Share

2. Sad vacation

Valeryn menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Hari ini sudah pukul empat pagi. Dia baru saja terbangun setelah tertidur begitu saja begitu tubuhnya dibaringkan di atas ranjang. Terasa seperti sebuah mimpi tentang apa yang terjadi kemarin sore. Namun, nyatanya itu adalah sebuah kenyataan.  Bahkan kamar hotel yang menjadi tempatnya tertidur tadi malam adalah buktinya.

Mungkin benar tentang apa yang di katakan Nathan tentang Valeryn yang tidak memiliki tujuan. Nyatanya, Valeryn tidak memiliki keluarga, benar-benar tak ada. Teman? Dia hanya memiliki Rose yang memiliki orang tua yang tidak terlalu menyukai Valeryn. Tidak ada teman lain karena memang Valeryn membatasi pertemanannya, tipe pemilih. Terlalu sulit untuk membiarkan sembarang orang lain berada di sekitarnya.

Pun begitu, Valeryn tidak ambil pusing. Dia bisa menyewa hotel seperti sekarang. Setidaknya dia memiliki uang yang rasanya sangat cukup dari hasilnya bekerja selama ini.

"Iya, Rose?" sahut Valeryn saat dia mendekatkan ponselnya ke telinga. Dia terbangun karena dering ponselnya tersebut.

"Maaf, mengganggu tidurmu. Tapi sepertinya aku harus mengabarimu secepatnya." Suara Rose terdengar khawatir di seberang sana.

"Kenapa, Rose?" tanya Valeryn penasaran.

"Sepertinya aku tidak bisa ikut bersamamu. Aku berniat pergi ke tempatmu dengan pakaian yang sudah aku kemas. Tapi ternyata, ibuku mendapatiku saat mengendap. Dia memeriksa isi chatku denganmu lalu mengunciku di kamar sekarang."

Valeryn tersenyum tipis. Terkadang dia memang membenci orangtua Rose. Strict sekali.

"Okay, tidak apa-apa. Aku pergi sendiri. Maaf jadi membuatmu dalam masalah seperti itu," ucap Valeryn lirih.

"Valeryn, are you ok?" Rose bertanya dengan hati-hati di sana.

Valeryn menunjukan senyumnya, meski Rose memang tidak bisa melihatnya di seberang sana. "Tidak. Tapi aku sedang mencoba baik-baik saja."

"Aku tahu dari Nathan. Aku menghubunginya karena bertanya soal liburan yang kau bicarakan, aku tidak tahu kalau kalian sedang dalam masalah. Nathan menceritakan semuanya. Maaf."

"Jangan merasa bersalah hanya karena tidak bisa menemaniku. Sudah kukatakan aku akan mencoba baik-baik saja. Ku tutup, ya. Sepertinya aku juga harus mempersiapkan diri."

"Iya. Valeryn, hati-hati, ya. Have fun!" Kata yang Rose ucapkan itu menjadi akhir dari percakapan mereka pada sambungan telfon.

Valeryn berbaring menyamping, menatap lurus pada tembok yang dia lihat di depan sana. Dia berbohong soal menyiapkan diri, toh nyatanya tidak ada yang perlu disiapkan. Dia hanya perlu keperluan penerbangan pagi nanti yang sudah ada di dalam tasnya. Soal pakaian, mungkin Valeryn akan membelinya saat di Hawaii nanti. Big no untuk kembali ke rumah. Yang ada dia hanya akan bertemu dengan Nathan dan membatalkan penerbangannya.

_____

Hawaii pada akhirnya menjadi saksi bisu akan patah hati yang dirasakan Valeryn. Sungguh, Valeryn tidak pernah membayangkan jika dia akan menginjakan kaki di Hawaii membawa luka yang baru saja ditorehkan oleh pria yang selalu bersamanya, pria yang selama ini selalu mengisi hatinya.

Seringkali Valeryn membayangkan sebuah liburan yang indah bersamanya. Hari-hari yang dipenuhi dengan kenangan indah lainnya. Sayangnya, semesta tidak membiarkan semua itu terjadi.

Hingga setelah beberapa jam berlalu sejak kedatangannya di Hawaii pun, Valeryn masih tak memiliki semangat untuk keluar dari kamar hotelnya. Semua tidak seperti yang dia perkirakan.

"Haruskah aku kembali?" gumam Valeryn.

Kembali berpikir sejenak. Valeryn merasa sayang dengan uang yang sudah dia habiskan untuk pergi ke tempat ini.

Hingga akhirnya dia membangkitkan dirinya secara paksa, dengan sisa semangat yang ada. Meraih tas yang tergeletak di atas ranjang, Valeryn berjalan ke depan kaca lemari rias tak jauh dari sana. Meraih satu lipstick berwarna merah dan memoleskannya pada bibir tipis miliknya itu.

"Baiklah, Valeryn. Mari nikmati waktu yang kau miliki, youre free now. Lalukan apa pun yang kau ingin," ujar Valeryn pada dirinya sendiri.

Helaan nafas yang dia hembuskan menjadi awal sebelum kaki itu melangkah keluar dari kamar hotel tersebut.

Tempat yang menjadi tujuan Valeryn saat ini adalah sebuah toko baju yang tak jauh dari hotelnya berada. Bagaimana pun dia juga butuh pakaian untuk berganti mengingat dia tak membawa satu pun pakaian sekarang.

Sebuah dress panjang berwarna cokelat muda, dengan belahan hingga setengah paha adalah yang dia pilih setelah melihat beberapa dress yang ada. Bagian dada dress yang membentuk huruf V, membuat bagian dadanya terekspos dengan kedua tali kecil yang menggantung di kedua bahunya.

Valeryn berkali-kali memandang pantulan dirinya di depan sebuah kaca yang ada di luar ruang ganti. Ingin terus memastikan penampilannya.

"Nice dress. Pilih saja yang itu, cocok untukmu."

Valeryn menoleh, suara baritone yang baru saja terdengar di belakangnya mengubah atensinya sekarang.

"Percayalah, dress-nya sangat cocok untukmu." Sekali lagi pria yang kini tengah berhadapan dengan Valeryn berucap dengan sebuah senyuman dan kedua telapak tangan yang terbuka untuk menunjuk Valeryn.

Valeryn membalas senyumannya. "Terima kasih. Kalau begitu sepertinya aku harus segera membeli yang ini."

"Tuan Vee, semua desain terbaru sudah siap di pajangkan," ucap salah seorang pegawai di sana pada pria tersebut.

Valeryn menundukan sedikit kepalanya dan menunjukan senyuman saat wanita tersebut melihat ke arahnya dan juga menunduk memberikan sapaan.

"Baiklah, bereskan saja dulu semua. Pastikan semuanya dalam keadaan baik."

Satu anggukan menjadi akhir saat pegawai itu sudah kembali pergi dari sana. Menyisakan Vee dan Valeryn kembali.

"Ah, kau pemilik tempat ini?" tanya Valeryn penasaran.

Vee mengangguk dengan satu alis yang terangkat dan juga senyuman di bibirnya. "Bisa dibilang seperti itu."

"Ah, suatu kehormatan bisa mendapat pujian dari pemilik toko ini secara langsung." Sekali lagi Valeryn menunjukan senyumnya. "Aku suka semua desain yang ada di sini."

"Terima kasih, suatu kehormatan juga memiliki pelanggan yang cantik sepertimu."

Vee mengulurkan tangannya pada Valeryn. "Panggil saja aku Vee."

Melihat itu, Valeryn pun menerima uluran tangannya. "Valery ."

"Baiklah, lanjutkan memilih dress yang kau sukai dengan nyaman. Maaf mengganggu waktumu," pamit Vee yang hendak berjalan melewati Valeryn.

"Tunggu," panggil Valeryn. Hal itu berhasil membuat langkah Vee terhenti dan kembali menatap Valeryn.

"Aku mendengar soal desain yang baru. Apa itu akan dipajangkan hari ini?" tanya Valeryn dengan sopan.

Vee menganggukan kepalanya. "Sebentar lagi."

"Ah, kalau begitu sepertinya aku akan menunggu untuk melihatnya."

Vee menatap Valeryn penuh tanya. "Kau bisa melihatnya sekarang bersamaku secara langsung kalau mau," ucap Vee.

"Oh? Bolehkah?" tanya Valeryn antusias.

Sebuah anggukan menjadi jawaban Vee.

"Baiklah, sebentar. Aku harus mengganti bajuku dulu."

Vee menahan tangan Valeryn saat gadis itu hendak berjalan masuk ke dalam ruang ganti. "Pakai saja yang itu."

"Tidak, aku belum membayarnya. Aku memang pasti akan membelinya, tapi rasanya aku tidak bisa terus mengenakannya sebelum membayar," ujar Valeryn dengan sebuah gelengan di kepalanya.

Vee berjalan untul lebih dekat, berdiri tepat di belakang Valeryn sebelum akhirnya tangan itu tiba-tiba menarik price tag yang menempel pada dress yang Valeryn kenakan. "Anggap saja aku tengah meinjamkan dressnya untukmu. Kau tetap membayarnya setelah ini."

Valeryn cukup terkejut dengan apa yang Vee lakukan. Dia memang benar-benar berniat membeli dress itu, hanya saja hal ini terlihat aneh.

Pun begitu, Valeryn hanya bisa mengangguk dan mengiyakan. Bagaimana pun Vee pemilik tempat ini, tidak mungkin juga Valeryn melarangnya melalukan itu.

Keduanya pun berjalan berdampingan, Valeryn melangkahkan kakinya mengikuti langkah Vee membawanya. Melihat ke sana kemari juga pada beberapa pegawai yang memberi hormat pada Vee. Baiklah, hal itu membuat Valeryn seperti tengah berada di tempat yang salah.

"Ah, boleh tahu pekerjaanmu nona Valeryn?" tanya Vee menoleh pada Valeryn yang ada di sampingnya.

"Aku menjual lingerie yang kebetulan brandku sendiri," jawab Valeryn tenang.

"Benarkah? Wow, jadi pelangganku bukan pelanggan biasa ternyata."

Valeryn terekekeh, diikuti dengan Vee. "Tidak juga. Sama saja."

"Kalau begitu, boleh aku meminta nomormu? Siapa tahu aku juga tertarik dengan lingerie nya?" ucap Vee dengan ponsel yang sudah di sodorkan pada Valeryn.

Valeryn sempat kebingungan dan juga cukup terkejut dengan hal itu. "Ah, untuk kekasihmu maksudnya, ya? Cari saja di akun sosial mediaku, Vwear."

Sebelum akhirnya respon Vee membuatnya paham. Meski tidak ada anggukan atau gelengan di kepala pria itu, dengan sebuah senyuman dan kedua alis yang terangkat setidaknya Valeryn jadi berpikir jika Vee memang berniat melihat brand lingerie miliknya untuk pasangan dari Vee.

Benar, Valeryn sendiri tidak mau ambil pusing soal itu. Setidaknya ada hal yang membuatnya tersenyum selama di Hawaii ini. Sebentar saja melupakan kesedihannya dengan hal ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status