Share

PERTEMUAN

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2023-01-09 14:41:09

Samudera Gemintang Adnan. Pria itu sedang memandang kosong ke arah perempuan kecil yang tengah berlarian di hadapannya.

Laki-laki dengan paras timur tengah dan mata coklat terang yang begitu memikat setiap perempuan. Auranya yang kuat lebih mirip dengan sang Kakek, Barra Adnan, pendiri Yayasan Pendidikan besar bernama Miracle.

Selain dikenal sebagai pria yang tampan dan kaya, Sam, panggilan pria itu, dikenal sebagai pria cerdas dengan segudang bakat. Ia juga terkenal ramah dan penyayang anak-anak.

Sayangnya di usianya yang menginjak ke tiga puluh dua tahun, ia masih saja tak berminat berumah tangga. Ia masih betah dengan status dudanya.

Duda? Ya, kecelakaan enam tahun lalu merenggut nyawa istrinya, Titania Llena. Bahkan anak yang masih ada dalam kandungan istrinya, ikut pergi dengan istrinya.

Jika mengingat malam itu, semua terasa bagaikan mimpi bagi Samudera. Kebahagiaannya seolah hancur dalam sekejap. Dalam hitungan detik, senyuman bahagianya berubah menjadi tangis. Ia tak banyak ingat kejadian malam itu.

Seingatnya hanya suara Tania seolah berbisik mengatakan kata cinta. Setelahnya semua gelap. Saat ia terbangun, hanya ruangan putih dengan raungan Mamanya yang terdengar.

Mata Samudera mengembun setiap kali mengingat kejadian itu. Seperti saat ini, saat dia melihat keponakannya yang seharusnya seumuran dengan anaknya. Ia selalu mengingat bagaimana jika anaknya yang diberi nama Sania Putih Adnan yang hanya bisa dilihat melalui lembar USG bisa lahir. 

Ruby dan Putih, panggilan kesayangan Samudera untuk putri kecilnya, pasti bisa menjadi teman bermain. Keduanya hanya berbeda beberapa hari dari hari perkiraan lahir. Tapi kenyataannya, Ruby lahir di hari dimana seharusnya lahir, sedangkan anaknya sendiri harus meregang nyawa hari itu.

Itu mengapa Sam begitu menyayangi Ruby. Ia menganggap Ruby sebagai pengganti anaknya. Hingga Ayah Ruby merasa tersingkirkan dengan kehadiran Samudera.

"Om Papa!!" teriak Ruby antusias. Gadis kecil itu berlari ke arah Samudera dan menabrakkan badannya ke arah pria yang ia anggap sebagai ayah keduanya.

"Kenapa, Sayang?" tanya Samudera sambil mengusap peluh di dahi gadis kecilnya yang semenjak tadi memang berlarian kesana kemari. Matanya tak lepas mengamati putri kecil kakaknya yang begitu menggemaskan untuknya.

"Tadi Ruby lihat disana ada tante di lehernya ada kain putih besar! Terus tantenya cuma tiduran saja. Dia senyum ke Ruby, Pa!" celoteh Ruby sambil menunjuk ruangan di sebelah nurse station.

Samudera mendengarkan cerita itu dengan seksama sambil sesekali melirik ke ruangan itu. Setau Samudera, ruangan itu adalah ruangan khusus bagi pasien dengan kondisi darurat. Agar memudahkan untuk pengecekan, pasien dengan kondisi khusus akan di taruh dekat dengan nurse station.

"Ruby ngapain kesana, Nak? Gak boleh. Tantenya pasti mau istirahat."

"Ruby cuma mau tahu aja Papa. Pintunya terbuka. Ruby tidak masuk kok!" jelas Ruby membela diri, membuat Samudera gemas dengan keponakannya hingga ia mencubit pipi gembul milik Ruby.

"Ruby udah kan mainnya? Sekarang kita lihat adik Ruby sama Mami ya?"

Ruby mengangguk antusias untuk menemui adik perempuannya yang baru lahir dengan senyuman terkembang di bibirnya.

Mereka berjalan bergandengan melewati ruangan yang tadi ditunjuk Ruby. Samudera yang melihat ruangan itu terbuka, jadi ingin tahu juga soal perempuan yang diceritakan keponakannya.

Matanya menyusuri sedikit demi sedikit ruangan itu, hingga matanya menemukan brankar dengan seorang perempuan yang matanya juga memandang ke arahnya. Mata Samudera membola menemukan sosok perempuan yang berada di atas brankar itu. Detik itu juga Samudera menghentikan langkahnya.

Ia memastikan pasien yang terbaring itu dengan membaca nama yang terpampang di dinding dekat pintu. Riani Abhimaya. Detik itu juga lututnya terasa lemas. Tak ada kata yang sanggup keluar dari mulutnya.

Sahabat lama yang sudah menghilang dua tahun ini terbaring lemah di ruangan itu. Lama tak terdengar kabarnya, Samudera menyesal tak pernah mencari tahu bagaimana kondisi sahabatnya itu. Hingga kini merekaa dipertemukan dalam keadaan ini.

***

"Apa kabar, Ri?" tanya Samudera sambil menggenggam tangan sahabat lamanya itu. Tangan yang tak memiliki daya untuk terangkat. Tangan itu sangat kecil. Hingga tulangnya terasa di telapak tangan Samudera.

Pria itu mati-matian menahan air matanya agar tak meluncur bebas saat ini juga.

"Kayak yang lo liat. Gue gak bisa bilang buruk atau baik. Kayak gini aja," jawab Riani dengan senyuman tipis menghiasi bibirnya. Seolah tak ada beban dalam hidupnya.

"Gimana ceritanya sih, Ri? Terakhir kita ketemu buat ajak lo gabung di yayasan lo hamil kan? Suami lo? Anak lo? gimana kabarnya?"

"Terakhir kita ketemu, itu hari dimana gue kecelakaan. Anak gue meninggal dan keadaan gue ya gini. Gue cedera sumsum tulang belakang. Gak bisa bangun, gak bisa apa-apa. Ternyata gak enak jadi kaum rebahan," canda Riani yang terdengar satir di telinga Samudera.

"Suami lo?"

Riani hanya menggeleng sambil menghembuskan nafas panjang. Matanya sudah berkaca-kaca, namun senyumnya tak luntur menghiasi wajahnya.

"Su— suami lo? Meninggal?" tanya Samudera dengan hati-hati setelah mencoba membaca ekspresi wajah sahabatnya itu.

Riani kembali menggeleng. Kini matanya menerawang jauh menatap langit-langit kamarnya.

"Suami gue gak tahu dimana. Gue udah lama gak ketemu dia," ucap Riani tenang.

Brengsek! Umpat Sam dalam hati.

"Laki lo bener-bener deh! Udah gue duga dia gak bener, Ri! Lo sih gak dengerin gue dulu! Udah gue bilang itu laki-laki emang.. Ish, Ri!" ucap Samudera gemas. Tadinya ia ingin sekali mencaci dengan sungguh-sungguh suami sahabatnya itu. Tapi, Samudera tahu bahwa Riani butuh penghiburan daripada kata caciannya.

"Masih aja sih, lo! Kalo gue nikah harus acc lo dulu. Kapan gue nikahnya?! Ribet!" jawab Riani dengan cebikan.

"Lagipula, mungkin takdir gue emang harus kayak gini Sam. Ya, walaupun sejujurnya dengan kondisi ini gue sih berharapnya bisa bareng sama Mama, Papa, anak gue Keandra. Ketemu istri lo sama anak lo juga. Tapi, gue syukurin lah kalo jalannya emang kayak gini," ucap Riani enteng

"Kok lo ngomong gitu sih, Ri? Omongan lo serem!"

Riani hanya tertawa lirih melihat respon sahabatnya yang menanggapinya dengan serius.

"Lo pernah gak sih, Sam– ada di fase dimana lo pengennya ikut istri lo aja gitu? Ikut anak lo. Tapi kalo gue jadi lo sih, gue tau mau ngapain. Nah kalo keadaan kayak gue? Baring gini doang.

Lo bayangin deh, dua tahun. Lo gak bisa ngerasain apapun. Gak bisa ngelakuin apapun. Ampun deh gue. Gue udah bosen banget," jelas Riani dengan tawa getir di akhir kalimatnya.

Samudera terpaku dengan pernyataan Riani. Ia tahu bagaimana putus asanya Riani saat ini. Seolah semua jauh darinya. Tak ada penguat hidup untuknya. Mama dan Papa Riani telah lama meninggal. Anaknya telah tiada, bahkan suaminya meninggalkan Riani sendiri. Betapa kesepian hidupnya.

Samudera memandang iba pada Riani. Saat Samudera berpikir, dosa apa yang telah dia lakukan hingga harus kehilangan belahan jiwanya. Kenyataannya ada Riani yang hidupnya jauh lebih tak beruntung daripada dirinya.

Samudera sudah tak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. Ia menggenggam dan memeluk erat tangan Riani. Air mata mulai jatuh membasahi pipinya. Matanya tak lagi sanggup menatap Riani.

"Apa yang lo tangisin, Sam? Jangan cengeng lo! Gue gak bisa bantu apapun kalo lo nangis. Tangan gue kalo gak lo angkat mana bisa nyentuh lo. Udah ah!" hardik Riani sambil berusaha menggerakkan tangannya pelan ke arah kulit pipi Samudera.

Samudera beralih mengarahkan kepalan tangannya dengan Riani menuju dahinya. Ia masih menangis tergugu. Seluruh pikirannya berkelebat tentang ingatan terakhirnya melihat mendiang istrinya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Cinta Duda Biasa   END EXTRA PART (DIANI POV)

    Sudah lebih dari enam bulan aku tak mendengar kabar putra pertamaku. Permata hatiku yang mengajariku banyak hal. Dialah yang menyatukanku dengan Samudera. Jika bukan karena anak laki-laki pertamaku, mungkin pernikahanku tak akan bisa sejauh ini. Apa kabarmu, Banyu? Ibu sangat rindu. Ibu juga bertanya-tanya, apakah cucu Ibu sangat mirip denganmu waktu kecil. Ibu memang kecewa. Tapi, Ibu juga sebenarnya sangat antusias dan menanti kabar kalian. Kenapa kamu memilih memutus hubungan kita seperti ini. Sampai kapanpun, kamu adalah bayiku Banyu. Betapapun kecewanya Ibu, Ibu akan tetap menyayangimu dan memaafkan segala kesalahanmu. Mungkin kamu harus menerima hukuman atas apa yang kamu lakukan, tapi kasih sayang Ibu tidak akan pernah luntur untukmu, nak. Pulanglah, Banyu. "Ibu?" suara Aga terdengar di telingaku. Saat aku membuka mata, anak tengahku dengan konyolnya memunculkan kepalanya dan badannya masih berada di balik pintu. "Kamu ngapain, sih?" tanyaku dengan tergelak kecil. "Ibu ud

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XIII)

    Usia kehamilan Meira sudah menginjak tiga puluh lima minggu. Lima minggu lagi dokter memperkirakan bayi mungil kami akan lahir. Aku sudah tak sabar untuk menyambut bayi mungil kami.Di rumah sederhana milik kami, sebuah kamar yang dipersiapkan untuk bayi mungil kami sudah siap dengan peralatan yang lengkap. Demi Meira, aku juga pulang pergi Solo - Yogyakarta setiap harinya. Naik kereta atau bis, apa saja yang ada supaya aku bisa setiap hari bersama Meira. Meski kadang aku bisa sampai tengah malam dan pagi harus kembali berkuliah, yang terpenting aku tak meninggalkan Meira sendiri.Seperti pagi ini, aku sudah berada di stasiun setengah tujuh pagi. Kereta commuter ini memang baru ada di jam ini. Sampai di yogyakarta, aku punya waktu kurang lebih dua puluh menit sebelum kelas pertamaku di mulai.Seperti biasa, hari-hariku padat. Di waktu pergantian kelas dan senggang sekitar satu hingga dua jam, aku sempatkan untuk menelepon ke bengkel yang sekarang sepenuhnya di urus Attar untuk membic

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XII)

    Rasanya tidurku baru beberapa menit karena aku bangun dalam keadaan sakit hampir di sekujur tubuh. Padahal seingatku yang di hajar hanya wajahku, tapi rasa sakit yang aku rasakan mendera hampir seluruh tubuhku.Suara telepon memekakkan telingaku, membuatku segera menyambar ponselku dan mendapati nama Meira di sana. Cepat-cepat aku mengangkat telepon milik Meira."Haalo, Mei? Kenapa telepon pagi-pagi?""Nyu..""Iya, kenapa Mei?" tanyaku dengan degup jantung yang bahkan bisa aku dengar sendiri.Hening menyeruak diantara kami. Meira masih saja bungkam di seberang sana."Mei?""Aku-- aku hamil, Nyu."Pernyataan singkat itu membuatku terdiam juga. Aku seolah bermimpi. Benarkah dengan sekali percobaan Meira bisa langsung hamil? Apa aku bermimpi?"Nyu-- aku hamil. Aku..""Kamu dimana, Mei?" tanyaku memotong ucapan Meira."Aku di kos.""Pulang ya, Mei. Aku beliin tiket pesawat.""Nyu, aku gak mau.." ucap Meira dengan nada bergetar di ujung sana."Apa maksud kamu gak mau?" tanyaku dingin."Aku

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XI)

    Aku tidak pernah segugup ini sebelumnya. Rumah Meira terasa begitu dingin bagiku yang baru pertama kali ini memasukinya.Pria di hadapanku menatapku dengan dingin. Melihatnya aku jadi menyadari bahwa posisiku sudah salah, jadi wajar jika pria di hadapanku begitu murka nanti saat aku menjelaskan semuanya. Mau bagaimana lagi. aku harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah aku lakukan.Walaupun ingatanku samar, tapi kejadian malam itu bisa dipastikan adalah kelakuanku yang sangat bodoh. Rasanya terlalu nyata jika itu hanya di dalam mimpi.Pria paruh baya di hadapanku menatapku dengan tatapan permusuhan. Aku tahu ini tidak akan mudah. Tapi, setidaknya aku sudah mencobanya. Dibandingkan kemurkaan Papa Meira, aku yakin kemurkaan Papa lebih mengerikan."Saya selama ini bersama dengan Meira, Om."Pria di hadapanku malah menatapku heran. Mungkin dia bertanya-tanya bagaimana bisa aku bersama anak perempuannya."Maksud kamu?" tanya Om Rahman sambil menaikkan sebelah alisnya."Saya pacaran denga

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV X)

    Sudah akhir minggu dan aku sudah bersiap untuk menuju ke kota sebelah, tempat Meira berkuliah.Aku mengendarai sebuah mobil city car manual untuk sampai ke tempat Meira. Mobil pertama yang aku miliki dengan uangku sendiri ini, berhasil aku beli kemarin.Melihat uang di tabunganku, aku memberanikan untuk membeli mobil yang harganya kurang dari seratus juta dengan fasilitas yang seadanya buatku. Tapi tidak masalah, aku ingin Meira hidup dalam kenyamanan. Setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuknya saat ini. Aku berjanji akan bekerja lebih keras untuk bisa memberikan hidup yang jauh lebih dari kata nyaman.Saat aku sampai di kampus Meira, suasananya cukup sepi. Hanya tampak beberapa mahasiswa yang berlalu lalang, mungkin karena hari ini adalah hari jum'at.Aku segera menghubungi Meira, namun setelah hampir satu menit tak ada jawaban dari Meira.Kemana lagi perempuanku satu ini. Dia sekarang makin sulit untuk dihubungi. Apa ada yang salah dengan hari terakhir kami bertemu? Apa dia traum

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV IX)

    Aku membuka mataku saat cahaya matahari seolah menusuk mataku. Belum lagi suara ponsel yang menggema kencang tepat di telingaku.Aku segera meraba sekitarku tanpa membuka mataku. Aku berhasil menggapai ponselku sambil mengeratkan selimut yang semula hanya sebatas dada untuk menutup tubuhku hingga leher.Sedikit aku membuka mata hanya untuk memencet tombol hijau di ponselku. Aku bahkan tak melihat siapa yang meneleponku."Halo,""Banyu! Kamu dimana? Kenapa telepon Ibu baru kamu angkat?!" mendengar suara khawatir Ibu membuatku memaksa seluruh kesadaranku untuk terkumpul."Emh, Ibu."Aku menjauhkan ponselku dan mengecek berapa banyak panggilan yang terlewat olehku. Aku sedikit memicingkan mata saat melihat angka tiga puluh dan jam yang menunjukkan Ibu sudah meneleponku semalam suntuk."Kamu semalem minum-minum kan sama temen kamu?! Kamu dimana sekarang?! Kenapa kamu susah banget di hubungi!" suara panik Ibu semakin menjadi.Kenapa Ibu bisa tahu aku minum semalam?Ponselku berdering dan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status