lita yang dulu, bukanlah Lita yang sekarang.

Semua sudah berubah. Ada buah hati yang harus dibesarkan dan dididik dengan penuh tanggung jawab, agar tidak mengulangi kesalahan seperti orang tuanya.

Tiba-tiba, suara dering ponsel memecah lamunannya. Saat masih berdiri di pelataran perusahaan, Lita melihat layar ponselnya menampilkan nomor tidak dikenal. Tadinya, Lita enggan menerima panggilan dari nomor yang tidak disimpannya. Namun, saat melihat 10 digit nomor cantik yang tertera di layar, maka Lita memutuskan untuk menerimanya. Ia berasumsi, tidak ada orang yang memakai nomor cantik seperti itu untuk menipu atau sekadar iseng.

“Halo?” sapanya dengan sedikit ragu.

“Halo, Lita. Ini Reno!”

Langkah Lita terhenti saat baru memasuki lobi. Beberapa detik kemudian, ia bergeser menuju sisi ruang yang agak sepi, untuk menerima panggilan dari Direktur Utama perusahaan tersebut.

“Ad—”

“Jangan pernah bilang ke orang kantor, kalau kita saling kenal.” Reno segera memotong, melanjutkan ucapannya. “Kalau ketemu, pura-pura aja nggak kenal.”

Jiwa liar Lita ingin sekali memaki, tetapi ia sadar diri dengan posisinya saat ini. Bahkan, Lita harus menahan diri untuk tidak berdecak agar ipar Rindu itu tidak berpikiran macam-macam. Lita harus jadi anak baik dan mengubur semua kebarbarannya di masa lalu dalam-dalam.

“Baik, Pak Reno,” jawab Lita setelah menarik napas panjang dan tersenyum sendirian.

Sabar ... hanya hal itu yang bisa Lita lakukan.

Semua ini, demi Tirta.

“Kalau ada orang yang tanya atau pernah lihat kamu di resepsi Dewa sama Rindu, bilang aja kamu lagi nemani ...” Reno menjeda ucapannya sebentar. “Terserah kamu jawab apa, tapi jangan bilang kalau kamu punya hubungan dengan Rindu.”

“Apa ... Rindu yang nyuruh bilang begitu.” Hati Lita tersayat seketika. Apa mungkin Rindu malu mengakuinya sebagai saudara, karena telah mencoreng nama baik keluarga? Atau, Rindu ternyata masih sakit hati dengan perbuatan Lita di masa lalu dan tidak ingin menganggapnya sebagai keluarga.

Reno berdecak. “Rindu nggak tahu apa-apa. Aku cuma nggak mau orang berpikir macam-macam, karena kamu masuk tanpa seleksi seperti karyawan yang lainnya.”

“Tapi Pak—”

“Biarkan mereka bertanya-tanya, orang dalam mana yang masukkan kamu ke A-Lee dan jangan ember karena kami tahu betul bagaimana tabiatmu yang dulu.”

Lita terdiam dan tertampar telak. Dulu, Lita memang suka semena-mena, hedon, dan masih banyak lagi sifat buruk yang ia miliki.

“Saya janji, nggak akan bilang apa-apa.”

“Bagus!” sambar Reno cepat.

“Tapi, maaf, Pak. Tolong jangan ungkit-ungkit masa lalu saya,” pinta Lita memberanikan diri mengungkapkan isi hatinya, tetapi tetap dengan suara yang sopan. “Saya tahu—”

“Oke,” sela Reno tidak ingin memperpanjang masalah. “Tapi ingat, meskipun Rindu yang merekomendasikan kamu melalui Dewa, tapi kalau laporan kinerjamu buruk, jangan harap bisa bertahan di A-Lee karena aku sendiri yang akan langsung pecat kamu dari perusahaan.”

“Tap—” Lita menggeram karena pembicaraan mereka diputus secara sepihak. Tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang tidak memiliki kuasa.

Namun, yang menjadi pertanyaan Lita saat ini ialah, mengapa Reno terdengar seolah tidak menyukainya. Padahal, mereka tidak pernah bertegur sapa dan hanya bertemu satu kali di resepsi pernikahan Rindu.

Daripada memikirkan Reno, lebih baik Lita segera menghampiri resepsionis dan mengutarakan tujuannya datang ke perusahaan. Namun, baru satu langkah kakinya mengayun, ponsel yang belum sempat ia masukkan ke tas kembali berdering.

Kali ini, Rindu yang menghubunginya dan hal tersebut membuat Lita serba salah. Andai saja di masa lalu Lita memperlakukan Rindu dengan baik, pasti situasinya tidak akan seperti sekarang.

“Halo, Rin ...” Lita menyapa dan bergeming di tempat semula.

“Halo, Ta.” Rindu membalas ramah. “Kamu mulai kerja hari ini, kan?”

“I-iya,” jawab Lita masih merasa canggung. “Oia, apa aku boleh tanya dikit?”

“Emm, tanya aja.”

“Apa ... Pak Reno memang sejahat itu?” Lita menggeleng dan buru-buru meralat perkataannya. “Maksudku, apa dia—”

“Reno? Kamu dijahatin Reno?” buru Rindu tergesa. “Dia bilang apa?”

“Oh nggak.” Lagi-lagi Lita menggeleng. “Maksudku, dia cuma bilang kalau aku nggak becus kerja, aku bisa langsung dipecat.”

“Tapi omongannya betul, kan?” Untuk perihal tersebut, Rindu berada di pihak Reno. “Di mana-mana, kalau karyawan nggak becus kerja pasti dipecat.”

“Omongannya betul,” ujar Lita membenarkan dan tidak akan menceritakan detail pada saudara tirinya. “Cuma ... nada bicaranya kayak ... dia nggak suka banget sama aku, Rin. Padahal, kita cuma ketemu satu kali dan itu pun nggak pernah ngobrol. Jadi, wajar, kan, kalau aku bingung salahku itu apa?”

“Nggak usah baper dan nggak usah dipikirin,” pesan Rindu. “Yang penting, kamu kerja yang bener karena aku pasti nggak enak sama mama mertuaku kalau nanti kamu ...”

“Aku ngerti.” Lita bisa memahami kekhawatiran Rindu saat ini. “Aku janji nggak akan ngecewain keluarga lagi.”

“Oke kalau gitu, baik-baik kerjanya, Ta." Rindu kembali memberi pesan. “Aku pegang janjimu dan ... jangan lagi ngerepotin dan kecewain ibuku yang sayang sama kamu.”

“Iya, aku tahu.” Di saat semua orang mencemooh termasuk bapaknya sendiri, ibu sambungnya justru menjadi garda terdepan yang selalu ada untuk Lita. Karena itulah, Lita paham mengapa Rindu berkata demikian. “Kamu bisa pegang janjiku, Rin. Oia, aku harus lapor resepsionis dulu karena bentar lagi mau jam delapan. Udah dulu, ya.”

“Oke! Semangat, Ta!”

“Makasih. Nanti siang aku telpon pas ibu ada di tempatmu.” Lita berlari kecil sambil melihat jam dinding yang tergantung di belakang meja resepsionis. Namun, karena tidak melihat ke sekitar dan masih memegang ponsel yang menempel di telinga, tubuh Lita akhirnya menabrak seseorang. “Pa-pak Reno! Maaf!”

Reno mendelik ketika mendengar Lita menyerukan namanya cukup keras. “Kaamu …”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (6)
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
reno....agak lupa siapakah dia???
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
wkwkwk.. baru juga diperingatin eh Lita udah langsung melanggar..
goodnovel comment avatar
Siti Juli
kisah Reno dan lita mb beb
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Cinderella   BC ~ 70 [FIN]

    “Aban ... jangan lari di tangga!” Reno sudah melarang, tetapi bocah yang sebentar lagi berusia tiga tahun itu tidak mau mendengarnya. “Kalau jatoh kita nggak jadi ulang tahun.”“Tak jatuh pun.”Reno menarik napas mendengar jawaban Tirta yang berucap dengan logat melayu. Benar-benar mirip Fathiya jika sudah berbicara. Reno tidak heran, karena Tirta memang sering menghabiskan hari-harinya dengan Fathiya. Terlebih lagi, Fathiya benar-benar memanjakan Tirta dan selalu menuruti semua permintaan bocah tersebut. “Hati-hati turunnya,” sambar Lita yang berjalan di belakang Reno dan jauh lebih kalem ketika menghadapi sikap putranya. “Kalau jatuh yang sakit Aban, bukan Ibu tau?”“Tau ...”Reno berdecak dan berhenti di ujung tangga. “Kalau jatuh, bahaya.”Lita menepuk keras bòkong Reno sebelum berhenti di sampingnya. Ia terkekeh, karena Reno sontak melotot padanya. “Tirta sudah—”“Kalau pengen bilang,” putus Reno lalu membalas Lita dengan perlakuan yang sama, hingga Lita memekik lalu terkekeh. “K

  • Bukan Cinderella   BC ~ 69

    “Mutasi?”“Kata bu Debby begitu.” Lita mengangguk untuk menjawab pertanyaan Rindu. Matanya tertuju pada Dewa dan Tirta yang sedang berlatih di dojo. Ia sebenarnya datang untuk memberikan oleh-oleh dari Malaysia dan ngobrol santai dengan Rindu. Namun, ternyata Dewa malah membawa anak-anak ke dojo di belakang rumah.Lita melihat Dewa sibuk mengajari Tirta menendang kick pad yang ada di tangan pria itu. Sementara Dewi, hanya duduk bertepuk tangan dengan tawa geli ketika melihat sepupunya berhasil menendang. Tawa kecil itu selalu pecah, seolah menikmati setiap aksi Tirta yang memang terlihat menggemaskan.Sedangkan di sisi lain, Reno tampak lebih sibuk dengan kameranya. Merekam setiap momen dengan senyum bangga di wajahnya.“Pak Zaldy dimutasi ke Denpasar, tapi naik jadi wakil dirut di sana,” sambung Lita menerangkan. “Jadi ini masih sibuk bolak balik, karena sekalian ngurus pindah sekolah anaknya sama ini itunya. Pantas aja nggak pernah ngerecokin Tirta lagi.”“Emang mau direcokin dia lag

  • Bukan Cinderella   BC ~ 68

    Lita berdiri di balkon hotel, memandang ke luar dengan kekaguman. Pemandangan kota yang megah dan hiruk-pikuk kehidupan malam yang berbeda, membuatnya merasa seolah sedang bermimpi.Ia menoleh ke arah Reno, yang menghampirinya lalu memeluk dari belakang. Rasanya, setiap detik liburan yang dihabiskannya, adalah sesuatu yang luar biasa. Dari pengalaman pertamanya naik pesawat, hingga menjelajahi tempat-tempat baru yang menakjubkan.Mereka sempat dua hari berada di kediaman Fathiya dan sisanya Reno memilih memboyong semua anggota keluarga menginap di hotel. Semua itu dilakukan agar Lita, Tiara, maupun Fandy bisa mendapatkan pengalaman baru.Pada liburan kali ini, Radit tidak bisa ikut karena jatah cutinya dari perusahaan sudah habis. Jadi, pria itu menetap di Jakarta dan tetap menjalankan rutinitasnya seperti biasa.“Aban sudah tidur,” bisik Reno memberitahu tepat di telinga Lita. “Kapan kita tidur?”Lita terkekeh mendengar ajakan Reno. Beberapa hari ini, pria itu memang tidak meminta ja

  • Bukan Cinderella   BC ~ 67

    Meskipun tidak sebesar dan semegah resepsi pernikahan Rindu, bagi Lita, acara pernikahannya memiliki keindahan dan kesempurnaan tersendiri. Dengan dekorasi sederhana nan elegan, suasana yang hangat dan penuh kasih sayang dari keluarga serta teman-teman terdekat, membuat hari itu begitu istimewa."Abang, makasih." Lita berucap pelan sambil menatap Reno, kaki-kakinya bergerak canggung saat mereka berdansa di tengah ruangan. Langkah Lita terasa kaku dan hanya berusaha mengikuti irama. Bergerak ke kiri dan ke kanan mengikuti ke mana langkah Reno membawanya. “Sebenarnya aku pengen nangis, tapi air matanya nggak keluar.”Reno terkekeh pelan mendengar ucapan istrinya. Entah sudah berapa kali, Lita mengucapkan kata terima kasih pada Reno, karena telah mempersiapkan sebuah resepsi pernikahan yang tidak terbayangkan. Padahal, semua ini jauh dari kata mewah seperti pernikahan Rindu, tetapi sikap Litalah yang membuat Reno benar-benar merasa sangat dihargai.“Sebenarnya, aku juga mau minta maaf ka

  • Bukan Cinderella   BC ~ 66

    “Ke Malaysia?” Lita menatap Reno dengan mata membesar, jantungnya berdebar kencang. Bibir Lita bergetar, seiring rasa gugup dan bahagia yang tiba-tiba menyelimuti. Masih mencoba mencerna ucapan Reno, karena tidak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya. “Maksudnya, kita ... ke Malaysia? Aku sama Tirta ikut?”“Kita semua.” Reno mengangguk lalu menangkup wajah Lita. Namun, kedua tangannya langsung disingkirkan Tirta yang sedang berada di pangkuan Lita. “Ditambah ibu sama Fandy,” ucapnya kembali menangkup wajah Lita, tetapi tangannya kembali ditepis, sehingga Reno dengan sengaja kembali melakukan hal tersebut untuk menggoda Tirta.Lita terkekeh melihat tingkah putranya. “Cemburu dia.”“No no cemburu sama Ayah, tau.” Reno menggeleng saat memberi tahukan hal tersebut pada Tirta. “Nggak boleh! No no.”“Nana!” seru Tirta sambil geleng-geleng.“Iya, nana,” ulang Reno lalu menangkup gemas wajah gembil itu dengan kedua tangan, tetapi Tirta segera memberontak. Namun, sejurus itu Tirta justru

  • Bukan Cinderella   BC ~ 65

    “Bahagia sangat Mama tengok kau setiap hari,” ucap Fathiya sambil melempar pelan sebuah bola pada Tirta, agar batita itu menendangnya. Saat bola itu luput dari tendangan Tirta, Fathiya pun tertawa. “Macam tak ada beban.”“Makasih, Ma.” Reno tidak lagi bisa berkata-kata untuk mengungkapkan kebahagiaannya. Ia merangkul Fathiya dan membiarkan Tirta bermain seorang diri di taman sembari mengawasi. “Maaf, kalau aku nekat nikahin Lita, padahal Mama nggak setuju.”“Dah terjadi, dah,” ucap Fathiya sudah tidak ingin mengungkit masa lalu. “Yang penting kau bahagia, Mama pun bahagia.”“Nggak usah ditanya.” Reno tersenyum kecil. Mengingat bagaimana cara Lita menghormati dan melayaninya. Hampir tanpa cela, karena wanita itu selalu bisa menempatkan diri dan membaca situasi hati Reno. “Aku bahagia.”“Buatkan Tirta adik kalau macam tu.”Reno tertawa kecil, kendati hatinya sedikit tercubit karena permintaan Fathiya. Bukannya tidak mau, tetapi Lita belum siap jika harus hamil lagi ketika Tirta masih but

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status