Share

PENOLAKAN

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-10 12:18:02

*Samudera POV*

Sudah hampir enam tahun sejak kematian istri cantikku, tapi rasanya seperti baru kemarin dia meninggalkanku. Waktu begitu cepat berlalu karena kesibukanku yang seolah tiada henti. Walaupun bumi mungkin berputar lebih cepat, juga tumpukan pekerjaan yang mungkin menyita sebagian besar waktuku. Tapi hingga kini, tak ada sedetikpun aku melupakan senyuman manis kekasih tercintaku yang ternyata pergi meninggalkanku lebih dulu. Kebersamaan kami terlalu singkat. Ia pergi terlalu cepat.

Sampai saat ini pula, tak ada sejengkal pun aku melupakan lekukan tubuhnya. Bahkan tak akan ku lupa suara lembutnya yang selalu menyapaku di pagi hari.

Mana mungkin aku melupakan wanita seberkesan itu dalam hidupku? Wajah cantiknya, lembut tuturnya, dan kecerdasannya begitu melekat dalam ingatanku. Bagaimana bisa aku melupakan wanita yang pergi dengan gadis mungilku? Gadis mungil yang bahkan belum pernah aku lihat wujudnya barang sedetik saja.

Kini aku menemukan lagi sosok perempuan ceria yang telah lama menghilang. Dulu dia menemaniku merintis usaha bimbingan belajar. Setelah usaha itu berkembang besar, gadis itu pamit mengundurkan diri karena akan menikah. Aku sudah bilang bahwa dia tak perlu datang ke kantor setiap hari jika itu kendalanya. Tapi, gadis itu tetap menolak dengan tegas.

Aku memaksanya untuk tetap bergabung di jaringan bimbingan belajar kami yang sudah dikembangkan selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya ada satu titik dimana aku menyerah menawarinya bergabung. Mengingat ia mengandung. Aku jadi teringat mendiang istriku saat itu. Aku memahami kekhawatiran suaminya dan keinginannya untuk selalu dekat dengan istrinya. Aku pun akan melakukan hal yang sama. Apalagi mengingat saat aku kehilangan Tania.

Hari itu terakhir kalinya aku menawarinya untuk tetap bergabung, hari itu pula semua mimpinya direnggut paksa oleh keadaan. Sekuat apa dirimu hingga kamu tetap biasa menghadapi semuanya dengan ketenanganmu. Apakah hatimu sekuat sikapmu, Riani Abhimaya?

Aku bersyukur bahwa Tuhan memiliki rencananya mempertemukan aku lagi denganmu. Kak Lian yang melahirkan anak ketiganya di rumah sakit ini, membuatku jadi bertemu dengan sahabat lamaku. Aku juga berterima kasih pada putri kecilku, Ruby, yang secara tak sengaja menemukan Riani.

Bagai oase di padang pasir. Aku seolah kembali bersemangat untuk hidup dengan menjaga Riani. Aku merasa diberi Tuhan kesempatan untuk menjaga wanita yang dulu tak sempat aku rawat dengan baik.

Sudah lima hari berturut-turut aku menemaninya. Menyuapinya, membantunya melakukan apapun, termasuk menyeka keringatnya. Tak ada yang dapat dia lakukan karena tubuhnya benar-benar lumpuh total.

"Akhir minggu nanti lo gak perlu dateng. Ada yang jaga gue. Lo sebenernya juga gak perlu tiap hari kesini, Sam. Lo kerja malah keganggu gue terus. Gue ada suster kok yang bisa bantuin gue," protes Riani.

"Gue butuh suasana baru, Ri. Bosen gue di kantor," ucapku menjawab sekenanya.

"Mana ada! Lo gak bakalan fokus kalo kerja disini. Lo ngapain sih kesini tiap hari?"

"Mau ngeribetin lo. Karyawan gue gak ada yang bisa diajak diskusi seasik lo," jawabku mencoba meyakinkan Riani.

Akhir-akhir ini aku memang sengaja mengajak Riani berdiskusi berbagai hal agar Riani tak bosan.

"Lo tuh! Ngerepotin gue aja. Udah tau gue lagi sakit. Masih aja diajak mikir!" ucap Riani sambil mencebik, membuatku tersenyum geli dengan ekspresinya yang tak pernah berubah.

Aku mendekat ke arahnya. Mencubit gemas pipinya dan menangkupnya. Tak mungkin ada perlawanan darinya membuatku jadi makin bersemangat mengerjainya dengan menarik hidung mancung Riani.

"Iiihh! Sam!" teriaknya histeris.

Aku menghentikan semua kegiatanku. Tanpa sengaja pandangan mata kami bertemu dan membuatku menatap lekat Riani. Ku susuri setiap jengkal wajahnya yang kini banyak berubah. Aku rasa dulu garis wajah Riani tak seperti ini. Wajahnya kini terlihat lebih tirus dengan warna kulit pucat. Cekungan di matanya pun terlihat jelas.

Sesaat kemudian Riani memalingkan wajahnya dariku. Wajah itu tiba-tiba terlihat muram setelah adegan saling pandang kami dengan jarak yang cukup dekat. Aku tahu, pasti canggung rasanya.

"Jangan liat-liat gue kayak gitu! Ntar lo naksir sama gue!" ucap Riani terdengar ketus.

"Kalo gue emang naksir, gimana?" tanyaku sambil menatapnya lekat.

Mata kami kembali beradu saat ini. Aku menatap lekat manik mata Riani yang terlihat tak bercahaya. Seperti orang yang sudah lama menenggelamkan harapan hidupnya. Mungkin semangat hidupnya memang sudah luntur sejak lama. Bahkan mungkin tidak pernah ada.

"Apa yang lo naksirin dari wanita yang cuma bisa rebahan, Sam? Jangan bercanda. Itu gak lucu," ucap Riani terdengar tenang, tanpa tekanan dan tanpa emosi apapun.

Aku mendekatkan wajahku. Menatap lekat wajah sahabat lamaku itu dengan seksama.

"Lo masih cantik, Ri. Secantik pertama kali gue kenal sama elo."

Tiba-tiba hawa terasa panas di sekitarku. Mungkin karena jarak diantara kami yang  terlalu dekat. Hingga aku bisa merasakan helaan nafas Riani di kulit wajahku.

Sial! Kenapa aku menggoda temanku yang sakit hingga begini?!

Mata Riani mengerjap beberapa saat. Ia kemudian dengan cepat menghadap ke arah lain.

"Gue geli dengernya. Jangan deket-deket! Tangan gue mungkin gak bisa nabok elo. Tapi gue masih bisa gigit hidung lo! Minggir!" tukasnya tak senang.

Aku tertawa terbahak mendengar suara mengomelnya yang rasanya masih sama. Bertenaga dan tak terduga. Memang hanya dia satu-satunya yang tak pernah terbawa perasaan karena tingkahku. Setiap kali keadaan romantis tercipta diantara kami. Ia selalu melakukan komedi yang membuat kami keluar dari situasi canggung dan kembali berteman seperti biasa.

Aku pikir Riani sudah berubah karena kondisinya. Ternyata tidak, ia masih Riani yang sama. Riani yang berapi-api jika mendengar ide-ide konyolku. Riani yang selalu menyenangkan.

"Inget ya, Sam! Gue masih istri orang. Gak boleh naksir-naksir istri orang!"

Aku berdecak mendengar kalimat itu. Pria brengsek itu lagi yang disebut.

"Mana ada? Dia gak pernah kesini lagi kan? Dua tahun lo kayak gini dan dia gak ada. Masih aja sih ngarepin manusia kayak begitu?"

"Sam, selama Reval gak mengucapkan cerai di depan gue. Selama dia gak kirim surat cerai ke gue. Itu berarti gue masih sah istri Reval. Jadi, please! Tolong banget, jangan bercanda kayak gini lagi. Kita udah gak di umur yang bisa bercanda kayak gini," ucap Riani yang terdengar lelah di telingaku.

Aku hanya bisa menghirup udara sebanyak-banyaknya. untuk meredakan rasa tak nyaman dalam dadaku. Entah mengapa setelah ucapan Riani itu, dadaku terasa sesak. Bukan karena penolakannya untuk bercanda denganku. Tapi karena ia masih saja memikirkan pria yang sudah tega meninggalkannya dalam kondisi seperti ini.

Apa baiknya seorang pria yang menelantarkan dan meninggalkan istrinya dalam kondisi seperti ini? Apalagi yang perlu ditunggu dari pria yang melarikan diri dari tanggungjawabnya?

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Cinta Duda Biasa   END EXTRA PART (DIANI POV)

    Sudah lebih dari enam bulan aku tak mendengar kabar putra pertamaku. Permata hatiku yang mengajariku banyak hal. Dialah yang menyatukanku dengan Samudera. Jika bukan karena anak laki-laki pertamaku, mungkin pernikahanku tak akan bisa sejauh ini. Apa kabarmu, Banyu? Ibu sangat rindu. Ibu juga bertanya-tanya, apakah cucu Ibu sangat mirip denganmu waktu kecil. Ibu memang kecewa. Tapi, Ibu juga sebenarnya sangat antusias dan menanti kabar kalian. Kenapa kamu memilih memutus hubungan kita seperti ini. Sampai kapanpun, kamu adalah bayiku Banyu. Betapapun kecewanya Ibu, Ibu akan tetap menyayangimu dan memaafkan segala kesalahanmu. Mungkin kamu harus menerima hukuman atas apa yang kamu lakukan, tapi kasih sayang Ibu tidak akan pernah luntur untukmu, nak. Pulanglah, Banyu. "Ibu?" suara Aga terdengar di telingaku. Saat aku membuka mata, anak tengahku dengan konyolnya memunculkan kepalanya dan badannya masih berada di balik pintu. "Kamu ngapain, sih?" tanyaku dengan tergelak kecil. "Ibu ud

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XIII)

    Usia kehamilan Meira sudah menginjak tiga puluh lima minggu. Lima minggu lagi dokter memperkirakan bayi mungil kami akan lahir. Aku sudah tak sabar untuk menyambut bayi mungil kami.Di rumah sederhana milik kami, sebuah kamar yang dipersiapkan untuk bayi mungil kami sudah siap dengan peralatan yang lengkap. Demi Meira, aku juga pulang pergi Solo - Yogyakarta setiap harinya. Naik kereta atau bis, apa saja yang ada supaya aku bisa setiap hari bersama Meira. Meski kadang aku bisa sampai tengah malam dan pagi harus kembali berkuliah, yang terpenting aku tak meninggalkan Meira sendiri.Seperti pagi ini, aku sudah berada di stasiun setengah tujuh pagi. Kereta commuter ini memang baru ada di jam ini. Sampai di yogyakarta, aku punya waktu kurang lebih dua puluh menit sebelum kelas pertamaku di mulai.Seperti biasa, hari-hariku padat. Di waktu pergantian kelas dan senggang sekitar satu hingga dua jam, aku sempatkan untuk menelepon ke bengkel yang sekarang sepenuhnya di urus Attar untuk membic

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XII)

    Rasanya tidurku baru beberapa menit karena aku bangun dalam keadaan sakit hampir di sekujur tubuh. Padahal seingatku yang di hajar hanya wajahku, tapi rasa sakit yang aku rasakan mendera hampir seluruh tubuhku.Suara telepon memekakkan telingaku, membuatku segera menyambar ponselku dan mendapati nama Meira di sana. Cepat-cepat aku mengangkat telepon milik Meira."Haalo, Mei? Kenapa telepon pagi-pagi?""Nyu..""Iya, kenapa Mei?" tanyaku dengan degup jantung yang bahkan bisa aku dengar sendiri.Hening menyeruak diantara kami. Meira masih saja bungkam di seberang sana."Mei?""Aku-- aku hamil, Nyu."Pernyataan singkat itu membuatku terdiam juga. Aku seolah bermimpi. Benarkah dengan sekali percobaan Meira bisa langsung hamil? Apa aku bermimpi?"Nyu-- aku hamil. Aku..""Kamu dimana, Mei?" tanyaku memotong ucapan Meira."Aku di kos.""Pulang ya, Mei. Aku beliin tiket pesawat.""Nyu, aku gak mau.." ucap Meira dengan nada bergetar di ujung sana."Apa maksud kamu gak mau?" tanyaku dingin."Aku

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XI)

    Aku tidak pernah segugup ini sebelumnya. Rumah Meira terasa begitu dingin bagiku yang baru pertama kali ini memasukinya.Pria di hadapanku menatapku dengan dingin. Melihatnya aku jadi menyadari bahwa posisiku sudah salah, jadi wajar jika pria di hadapanku begitu murka nanti saat aku menjelaskan semuanya. Mau bagaimana lagi. aku harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah aku lakukan.Walaupun ingatanku samar, tapi kejadian malam itu bisa dipastikan adalah kelakuanku yang sangat bodoh. Rasanya terlalu nyata jika itu hanya di dalam mimpi.Pria paruh baya di hadapanku menatapku dengan tatapan permusuhan. Aku tahu ini tidak akan mudah. Tapi, setidaknya aku sudah mencobanya. Dibandingkan kemurkaan Papa Meira, aku yakin kemurkaan Papa lebih mengerikan."Saya selama ini bersama dengan Meira, Om."Pria di hadapanku malah menatapku heran. Mungkin dia bertanya-tanya bagaimana bisa aku bersama anak perempuannya."Maksud kamu?" tanya Om Rahman sambil menaikkan sebelah alisnya."Saya pacaran denga

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV X)

    Sudah akhir minggu dan aku sudah bersiap untuk menuju ke kota sebelah, tempat Meira berkuliah.Aku mengendarai sebuah mobil city car manual untuk sampai ke tempat Meira. Mobil pertama yang aku miliki dengan uangku sendiri ini, berhasil aku beli kemarin.Melihat uang di tabunganku, aku memberanikan untuk membeli mobil yang harganya kurang dari seratus juta dengan fasilitas yang seadanya buatku. Tapi tidak masalah, aku ingin Meira hidup dalam kenyamanan. Setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuknya saat ini. Aku berjanji akan bekerja lebih keras untuk bisa memberikan hidup yang jauh lebih dari kata nyaman.Saat aku sampai di kampus Meira, suasananya cukup sepi. Hanya tampak beberapa mahasiswa yang berlalu lalang, mungkin karena hari ini adalah hari jum'at.Aku segera menghubungi Meira, namun setelah hampir satu menit tak ada jawaban dari Meira.Kemana lagi perempuanku satu ini. Dia sekarang makin sulit untuk dihubungi. Apa ada yang salah dengan hari terakhir kami bertemu? Apa dia traum

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV IX)

    Aku membuka mataku saat cahaya matahari seolah menusuk mataku. Belum lagi suara ponsel yang menggema kencang tepat di telingaku.Aku segera meraba sekitarku tanpa membuka mataku. Aku berhasil menggapai ponselku sambil mengeratkan selimut yang semula hanya sebatas dada untuk menutup tubuhku hingga leher.Sedikit aku membuka mata hanya untuk memencet tombol hijau di ponselku. Aku bahkan tak melihat siapa yang meneleponku."Halo,""Banyu! Kamu dimana? Kenapa telepon Ibu baru kamu angkat?!" mendengar suara khawatir Ibu membuatku memaksa seluruh kesadaranku untuk terkumpul."Emh, Ibu."Aku menjauhkan ponselku dan mengecek berapa banyak panggilan yang terlewat olehku. Aku sedikit memicingkan mata saat melihat angka tiga puluh dan jam yang menunjukkan Ibu sudah meneleponku semalam suntuk."Kamu semalem minum-minum kan sama temen kamu?! Kamu dimana sekarang?! Kenapa kamu susah banget di hubungi!" suara panik Ibu semakin menjadi.Kenapa Ibu bisa tahu aku minum semalam?Ponselku berdering dan m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status