Share

Ke Kota

Tidak ada rasa takut sekarang, drama pecah botol parfum dan melihat hantu tadi, berhasil menciptakan kesal tersendiri. Siapa pun dia, memang tak ada akhlak.

Kulewati laki-laki berpakaian serba emas yang menyelipkan senjata panah itu, dengan acuh. Masuk kamar dan sebisa mungkin membereskan pecahan kaca serta isinya. Meski ia bersikeras minta maaf, aku tidak peduli.

Namun ....

"Mencari apa? Parfumnya di meja," ucapnya, lantas duduk di tepi ranjang.

Seketika aku menoleh ke arah yang ditunjukkan. Dan, terbelalak keheranan. Botol kaca berisi cairan harum berwarna ungu muda yang tadi pecah, sudah kembali seperti sedia kala.  Utuh, berikut isinya.

Beberapa kali mengerjap, hasilnya tidak berubah. Parfum itu memang kembali utuh.

"Kok bisa?" gumamku.

"Mudah saja. Bahkan aku bisa sekejap mata mengantarmu ke kota," jawabnya ringan.

"Kamu ... bisa mengantarku ke kota dengan cepat?" tanyaku. Lenyap sudah kemarahan tadi bersama ... sebut saja keajaiban.

Perasaan manusia memang berubah-ubah lebih cepat dari ombak.

Ia mengangguk.

"Tidak ada yang sulit bagiku, bepergian hanya satu sampai tiga detik. Tapi ... ini alam manusia, Naya. Kita bisa ke mana pun harus sesuai akal manusia," jelasnya panjang lebar tanpa ada ekspresi bercanda. "Setelah magrib kita akan ke kota."

"Caranya?"

Sungguh, pikiranku tidak bisa mencerna dengan baik dan benar  apa yang baru saja kudengar. Kejadian demi kejadian terjadi di luar nalar. Bahkan, pertanyaan timbul tenggelam saking banyaknya.

"Katakan pada Bulekmu, teman dari kota menjemput nanti setelah magrib. Namanya Kaivan, dan aku akan datang ke sini dengan mobil mewah."

"Jadi, namamu Kaivan?"

Ia kembali mengangguk, senyum menawan itu juga tercipta seketika.

"Lalu, kamu berasal dari mana?"

"Part cerita ini masih panjang, Naya. Belum saatnya kamu mengetahui semua hal sekarang. Bersabarlah."

"Kalau begitu ..." Aku melogika. Mulai menyadari satu hal lagi, harus ditanyakan sebelum ia menghilang.

"Bukankah tidak ada yang bisa melihatmu selain aku?"

"Iya."

"Lantas, bagaimana Bulek dan Kakek percaya?"

Laki-laki dengan senjata panah terselip di pinggang itu tersenyum, kedua tangannya menyentuh pundakku sehingga kami berhadapan dengan jarak sangat dekat.

"Orang tidak akan bisa melihatku karena pakaian ini, Naya. Tapi, kalau aku berganti baju manusia modern sepertimu, tidak sulit menunjukkan diri pada siapa pun."

Setelah mengiyakan dan memahami penjelasan Kaivan, aku segera ke luar kamar. Menyampaikan kepada Bulek dan Kakek sesuai yang kudengar tadi.

Awalnya Bulek tidak percaya, sebab, aku memang nekat berangkat magrib ke kota. Tapi, penjelasan bahwa temanku mengabari lewat W******p juga mendadak, bisa meredam sedikit keraguan perempuan itu.

Menit demi menit berlalu, adzan magrib pun perlahan selesai dan mengembalikan kesunyian pada tempatnya. Meski desa ini sudah padat rumah rumah penduduk, tapi satu RT yang beranggota tidak lebih dari empat puluh orang, sama saja dengan desa yang rumah satu dengan lainnya sangat jauh.

Terlebih malam hari, orang-orang lebih suka menikmati waktu bersantai bersama keluarga di dalam rumah, daripada mengobrol dengan secangkir kopi pemilik warung. Kalaupun ada, hanya penduduk baru yang belum terbiasa dengan kebiasaan saja.

Terdengar deru mobil yang mendekat ke halaman. Dua lampu depan menyala, tapi tidak mengklakson. Aku, Bulek, dan Kakek memang sudah menunggu  di teras.

"Itu dia datang!" tunjukku kepada seseorang yang membuka  pintu mobil.

Tersorot lampu teras dan kendaraan roda empat yang dibawa, Kaivan memakai kemeja biru kotak-kotak lengan pendek. Rambut cepak dengan senyum menawan, menjadi pemandangan tersendiri yang berkesan.

Benar-benar tampan.

Namun, laki-laki itu tidak mendekat, hanya bersandar di badan mobil dan mengangguk pada kami bertiga. Dengan alasan diburu waktu, akhirnya aku bisa berpamitan baik-baik untuk secepatnya pergi.

"Kaivan, kenapa tadi tidak ikut pamit?" tanyaku begitu mobil sudah menjauh dari rumah.

"Ada sesuatu yang membuatku tidak bisa menginjak teras rumah itu," jawabnya tenang dari balik kemudi.

"Apa itu?"

"Bunga setaman yang ditanam dekat tiang, mengelilingi rumah joglo Kakekmu"

"Apa tujuannya?"

"Memberi guna-guna pada salah satu pemilik rumah."

"Siapa?"

Kaivan tersenyum menatapku, kelihatan terlalu kepo barangkali.

"Kita pulang mendekati jam 12 malam saja, akan terjawab semua pertanyaanmu," ucapnya yang semakin membuatku tidak mengerti.

"Kaivan, tapi, aku bintang tamu. Jam sembilan atau sepuluh bisa langsung pulang!" Aku masih mencoba bernegosiasi.

"Bisa kan jalan-jalan dulu keliling kota."

"Iya, tapi--"

"Lihat sekelilingmu, Naya!"

Aku langsung mengikuti perintah Kaivan. Dan, alangkah terkejut sekaligus takjub, karena mobil yang kami kendarai tidak lagi melaju di jalan jalan beraspal yang sesekali masih terasa guncangannya. Melainkan terbang.

Iya, mobil ini terbang seperti di film film animasi.

"Jangan membuang tenagamu dengan terus bertanya. Sebentar lagi kita sampai alun-alun dan mendarat. Persiapkan dirimu!" Seperti mengerti isi pikiranku, Kaivan lagi dan lagi langsung memerintah.

Aku hanya mengangguk, menahan perasaan kesal yang tidak mungkin diluapkan. Apa boleh buat, manusia memang ditakdirkan kepo, kan?

Mobil akhirnya mendarat, melaju beberapa menit sampai parkir di tepi jalan raya. Tetapi, setelah aku menutup pintu dari luar, kendaraan mewah itu menghilang.

Memasuki alun-alun, aku langsung menuju tempat di belakang panggung yang sudah disediakan menunggu tampil. Sementara Kaivan, seperti yang kubilang tadi raib entah ke mana.

Melihat keindahan kota Ponorogo dan gemerlap lampu, dengan caranya sendiri mungkin.

°°°°

'Selama ini ribuan hari

Kudekat denganmu

Lewati berbagai hal ku ada di sisimu

Tanpa kau tahu perasaanku padamu

Sendiri kuberharap

Memberi kasih walau tak kembali

I maybe not yours and you're not mine

But I'll be there for you when you need me

It is only me

Believe me girl it's only me

Yeah it's only me

I will always be the one who pull you up

When everybody push you down

And it's only me

Believe me girl it's only me

Yeah it's only me

Sekali pun kau tak pernah perdulikan rasaku

Ku takkan acuhkan dirimu

Tapi kuharap suatu saat nanti kau tahu

Sendiri kuberharap

Memberi kasih walau tak kembali

Aku memang bukan

Rasa yang kau mau

Namun ku kan slalu ada

Untukmu untukmu'

Riuh tepuk tangan dari para penonton di bawah panggung, mengakhiri lagu It's Only Me. Lirik romantis sekaligus kasih tak sampai yang kuciptakan satu minggu lalu, sampai ke hati penonton dengan petikan manis dari gitar ini.

Sangat menakjubkan dan sesuai keinginan.

Aku undur, ke luar dari alun-alun karena seseorang sudah menunggu di bawah rimbun pohon akasia.

"Suaramu bagus, secantik orangnya!" Senyum manis itu mengakhiri pujian.

"Memang aku cantik!" balasku, langsung ditoyor pelan.

Kami lantas berjalan di trotoar menikmati pemandangan kota.

"Apa yang kamu bawa itu, Naya?"

Aku tersenyum jail, rupanya Kaivan mulai kepo.

"Ini gitar. Cara memainkannya ya seperti aku tadi, sebagai musik orang nyanyi!" jelasku.

"Gitar itu mainan?"

"Bukan, tapi alat musik."

"Oo." Kaivan mengangguk mengerti. "Kalau lagu kamu tadi bahasa apa? Sepertinya bukan Indonesia atau Jawa?"

Note: lagu cover Tami Aulia: It's only me

Penyanyi Asli Kaleb J

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status