Share

3. Party

Desain pakaian yang di sediakan di tempat Vee ini memang luar biasa. Mampu membuat Valeryn kalap sendiri, hingga membeli beberapa pakaian yang sebenarnya juga memang sangat dia butuhkan untuk satu minggu ini selama masa liburannya. Valeryn yang berkali-kali berdecak kagum mampu membuat senyum Vee tak luntur sekalipun. Tentu saja senang dan merasa bangga secara bersamaan.

"Kau bisa menitipkan barangmu di sini kalau kau akan pergi dulu ke tempat lain," tawar Vee karena melihat beberapa pakaian yang Valeryn beli. Pasti akan sangat merepotkan jika membawanya.

"Tidak perlu, lagi pula aku akan kembali ke hotel saja." Sebuah senyuman dia tunjukan, tangannya bergerak meraih beberapa kantung berisi pakaian yang baru saja dia bayar. Sisanya, Vee lebih dulu meraihnya, membantu.

"Oh? Ke hotel? Tidak ke tempat lain?" Cukup terkejut untuk Vee.

Dia sudah berbincang dengan Valeryn soal liburan wanita itu. Tidak menyangka ketika hari masih sore, Valeryn mengatakan hanya akan kembali ke hotel.

Valeryn mengangguk. "Kalau begitu aku permisi, Tuan Vee. Terima kasih."

Valeryn hendak meraih kantung belanjaan yang berada di tangan Vee karena mereka bahkan sudah berada di luar. Namun, Vee justru menghindari raihan tangan Valeryn. Membuat wanita itu menatap Vee kebingungan.

"Apa kau tidak berniat mendatangi tempat yang lain?" tanya Vee tiba-tiba.

"Aku masih belum memiliki tujuan lain. Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku tidak merencanakan liburan di sini dengan matang, aku tidak tahu tentang tempat apa saja yang bisa kudatangi," jawab Valeryn dengan kedua bahu yang terangkat.

Vee terlihat menusukan ujung lidahnya pada pipi bagian dalam. Menatap Valeryn dengan satu alis yang terangkat. "Jika kau berkenan, kau boleh datang pada acaraku yang di adakan di dekat pantai."

"Ah, terima kasih atas tawaranmu, Tuan Vee. Tapi sepertinya akan terlalu canggung untukku kalau datang ke sana. Aku bahkan tidak mengenal siapa pun di sini," Valeryn berucap dengan sopan. Menolak ajakan Vee dengan halus.

"Wow, kau tidak menganggapku? Lagipula acaranya juga di adakan untuk umum. Siapa saja boleh datang, hanya sebuah party biasa. Bukan acara besar yang formal."

Valeryn menggeleng cepat. "Maksudku bukan seperti itu. Baiklah, jam berapa acaranya di mulai?" Valeryn menyerah. Vee sendiri terlihat seperti tipe yang tidak akan mudah menyerah di sini. Selain itu, sepertinya tidak buruk juga, sekalian untuk mencari udara segar. Vee juga sepertinya orang yang baik dan dapat di percaya.

Vee tersenyum penuh kemenangan. Melihat pada Rolex yang ada di pergelangan tangannya untuk memastikan waktunya. "Sekitar tiga puluh menit lagi."

"Ah, sebentar lagi, ya? Sepertinya aku akan datang terlambat, apa tidak masalah? Aku harus menyimpan semua ini terlebih dulu supaya lebih tenang." Valeryn menunjuk semua pakaiannya.

"Dimana hotelmu?" tanya Vee.

"Sky light hotel."

Vee menggerakkan rahangnya, menunjuk sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berada. "Ayo, aku antarkan."

"Ya?" Valeryn membulatkan matanya. Kebingungan dengan maksud Vee.

"Aku akan mengantarmu, Nona Valeryn." Vee melangkangkan kakinya untuk menuju mobil hitam di sana. Mendahului Valeryn yang pasti akan langsung mengekor di belakang.

Baiklah, Valeryn benar-benar mengikutinya. Dia sendiri sebenarnya cukup heran ketika merasa Vee dan dirinya cepat sekali dekat. Mungkin setelah putus dari kekasih, jiwa sosial Valeryn menjadi lebih unggul karena sebelumnya yang diutamakan adalah pasangannya.

Benar, Valeryn jadi teringat kembali soal mantan kekasihnya. Rasanya keputusannya untuk datang bersama Vee sekarang cukup tepat. Dia bisa menghabiskan malam tanpa memikirkan kesedihan yang dia rasakan. Dia hanya perlu bersenang-senang dan melakukan apapun yang dia inginkan selama ini. Menjadi Valeryn yang sesungguhnya, menjadi Valeryn yang berbeda dari yang sebelumnya.

_____

Langit yang kini sudah mulai menggelap menjadi teman saat dua orang itu baru saja turun dari mobil hitam milik salah satunya.

Valeryn dan Vee berjalan berdampingan, membuat beberapa pasang mata yang berada di sana melirik dan berbisik diam-diam.

Valeryn akui, dia cukup gugup sekarang. Dia bukanlah tipe orang yang mudah bergaul selama ini. Bukan juga orang yang menyukai keramaian. Terlebih perhatian orang lain yang dia dapatkan saat ini, mungkin karena dia tengah berjalan dengan Vee, yang memang Valeryn akui ketampanannya.

"Tuan Vee, kau yakin tidak masalah aku ikut datang kemari?" tanya Valeryn setengah berbisik pada Vee di sampingnya. Jujur, dia semakin gugup saat mereka mulai mendekati sebuah Beach club yang ada di pinggir pantai.

Vee yang baru saja menyapa seseorang di depan sana akhirnya menoleh pada Valeryn. Memberikan sebuah senyuman padanya. "It's okay, memangnya kau pikir akan terjadi masalah apa?"

Valeryn menggelengkan kepalanya. "Apa saja yang mungkin terjadi. Dari tadi tatapan yang lain terlihat aneh padaku, kurasa mereka tak menyukai kehadiranku di sini." Valeryn lagi-lagi berbisik. Dia tidak ingin orang-orang yang sekarang dia bicarakan justru mendengarnya. Bisa-bisa terjadi masalah sungguhan nantinya.

Vee terlihat terkekeh, sebelum akhirnya mendekat pada telinga Valeryn, berbisik di sana. "Mereka hanya iri dengan kecantikanmu, Nona Valeryn."

Pening. Rasanya seperti tiba-tiba saja rasa pening dirasakan oleh Valeryn setelah Vee berbisik di telinganya. Bukan hanya soal suaranya saat berbisik tepat di telinga, tapi juga kalimat yang dia ucapkan. Valeryn jadi berpikir jika pria yang tengah bersamanya ini pandai sekali untuk menggoda seseorang, pasti mudah membuat para wanita bertekuk lutut padanya.

Hal itu pastinya tidak berlaku untuk Valeryn. Meski dia memang tiba-tiba saja merasa pening akan bisikan Vee, tapi dia tidak jatuh begitu saja padanya. Karena pada dasarnya, dia masih berada dalam fase patah hatinya. Dimana nama pria yang mengkhianatinya itu masih terus terngiang-ngiang di kepalanya.

"Ah, berhenti memanggil satu sama lain dengan embel-embel nona dan tuan. Panggil saja aku Vee, hanya Vee dan aku memanggilmu Valeryn, tidak masalah bukan?" Vee yang kembali menjauhkan wajahnya dari Valeryn kini bertanya dengan suara yang normal, tak lagi berbisik.

Valeryn sempat mengangkat kedua alisnya sebelum pada akhirnya menganggukan kepala. "Baiklah, Vee?"

Vee sekali lagi tersenyum. "Ayo, kita temui teman-temanku. Mereka sudah menunggu di depan sana," ucap Vee dengan rahang yang sudah dia gunakan untuk menunjuk kumpulan orang yang berada di depan meja bartender.

Baiklah, Valeryn merasakan kembali kegugupannya. Ini bukan lagi seperti rasa gugup saat melakukan interview saat melamar pekerjaan. Rasanya lebih dari itu karena dia akan dikenalkan pada orang asing oleh orang yang baru saja di kenalnya. Dia takut tidak bisa diterima dengan baik, karena teman Vee juga pasti tak nyaman saat ada orang asing yang tiba-tiba saja ikut berkumpul bersama mereka.

"Hei, Vee!" Sapa salah satu pria yang kini mulai berjalan mendekat, atau memang mereka sudah sampai di sana. Valeryn terlalu sibuk dengan isi pikirannya sendiri sampai tak sadar.

Vee nampak langsung bersalaman dengannya, salaman khas antara teman pria.

"Vee, pantas saja kau terlambat. Siapa itu?" tanya seorang pria yang kini bangkit dari duduknya. Menghampiri mereka.

"Ah, kenalkan ini Valeryn. Valeryn, kenalkan ini George, itu Billy," ucap Vee memperkenalkan tiga orang yang kini bersamanya termasuk Valeryn.

"Halo," ucap Valeryn dengan senyuman pada dua pria yang baru saja Vee sebutkan namanya. Oke, memang sapaan yang terkesan canggung.

"Halo, Valeryn. Sekarang aku mengerti kenapa Vee akhir-akhir ini sulit sekali dihubungi. Jelas ada yang lebih penting ternyata." Billy berucap dengan satu tepukan pada bahu Vee.

"Ya?" tanya Valeryn karena dia benar-benar tak memahami maksud dari apa yang Billy katakan. Tidak mengerti konteksnya.

Vee hanya terkekeh dan menepuk punggung Billy di sana. "Nope, Billy. Tidak ada hubungannya dengan Valeryn."

"Aku ke sana dulu," tambah Vee sembari menunjuk kursi kosong di pojok tepat di depan bartender.

Kedua teman Vee mengangguk, sembari menunjukan senyuman yang Valeryn sendiri tak mengerti maksudnya. Membuatnya hanya bisa menunjukan senyum dan akhirnya berjalan dengan Vee.

Melihat suasana yang ada di sana, jujur saja Valeryn memang suka. Mungkin memang rasanya canggung saat berada di kerumunan orang, tapi entah kenapa dia suka. Akankah ini hanyalah perasaan seseorang yang tidak ingin kesepian di saat patah hatinya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status