Home / Rumah Tangga / Bukan Dokter Cinta / Bab 2. Mantan Kekasih

Share

Bab 2. Mantan Kekasih

Author: Sisca W.
last update Huling Na-update: 2022-05-24 20:53:15

"Jangan kamu kira Papa tidak tahu apa-apa!" ucap Pak Johan yang tiba-tiba memutar tubuhnya dan tangan kiri menggebrak meja. Wajahnya begitu dekat dengan wajah David. Matanya melotot seperti sedang menggertak jiwa playboy yang ada di dalam diri putranya. David hanya bisa terdiam. Pasrah karena seperti sudah ditelanjangi oleh ayahnya sendiri.

"Papa diam bukan berarti Papa tidak tahu! Papa diam bukan berarti Papa tidak memperhatikan kalian! Diam Papa selama ini ingin memberi kalian waktu untuk bertanggung jawab atas hidup kalian di masa muda!" ujar Pak Johan masih dengan nada tegasnya.

"Tapi tolong.. Bantu Papa kali ini dengan sungguh-sungguh, Nak!" kata Pak Johan menurunkan nada bicaranya menjadi sangat lembut.

"Papa bangun bisnis ini dengan keringat dan darah Papa. Jika penerus bisnis ini masih sedarah dengan Papa, Papa akan lebih bahagia dan lega." lanjut Pak Johan.

"Kalau memang mau Papa David penerusnya, kasih aja sekarang. Kenapa harus nunggu David nikah dulu?" tanya David sedikit menantang.

Pak Johan menundukkan kepalanya dan mendengus. Ia segera menegakkan tubuhnya kembali dan menjaukan wajahnya dari muka anaknya. Kedua tangannya berkacak pinggang dan memalingkan wajahnya dari tatapan anaknya. Ia nampak kesal dan menggigit bibir bawahnya dengan singkat.

"Kamu! Berurusan sama satu wanita aja nggak becus, mau ngurusin orang banyak!" ucap Pak Johan sambil mengacung-acungkan jari telunjuknya.

"Loh itu bukan tolak ukur yang fair dong, Pa. Pencapaian David sudah banyak. Sepuluh tahun, Pa, David bantu Papa di perusahaan ini! Kurang apa lagi?" sahut David sambil berdiri dari kursi, "Dan itu nggak sebanding kalau Papa mau David bersaing sama Nicho. Nicho itu cuma menantu Papa dan David anak kandung Papa."

"Tapi setidaknya masih ada Cheryl, cucu kandung Papa!" sahut Pak Johan dengan dagu terangkat. David jatuh terduduk di kursinya lagi. Tangannya bersandar di meja dan memegang kepalanya yang mendadak pening. Alasan itu membuat David bungkam, tak ingin mengelak lagi.

"Baiklah kalau itu mau Papa. Beri David waktu lagi." pinta David dengan suara yang lesu.

"Enam bulan-"

"Pa!" teriak David dan melotot ke arah Pak Johan pertanda penolakan.

"Lima Bulan-" Semakin David protes, semakin Pak Johan mengurangi waktunya.

"Pa!"

"Em-"

"Nggak gampang cari cewek tulus jaman sekarang!" potong David memprotesnya segera sebelum waktu semakin menipis.

"Papa dan Mama bantu carikan."

"Tapi, Pa."

"Empat Bulan. Oke deal! Dalam waktu empat bulan akan Papa dan Mama bawakan calon untukmu. Papa pergi dulu." ucap Pak Johan sembari merapikan jasnya lalu berjalan dan meninggalkan David yang hanya bisa melongo tak berdaya.

"Kopi Papa masih utuh, kamu minum saja." kata Pak Johan tersenyum tengil saat berhenti di depan pintu. Jelas, David tak akan meminum kopi ayahnya. Pahit.

Benar saja, tak sia-sia David meminta kopi manis kepada Patrick. Ia pun segera menyeruputnya sebelum terlanjur dingin. Setidaknya kehangatan kopi manis ini bisa memberi rasa lain di pagi ini.

=======

Hari yang sangat melelahkan bagi David dengan setumpuk berkas yang harus ia cek dan tanda tangani. Ia pun berjalan menuju kursi pijat elektrik yang di sudut ruangan tak jauh dari meja kerjanya. Tubuhnya kali ini terasa pegal dari hari-hari biasanya. Mungkin karena energi yang sudah separo terkuras di pagi tadi.

David merebahkan tubuhnya dan menyetel pengaturan di kursi pijat itu. Kursi pijat ini memang merupakan fasilitas dari kantor khusus untuk jajaran direksi saja.

David mengambil ponsel dari dalam saku celananya. Ia mencari nomor bernama Patrick. Ia terlanjur nyaman jika harus bangun lagi dan menggunakan telepon kantor yang ada di atas meja kerjanya untuk menghubungi Patrick.

"Patrick, tolong untuk 30 menit ke depan, jangan ada yang masuk ke ruangan saya!" pinta David begitu Patrick mengangkat panggilan tersebut.

"Baik, Pak! Bapak tidak makan sian dulu?" tanya Patrick di seberang telepon.

"Nanti saja. Saya telepon kamu lagi kalau saya lapar." jawab David sambil memijat keningnya.

"Baik, Pak."

David memutus sambungan teleponnya dan jempolnya kembali memainkan layar ponselnya. Ternyata ia sedang melihat daftar kontak telepon para mantannya. Ia tampak serius memperhatikan satu per satu nama dan foto yang terpampang di layar ponselnya. Telunjuknya terangkat dan mengusap-usap bibirnya, ia memicingkan matanya seperti sedang mengingat sesuatu.

"Cassandra." gumam David yang masih memicingkan matanya.

"Argh!" geram David dengan menggertakkan giginya lalu menghembuskan nafas panjang dan terkulai lemas. Tak mau lagi melihat ponselnya. Ia pun mencoba menikmati setiap pijitan yang terasa di seluruh badannya.

Sejujurnya, dalam benak David, sudah memiliki prinsip bahwa ia apa yang sudah terjadi di masa lalu tak akan pernah ia mau ulang kembali. Mantan adalah sejarah, tak akan menjadi secercah asa untuk masa depan. Terlebih saat itu ia menjalani tidak dengan hati yang serius dan tulus. Itulah sebabnya ia merasa dilema saat ini. Berurusan dengan mantan lagi atau menerima perjodohan dari orang tuanya?

"Oke oke oke!" kata David seperti orang gila setelah pikiran dan batinnya terlibat pertikaian. David pun memutuskan untuk menghubungi Sandra yang menurut dia kadar matrealistisnya masih wajar.

Sudah tiga tahun tak pernah saling bertukar kabar dan ia hanya bisa beberapa kali melihat aktivitas Sandra di akun media sosialnya. Itu membuat David merasa sedikit canggung. Ia lebih baik bertemu dengan wanita baru, tapi tentu saja bukan wanita pilihan orang tuanya. Ia sangat enggan jika harus dijodohkan, namun mencari wanita baru kini bukan hal mudah baginya. Waktunya sangat terbatas karena pekerjaan terus memenuhi kehidupan David mulai dari ia membuka mata hingga mata terpejam di malam hari.

"Halo!" sapa David seketika sambungan telepon diangkat.

"Hai, David!" balas Sandra yang terdengar sangat sumringah di seberang sana.

Ternyata dia masih menyimpan nomorku, begitu kata batin David sambil tersenyum tipis.

"Apa kabar kamu? Udah lama banget kita nggak teleponan sejak kita putus."

Sandra cukup agresif di awal pembicaran. Hal itu membuat David kehilangan kata-kata dalam beberapa detik. Ternyata Sandra belum berubah.

"Baik, San. Kamu apa kabar?"

"Baik juga." suara genit sedikit keluar dari nada bicara Sandra.

"Kamu ada waktu nggak weekend ini?" tanya David to the point.

Hening.

"Sandra." panggil David karena tidak ada jawaban segera.

"Ehm, weekend ya? Sorry, Vid. Kayaknya aku belum bisa deh." tolak Sandra dengan suara genit yang kentara sekali di telinga David.

Dasar sok jual mahal.

David pun mengulas senyum kemenangannya, "Baiklah kalau begitu. Aku matikan telepon dulu ya, aku harus rapat direksi sekarang."

"Tapi-"

David segera memencet tombol bergambar telepon merah di layar ponselnya sebelum wanita itu meneruskan kalimatnya.

"Cih. Tiga tahun berlalu dan kamu masih sok jual mahal. Trikmu terlalu lawas Sandra." ucap David menahan tawanya.

Tak berselang lama ponsel David berdering merdu. Ia pun tahu siapa yang meneleponnya. Sandra. Ia mendengus tawa lalu berdiri dari kursi pijatnya. Tubuhnya mendadak kembali segar. Sepertinya ia rindu dengan kehidupan masa lalunya. Sudah lama ia tak merasakan sentuhan para wanita.

Telepon masih berdering lagi. David melempar ponsel perlahan ke atas meja kerjanya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Telepon itu mati. Tak berselang lama terdengar suara notifikasi dari pesan singkat. David membuka pesan itu.

Sandra : Maaf, David kalo aku ganggu kamu. Mungkin kita bisa ketemu weekend depan. Jadwalku kosong. Gimana?

Jika ada yang menarik benangnya, harus ada yang mengulurnya. Karena kalau tidak, benang itu akan putus dan layang-layang tidak akan terbang dengan sempurna. Bukan begitu?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Dokter Cinta   Epilog

    Wenda mengambil sebuah handuk yang tergeletak di atas kasur dan mengetuk pintu kamar mandi yang sedikit terbuka dengan perlahan."Dewa, kamu udah selesai belum mandinya?" tanya Wenda setelah tak mendengar balasan dari dalam. Wenda akhirnya membuka pintu."Dewa..." panggil Wenda dengan helaan napas."Iya, Ma."Anak kecil bernama Dewa Rangga Pramono itu menoleh dengan panik. Ia menghentikan aktivitasnya bermain air di dalam bath up karena ibunya sudah berdiri dengan tatapan melotot ke arahnya."Sudah setengah jam lho." ucap Wenda menegaskan lagi agar bocah lima tahun itu segera menyelesaikan kegiatannya, "Kamu jadi mau ikut ke tempat Nenek Tiwi sama Papa David nggak?""Jadi, Ma." sahut Dewa dengan mata berbinar."Ya sudah, cepat bilas badannya."Dewa segara menata mainannya di pinggir bath up dan membasuh tubuhnya dengan air bersih dari shower. Wenda mendekap tubuh Dewa yang cukup besar untuk ukuran anak usia 5 tahun itu dengan handuk yang sudah ia bawa

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 77 Aku Minta Maaf

    "Minum obat itu, kalau nyawamu masih mau selamat."Nicho mengancam Wenda yang masih terus membuat ulah. Wenda pun hanya bisa bergeming."Cepat ambil, Kirana!" bentak Nicho dan membuat kedua wanita itu terkejut. Kirana dengan cepat mengambil pil dari lantai dan menyodorkannya ke mulut Wenda."Telan obat itu!" titah Nicho sambil menarik pelatuknya karena Wenda masih saja menutup rapat mulutnya."WENDAAAAAAA!"Suara gaduh tiba-tiba terdengar dari luar, membuat aktivitas mereka terhenti. Wenda mengenali suara tersebut dan seketika juga berteriak."Mas David, aku ada di dalam!!"Nicho terkejut karena teriakan Wenda dan menyuruh Kirana membekap mulut Wenda. Kirana pun menurut. Ia mengambil kain dari dalam tasnya untuk menutup mulut Wenda yang berisik. Ia kemudian membetulkan posisi tubuh Wenda yang sejak tadi tergeletak di lantai.Nicho berjalan keluar. Ia mendapati David dan Gilang tengah bergelut dengan kedua anak buahnya. David melihat sosok Nicho diteng

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 76 Pencarian

    David baru saja memasuki area parkir di rumah sakit tempat Wenda bekerja. Di saat ia sibuk berkeliling mencari lahan kosong untuk parkir, ia melihat Wenda masuk ke dalam sebuah mobil. Mobil yang tak asing baginya."Nicho?" gumam David. Ia pun segera mengambil ponsel dan menelepon Wenda. Panggilannya ditolak."Sial! Kenapa ditolak?" geram David sambil meletakkan ponselnya dengan kasar. Bukan perselingkuhan yang dikhawatirkan David. Sesuatu hal lain terkait keselamatan istrinya. David merasa, jika Pak Johan saja bisa sampai turun tangan mengawasi Nicho secara diam-diam, berarti ada sesuatu yang Nicho sembunyikan atau rencanakan.Ponsel David berdering. Gilang meneleponnya."Halo, Bos. Sorry baru ngabarin, ini gue ngikutin Nicho tapi kok masuk ke area rumah sakitnya Wenda ya?" ucap Gilang di telepon."Iya, gue tau. Ini gue lagi jemput Wenda. Tapi dia sekarang lagi sama Nicho." jelas David singkat karena ia sibuk mengemudi untuk membuntuti Nicho yang baru saja keluar

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 75 Pertarungan

    Cukup lama Kirana menanti wanita di depannya ini sadar dari pingsannya. Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam. Kirana menatap Wenda lekat-lekat dengan gelisah. Wajahnya cantik meskipun tubuhnya terlampau mungil jika dibanding dengan tubuhnya yang sedikit lebih tinggi dan berisi. Wenda duduk disebuah kursi. Kepalanya tertunduk lemas, tubuhnya terikat pada sandaran kursi, begitu juga kedua tangan terikat di belakang dan kakinya."Heh bangun!" Kirana sudah tak sabar. Ia menepuk-nepuk pipi Wenda dengan kasar. Tak lama, Wenda mengerang lemah. Ia membuka matanya yang masih kabur. Kirana yang tahu bahwa Wenda sudah sadar, mulai memegang dagu Wenda dengan kasar dan mendongakkan kepalanya. Wajah mereka begitu dekat.Kirana menatap tajam ke wajah Wenda. Wenda yang masih lemah hanya bisa meringis kesakitan karena Kirana mencengkram dagunya sangat kencang."Jangan kasar-kasar, Kirana."Wenda yang pandangannya masih kabur, melihat sosok perempuan yang tidak ia kenal berada

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 74 Hilang

    Poli kandungan siang ini tak begitu ramai. Wenda segaja memilih hari ini karena kebetulan ia berdinas pagi. Ia ingin segera mengecek kandungannya karena sudah telalu lama ia terlambat haid."Selamat ya, Wenda, atas kehamilanmu. Perkembangan janinmu bagus." Dokter Pandu menyelamati Wenda selagi alat USG tertempel di perutnya."Terima kasih, Dok." ucap Wenda sedikit tegang. Ia melihat layar monitor yang tergantung di dinding. Sebuah kantong kehamilan beserta janin di dalamnya tergambar jelas di sana. Haruskah ia merasa bahagia atas kehidupan yang tak diduga ini? Memang sudah sewajarnya, kehidupan ini mungkin akan hadir setelah apa yang ia dan David lakukan selayaknya suami istri pada umumnya."Kita kontrol lagi bulan depan ya, Wen."Dokter Pandu melepaskan alat USG dan perawat membersihkan gel yang masih tersisa di perut Wenda."Saya beri vitamin-vitamin, diminum satu kali sehari saja." lanjut Dokter Pandu sambil berjalan ke mejanya dan mengetikkan sesuatu di kompu

  • Bukan Dokter Cinta   Bab 73 Masih Rahasia

    Widya menghela napas panjangnya, sedangkan Wina terus menggenggam kedua tangan Wenda dengan mimik wajah sendu. Wenda telah menceritakan kisah 'cinta' antara dirinya dengan David."Gue tau, gue salah menaruh harapan ke laki-laki ini. Yang gue kira bakal balas perasaan cinta gue. Gue tau, gue cuma dimanfaatin karena situasi yang keluarga gue alami." Wenda menarik napasnya sejenak, "Tapi perasaan gue nggak bisa bohong, kalau gue suka.. cinta.. sama dia sejak pertama kali gue ketemu lagi setelah dewasa.""Kalau boleh gue saranin. Menurut gue, lo jangan lepasin David gitu aja sih. Lo mau anak lo ini nggak punya bapak? Lo harus perjuangin apa yang jadi hak lo dan si jabang bayi ini, Wen." ucap Wina dengan tatapan mata dari yang muram dan sendu berubah menjadi berkilat-kilat penuh amarah."Kalau menurut gue, gue sih setuju sama sebagian saran Wina, Wen. Lo emang harus perjuangin hak lo dan anak lo ini. David emang harus tanggung jawab sepenuhnya atas anak lo ini. Tapi, lo juga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status