Share

4. Drunk

Alkohol, rasanya tidak mungkin jika di acara seperti ini tak ada alkohol. Apalagi, acaranya di adakan di sebuah Beach club. Jelas alkohol adalah menu utama meski tepat di samping tempat ini adalah sebuah restoran. Namun, yang menjadi primadonanya di sini adalah alkohol itu sendiri. Bahkan, yang sedang meliuk-liuk menari sesuai irama musik pun memegang satu gelas alkohol di tangannya.

"Maaf karena mengantarku kau jadi terlambat datang kemari," Valeryn yang sejak tadi terdiam akhirnya membuka suara.

Vee menoleh pada Valeryn, lagi-lagi menunjukan senyumnya. Entah senyuman yang ke berapa sekarang. "Berhenti meminta maaf, Valeryn."

"Pasti aku mengganggu acaramu dengan temanmu, ya?" tanya Valeryn dengan raut wajah tak enaknya.

Vee menggeleng. "Tidak, tanpa aku juga mereka bisa menikmati acaranya."

"Baiklah, jangan tinggalkan aku kalau begitu," ucap Valeryn dengan tangan yang sudah meraih gelas di depannya.

Vee menatap Valeryn, menaikan satu alisnya di sana.

Tak mendengar jawaban dari Vee, Valeryn dengan cepat kembali menoleh pada Vee. Meluhat raut wajah yang Vee tunjukan membuatnya menggelengkan kepala dengan cepat. "Tidak, tidak. Maksudku tetap di sini bersamaku. Maksudnya, aku tidak mau sendiri di sini."

Vee tak merubah raut wajahnya sekalipun.

"Bagaimana, ya. Kau tidak mengerti maksudku? Begini, kau tahu 'kan aku tidak mengenal siapa pun di sini? Dan yang mengajaku kemari itu kau, jadi ya begitu," jelas Valeryn yang kini juga kebingungan bagaimana harus menjelaskan yang benar pada Vee. Dia tidak ingin ada kesalah pahaman.

Pada akhirnya, sebuah tawa terdengar dari Vee. Tawa yang terdengar begitu renyah. "Aku tahu, mengerti. Lucu sekali melihatmu panik seperti itu."

Valeryn memicingkan matanya. Kepalanya menggeleng. "Kau membuatku berpikir kalau aku mengatakan hal yang salah, Vee."

Vee menghentikan tawanya. "Habisnya kau terlihat gugup sekali. Nikmati saja waktumu di sini, jangan perdulikan orang lain atau memikirkan bagaimana orang lain akan memandangmu. Lakukan apa pun yang ingin kau lakukan selama itu nyaman untukmu."

Valeryn terdiam, menatap Vee dengan kata-kata dari itu yang sedang dia cerna dengan baik. Selain wajah yang tampan, Vee juga ternyata memiliki pemikiran yang memukau.

"Mau temani aku menari, Vee?" tanya Valeryn dengan mata yang menunjuk pada kerumunan orang yang tengah menari di atas pasir pantai.

Sebuah senyuman yang terlihat bangga kini Vee tunjukan. Jelas senang kerika Valeryn mengajaknya seperti itu, terlebih dia melakukannya setelah apa yang dia katakan sebelumnya. "Sure, ayo menari bersamaku."

Keduanya bangkit dari duduknya, melangkah perlahan bersamaan untuk bergabung dengan orang-orang yang tengah menari di sana.

Jujur saja, Valeryn memang kembali gugup. Sempat merutuki dalam hati mengapa dia berucap demikian. Pun begitu, kembali memikirkan apa yang Vee katakan padanya tadi, tiba-tiba saja membuat keberaniannya muncul.

Melihat ke arah Vee yang sudah menari di depannya dengan santai membuat Valeryn perlahan bergerak. Tubuhnya meliuk ke sana kemari dengan perlahan, mengikuti irama musik yang terdengar. Sesekali tersenyum saat sorot matanya bertemu dengan mata Vee.

"Feel the music and enjoy it!" ucap Vee setengah berbisik pada telinga Valeryn saat dirinya masih melihat ada sisa kegugupan yang Valeryn tunjukan.

Valeryn tersenyum dan mengangguk. Kembali menari hingga rasa gugupnya menghilang begitu saja.

Penerangan yang minim membuat Valeryn sedikitnya menambah kepercayaan diri. Toh, orang lain juga mungkin tengah memfokuskan diri pada dentuman musik yang terdengar. Kecuali Vee yang membagi fokusnya pada musik dan sosok wanita yang ada di hadapannya.

"Vee?"

Mendengar panggilan itu beberapa menit setelah mereka menari, membuat keduanya menoleh secara bersamaan. Mendapati seorang pria yang kini berdiri di samping Vee.

"Oh, Jimmy?" Dengan cepat Vee langsung menghamburkan pelukan pada pria itu. Sebuah tepukan dilayangkan juga pada punggung satu sama lain.

"Kekasihmu?" tanya Jimmy pada Vee saat mendapati Valeryn yang kini ikut menghentikan tariannya.

Vee menggeleng. "Temanku, Jim."

"Oh, helo. Aku Jimmy, teman dekat Vee," ucap Jimmy dengan uluran tangan pada Valeryn.

Valeryn menyambut uluran tangan itu dengan senyuman. "Valeryn."

"Kau terlihat cantik sekali," puji Jimmy sengan senyuman yang dia tunjukan untuk Valeryn.

Valeryn tersenyum lebar. Jelas merasa senang dengan pujian seperti itu. Dia tak munafik, dia juga senang dengan pujian, membuat kepercayaan dirinya bertambah. "Terima kasih."

"Tidak membawa minuman, Vee?" tanya Jimmy saat melihat tangan keduanya kosong.

Vee menggeleng.

"Oh god!" Jimmy mendecak dengan gelengan di kepalanya. Sebelum akhirnya dia memanggil seseorang di sana, salah satu pelayan.

"Bawakan dua Long island iced tea untuk mereka berdua."

Satu kalimat itu akhirnya membuat pria yang sebelumnya menghampiri akhirnya kembali berlalu.

"Jim, kau tahu aku tidak terlalu suka alkohol," ucap Vee pada Jimmy.

Jimmy terekekeh. "Nikmati saja, aku sudah memberikan yang terbaik."

Vee mendecak dengan gelengan di kepalanya.

"Ah, aku harus meninggalkan kalian lagi. Anyways Happy birthday, Vee," ucap Jimmy dengan tepukan di bahu Vee sebelum akhirnya kembali pergi meninggalkan keduanya.

Valeryn yang sejak tadi memperhatikan keduanya mengerutkan kening menatap Vee. "Its your birthday?"

Vee terlihat mennggaruk pelipisnya, dengan cengiran kakunya. "Ya, begitulah."

"Astaga, kenapa tidak mengatakannya. Jangan bilang ini acara untuk ulang tahunmu? Aku pasti sangat mengganggu sekali." Valeryn menunjukan keterkejutannya. Di sisi lain juga merasa bersalah karena menahan Vee bersamanya.

"Tidak. Tidak masalah. Sama sekali tidak mengganggu. Aku juga tidak ingin acara yang seperti biasanya, aku bahkan mengatakan pada yang lain untuk tidak membahas ulang tahun, hanya saja Jimmy memang sulit diatur."

"Tapi tetap saja, bagaimana bis—"

"Minumannya," potong Vee saat pria yang tengah membawa dua gelas minuman pada mereka.

Vee meraih dua minuman itu dan memberikannya pada Valeryn setelah mengucapkan terima kasih pada pria yang kini sudah kembali pergi dari sana.

Valeryn masih menatap Vee di depannya. "Baiklah, tapi rasanya aku perlu mengatakannya. Happy birthday, Vee."

Vee tersenyum lebar dengan gelengan di kepalanya.

"Untuk ulang tahunmu, Vee." Valeryn menyodorkan gelasnya untuk bersulang.

Vee yang tertawa akhirnya melakukan hal yang sama. Membuat dentingan kedua gelas itu terdengar sebelumn akhirnya menyesap isi gelas tersebut.

Keduanya kembali menari, kali ini dengan gelas di tangannya masing-masing.

Musik, alkohol, Vee, semua hal ini membuat Valeryn terus menunjukan kesenangannya. Tidak bohong, Valeryn tengah berusaha melampiaskan kesedihannya dengan kesenangan yang seperti ini. Khususnya alkohol yang dia minum. Satu gelas ditangannya sudah habis, rasa pening yang mulai dirasakan di kepalanya tak dia perdulikan sama sekali.

Justru, isi gelas di tangan Vee pun dia ambil alih untuk dihabiskan. Katanya, 'dari pada dibuang, mending kuhabiskan saja.'

Vee yang melihat hanya menggelengkan kepalanya. Sama sekali tak keberatan dengan hal itu karena dia juga tidak berniat menghabiskannya. Sudah dikatakan sebelumnya jika dia tak begitu menyukai alkohol.

"Vee?" panggil Valeryn yang mendekatkan dirinya pada Vee untuk berbicara. Karena suara di sana semakin bising.

"Ya?" respon Vee cepat. Menatap Valeryn dengan satu alis yang terangkat.

"Mau hadiah yang bagus tidak?" tanya Valeryn dengan cengiran lebarnya.

Vee terkekeh melihat itu, dia tahu jelas jika Valeryn sudah mulai mabuk. Wajahnya sudah memerah. Sepertinya toleransi alkohol Valeryn rendah, atau bahkan kadar alkoholnya yang terlalu tinggi.

"Aku tidak butuh hadiah, Valeryn," jawab Vee masih dengan kekehannya.

Valeryn mengerucutkan bibirnya, cemberut dengan tubuh yang berhenti menari. "Hadiahnya jelek, ya. Pria itu maunya yang bagus saja, ya? Semua pria sama saja. Jahat semua!"

Vee tertawa setengah panik. Pasalnya Valeryn berucap dengan sedikit keras. "Baiklah, hadiah apa, Valeryn?"

"Aku. Hadiahnya aku," jawab Valeryn bersemangat. Tangannya sudah menunjuk dirinya sendiri.

"You already drunk, Valeryn. Melantur sekali." Vee tersenyum tipis dengan usakan di kepala Valeryn.

Valeryn menggelengkan kepalanya. "Tidak mabuk sepenuhnya, Vee. Aku masih sadar, kok, dengan apa yang kukatakan."

Vee mengerutkan hidungnya. "Kau mabuk. Ayo duduk dulu dan hilangkan mabukmu."

Valeryn menahan dirinya saat Vee menarik lengannya. Menatap Vee lekat. "Consent, aku memberikannya. So, would you?" Tubuh Valeryn semakin mendekat pada Vee, membuat keduanya saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.

"Ayo, tidur bersama, Vee."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status