Home / Rumah Tangga / Bukan Gadis Biasa / Bag 03. New Machine.

Share

Bag 03. New Machine.

Author: Rizuma Iori
last update Last Updated: 2021-08-15 09:54:18

»»»»

"Lo mau gue ganti rugi? Berapa?" Cowok itu mengambil dompet dari sakunya dan ingin mengambil uang dari sana.

"Sialan!" Cia memaki, "gue nggak butuh duit lo, waktu gue kebuang cuma ngadepin manusia kayak lo!" Cia mengulurkan kunci mobilnya pada cowok itu. Si cowok hanya diam dan menaikkan sebelah alisnya. "Lo bego? Benerin mobil gue sampe mulus kayak semula. Besok harus lo balikin!" Cia menarik tangan cowok itu dan meletakkan kunci mobilnya di sana. Dan segera, setelah itu menuju mobil miliknya untuk mengambil tas juga ponsel yang masih tertinggal di sana untuk memanggil ojek online, setidaknya kendaraan itu yang saat ini banyak berkeliaran di dekat sekolahnya.

»»»»

    Cia menatap datar laptop di hadapannya. Seorang pria duduk di sampingnya dengan wajah dua kali lipat lebih datar dari Cia.

"Bang, lo yakin?" Cia menatap Ferry. Orang kepercayaan nya yang bekerja sebagai Pengacara. Ferry mengangguk dengan tenang, lalu meminum kopi hitam yang beberapa saat lalu tersaji di hadapannya. Keduanya, saat ini berada di sebuah cafe yang tidak jauh dari castroom.

"Lo sendiri yang harus dateng. Tander kali ini lebih gede dari sebelumnya," jelas Ferry. Cia mengangguk-angguk.

"Berapa hari!"

"Sekitar seminggu!"

"Lo gila, Bang. Gue nggak mungkin pergi selama itu!"

"Lo alesan kek, ke keluarga lo."

"Bukan itu masalahnya!"

"Terus?"

"Lo tau sendiri, jadwal gue minggu depan full. Kalo minggu ini gue pergi, yang ada gue bakal drop lagi!" Ferry mengangguk membenarkan.

"Bengkel biar Nata aja yang urus. Lo, fokus dulu sama tander."

"Gue serahin sama pak Rudi aja ya!"

"Ck! Kebiasaan ya, lo! Ya udah deh, yang penting, lo jaga kesehatan. Ok lah, udah di putusin, gue cabut dulu!"

"Mau kemana?"

"Ada klient yang harus gue urus!"

"Ya udah sana. Gue mau di sini bentar!" Ferry menatap keluar, lalu kembali menatap Cia.

"Mobil lo mana?"

"Gue naik ojek!"

"Hah!" Ferry menatap Cia bingung. "Terus, mobil segudang di Castroom mau buat apaan, nggak lo pake!"

"Males gue! Dah sana kalo mau pergi."

"Ya udah, lo jaga kesehatan ya. Gue bakal lama di sana, jadi kalo ada apa-apa, lo bisa bilang sama Nata atau kalo enggak lo telfon Nanda."

"Iya ish bawel!" Ferry terkekeh pelan, lalu membereskan laptop miliknya untuk ia bawa kembali. Cia hanya duduk diam melihat kepergian Ferry, sudah 9 tahun terkhir dirinya dekat dengan Ferry. Sudah selama itu pula, hanya Ferry yang tulus menyayangi dirinya lebih dari keluarganya sendiri.

"Kenapa lo jadi melow sih Ci!" Cia menepuk kedua pipinya. 

"Mbak, mau nambah minumannya?"

"Nggak perlu, gue mau balik aja, oh iya, bilang sama Tery, kalo dia udah balik, suruh temuin gue!"

"Iya, Mbak." Cia meninggalkan Cafe dengan langkah tegas seperti biasa. Berjalan kaki sebentar untuk menuju ke Castroom. Saat sudah dekat, tampak seseorang berteriak memanggilnya. Itu adalah Rio.

"Ci! Lo ngapain? Kok jalan kaki? Mobil lo mana?" Rio berdiri dari duduknya untuk menyambut Cia.

"Kena srempet. Lagi di bengkel."

"Kenapa nggak lo bawa aja ke Nata?"

"Orang yang nyerempet yang tanggung jawab!"

"Tunggu! Maksud lo, lo ngasih Lamborghini ke orang nggak kenal?" Cia mengangguk pelan sambil masuk ke Castroom. "Lo gila ya! Gimana kalo dia orang jahat!"

"Tenang aja, dia satu sekolah sama gue, kalo dia berani macem-macem. Gue bakal bikin dia nggak bisa bawa mobil lagi, selamanya!" Rio bergidik ngeri mendengar ucapan Cia. Si monster jalanan yang jago berkelahi.

"Terserah lo deh. Terus, lo kesini mau ambil mobil lagi?" Cia menaiki Hoverboard miliknya, diikuti Rio di sampingnya.

"Motor yang kemaren udah lo jual kan?" Rio mengangguk.

"Udah sih, tapi ya gitu, lo tau sendiri motor lo udah nggak muat lagi di sini. Lo jual in aja sih!" Cia tampak berpikir, lalu membelokkan Hoverboardnya ke arah lift.

"Gue liat dulu!" Rio mengikuti. Keduanya mendapat sapaan dari para security dan karyawan lainnga ketika keduanya keluar dari lift. Cia memasuki sebuah ruangan lain yang berada di bagian belakang. Deretan motor sport dengan berbagai jenis merek dan juga warna itu tampak berjejer rapi. Cia mendekati salah satunya, lalu menatap body motor tersebut dengan seksama.

"Lo boleh jual ya ini, sama dua yang itu." Cia menunjuk dua motor lain yang tak jauh darinya.

"Tapi itukan yang lo dapet dari pertandingan lawan si Martin!" Cia tau itu.

"Lagian gue nggak pernah pake." 

"Ok deh, jadi 3 ini ya!"

"Iya. Minggu depan ada jadwal apa?" Rio tersenyum senang.

"Ikut gue!" Rio melajukan Hoverboard yang dia naiki menuju sebuah ruangan lain yang bersebelahan dengan ruang penyimpanan sepeda motor. Di sana, ada sebuah mobil yang di tutup dengan kain hitam, dan ada sebuah layar besar di samping mobil menempel di dinding.

"Ini apa?"

"Gue udah siapin ini sama Nata. Gue yakin lo pasti suka!" Rio menyalakan layar yang ada di dekat mobil. Sebuah gambar mobil Lamborghini berwarna putih di layar tersebut

"Lo nggak mau bilang, kalo lo abis beli mobil itu kan?" Rio terkekeh.

"Sejak kapan lo ngijinin gue beli mobil! Sedangkan, di sini mobil banyak." Rio terkekeh. "Ini hadiah yang bakal lo dapet minggu depan. Gue berharap lo bisa menang, lo juga harus bertaruh mobil ferrari GTC4Lusso T, punya lo yang udah lama itu."

"What! Kok Ferrari yang itu sih. Lo nggak salah? Mobil itu gue dapetin susah payah Rio! Lo gila ya!" Harga Ferarri GTC4Lusso T sekitar 12 Milyar rupiah dan Cia mendapatkan mobil itu sekitar 4 atau 5 bulan yang lalu.

"Yang lo lawan kali ini, bukan orang sembarangan, Ci. Dia itu dari luar Negri yang penasaran abis sama lo. Bahkan, dia ngehubungin gue mulu, dan minta gue supaya dia bisa ngomong langsung sama lo!"

"Ok, terus apa istimewanya dia?"

"Dia itu dari New Zealand, pembalap yang udah terkenal banget, dia di juluki master jalanan. Lo nggak boleh remenin dia!" Cia hanya mengangguk mendengar penjelasan Rio, "dan ini ..." Rio memencet tombol yang ada pada remot, dan saat itulah kain yang menutupi mobil terbuka. Sebuah mobil sport yang sudah sangat Cia kenal terpampang di hadapannya, itu adalah mobil yang sering dia pakai untuk balapan. Bugatti Chiron miliknya yang berwarna hitam.

   Cia turun dari Hoverboard dan mendekati mobil itu. Itu memang mobil yang sama, hanya saja, Cia merasa bahwa beberapa bagian mobil itu sudah di modifikasi.

"Mesinnya udah di modifikasi. Nata sama gue yang ngerancang ini, khusus buat lo." Cia tersenyum, lalu masuk ke dalam mobil untuk melihat perbedaan dari kendaraan kesayangannya itu. Saat Cia menyalakan mesin mobilnya, suara menggaum lebih sangar dari sebelumnya, Rio ikut tersenyum saat melihat Cia tampak senang dengan mobil barunya itu.

"Boleh gue coba nggak?"

"Jangan dulu deh. Ini masih siang, Ci. Nanti malem aja, lo tau kan kalo lo sendiri nggak mau keliatan sama orang luar!" Cia terdiam, benar juga yang Rio katakan.

"Kalo gitu, kita bikin arena sendiri!"

"Lo gila!"

««««

To be Continue ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 72. Jangan Lagi ....

    *****  Di hari saat setelah pembagian kelas, Kian tengah Berjalan di koridor menuju perpustakaan, dia berniat untuk mengembalikan buku yang dia pinjam sebelum libur sekolah kenaikan kelas kemarin.  Ketika masuk, Kian bertemu seorang pria yang tampak sedang membereskan tumpukan buku. Dia adalah Deren, penjaga perpustakaan. Berusia 26 tahun, dan lulusan salah satu jurusan di Samsard University. Jurusan penelitian tentang buku. Deren bahkan sudah hampir membaca setiap jenis buku yang ada di perpustakaan itu."Selamat siang, Kak." sapa Kian ramah dan ceria seperti biasanya."Siang juga. Kian rajin sekali, baru hari pertama masuk sudah ke perpustakaan saja." Kian terkekeh pelan."Iya, Kak. Mau ngembaliin buku yang waktu itu di pinjem." Kian mengangkat dua buah buku berukuran sedang yang dia pegang. Kian meletakkan buku itu di atas meja, Deren segera mencatat nya. Setelah selesai, Kian berniat kembali ke kelas, tentunya kelas barunya di mana

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 71. Curhatan.

    *****"Sama Cia. Gevin juga." Dava membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ponsel berwarna hitam miliknya di tempelkan di telinga kiri.'Jangan terlalu ikut campur, Sayang. Kamu tau kan Cia itu gimana.'"Iya, gue tau kok. Tapi gue juga nggak tau apa jawaban Cia." ucapnya lagi. Saat ini, dia sedang menghubungi kekasihnya, Aqila. 'Yah semoga aja, mereka bisa cepet selesain masalahnya.' harap Aqila. Dava menghembuskan napasnya lelah, tidak tau harus berkata apa."Ngomong-ngomong, lagi ngapain?" Dava bangun dari baringnya, menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sama seperti biasanya, dia tampan, memiliki warna mata yang tidak umum di Indonesia. Dava pernah memakai softlens untuk menutupi warna asli matanya karena baginya terlalu mencolok, itu terjadi saat Dava masuk ke bangku SMP. Tapi setiap kali Dava memakai softlens, Cia selalu menatapnya tajam dan dingin lebih dari biasanya. Dava jadi ragu untuk memakainya lagi, apa menutupi warna mata aslinya ter

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 70. Gue Nggak Mau Kecewa Hari ini.

    *****"Ok, gue duluan!" Dava melambaikan tangannya pada Iqbal sambil membawa sepeda motornya pergi meninggalkan sekolah, siang ini, seusai sekolah, Dava memutuskan untuk pulang lebih awal, Radith bilang ada yang ingin di bicarakan, jadi dia buru-buru untuk pulang. Di tengah jalan, Dava menghentikan laju motornya saat melihat mobil yang dia kenal tengah berhenti di bahu jalan, lampu mobil masih menyala, pertanda pemiliknya masih di dalam.   Dava memutuskan berhenti di belakang mobil itu, lalu turun tanpa melepas helm miliknya. Dava mengetuk kaca mobil dengan pelan."Ci, Cia ..." panggilnya, gadis yang di dalam menoleh, membuka pintu dengan perlahan. Dava mundur beberapa langkah dan terkejut saat pintu terbuka, Cia langsung memeluk dirinya sambil menangis. Dava tentu saja tidak menyangka Cia langsung memeluknya dan menangis."Cia lo kenapa? Siapa yang bikin lo nangis?" Dava bertanya khawatir. Bukannya menjawab, Cia malah semakin menangis dalam

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 69 . Sorry.

    *****   Gevin masih di posisi yang sama, duduk di samping tempat tidur sang Nenek. Padahal banyak yang memintanya untuk istirahat, tapi Gevin menolak. Pakaian yang dia pakai semalam masih sama, hingga pagi ini, Gevin tidak mau pergi ke sekolah dan betah duduk di samping Neneknya."Gue mau di sini aja! Jangan ganggu gue!" ucapan Gevin yang mendapat pelototoan dari Angga."Basi lo!" Angga kesal sekali dengan Gevin. "Emangnya lo mau nikah muda, pacar lo kan banyak!" sindir nya kesal. Gevin menatap sang Nenek yang baru saja tertidur. Semalam, setelah meminta maaf dan di maafkan, Sang Nenek berpesan.'Gevin, ingin sekali Nenek melihatmu menikah sebelum Nenek pergi.' tapi itu kan tidak mungkin. Gevin masih sekolah, terlebih dia mencintai Cia, apa Cia mau menikah dengannya, jika tidak, apa Gevin harus menikah dengan orang lain dulu, baru menceraikannya setelah itu kembali pada Cia. Tapi Gevin sudah berjanji akan berubah, jika dia melakuka

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 68. Jangan Pergi ... Kumohon.

    ******   Rio menatap Gevin heran, cowok itu keluar sambil membawa handuk dan berjalan dengan santai sembari mengeringkan rambutnya. Empat orang lainnya yang tadi ada di sana sudah pulang,  mereka bilang lain kali saja datang lagi, karena melihat mood Cia juga tampaknya tidak bagus. Siapa yang tidak tau jika mood Cia sedang buruk maka semua orang bisa kena getahnya. Mungkin hanya Gevin yang kebal dengan itu semua. Ya ada satu lagi, siapa lagi kalau bukan Dava."Lo baikkan sama Cia?" tanya Rio yang tau bahwa sebelumnya Cia bertengkar dengan Gevin."Iya. Thanks ya, udah cerita soal Cia waktu itu." Rio hanya mengedik acuh. Tak menyangka Cia akan memberikan kesempatan pada Gevin."Jangan nyakitin Cia ..." pesan Rio, "gue kasih tau sama lo ya." Rio melirik kamar Cia lalu berbisik pelan, "Cia kalo udah nyaman, bakalan manja minta ampun. Percaya deh sama gue!" Gevin tentu saja tidak percaya, tapi dia juga penasaran. Gimana sosok Cia yang manja. "Gue

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 67. Anak-anak Apartemen.

    ******    Gevin membuka pintu ruangan Cia dan masuk tanpa ijin. Cia menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Gevin sudah biasa dengan itu, tapi sekarang Gevin juga sudah tau cara menenangkan nya."Di luar nggak ada yang gue kenal, sayang. Gue kan baru liat mereka." Gevin langsung memeluk Cia dari belakang, menenangkan gadis itu akan kemarahannya. Gevin melihat sekeliling, ruangan itu ternyata ruang kamar, dengan kasur king size dan sebuah lemari besar, juga meja kerja yang berada di sudut ruangan."Lepas gue mau ganti baju! Keluar sana!" Gevin tersenyum cerah."Mau dong liat lo ganti baju ... Bercanda! Sumpah bercanda!" Gevin segera tertawa melihat reaksi Cia. Cowok itu duduk di sofa yang berada di dekat pintu, lalu mengeluarkan ponselnya. "Gue main game sambil nungguin lo aja gimana?" Cia masih menatap Gevin tajam. Dia heran, kenapa bisa nyaman dengan orang semenyebalkan Gevin. Sungguh bodoh sekali.   Gevin benar-benar serius bermai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status