Share

Bag 07. Kesalahan Pahaman.

»»»»

       Dava hanya bisa menatap Aqila yang berjalan menjauhinya dalam diam. Aqila akan pergi ke Jepang hari ini, dan itu sudah membuatnya sedih. Dava melangkah pergi dari bandara setelah memastikan pesawat yang di tumpangi Aqila lepas landas. Dengan langkah kaki malasnya, Dava menuju sepeda motor yang terparkir apik di parkiran bandara. 

Pulang adalah keinginan Dava setelah mengantar Aqila, sebelum dia melihat mobil Cia yang tengah melaju di depannya. Dava sebenarnya takut pada Cia, takut jika Cia akan pergi selamanya dari kehidupan keluarga mereka, jika Dava ikut campur dengan urusan Cia. Namun, rasa penasaran cowok itu sudah pada batasnya. Cia sudah terlalu banyak menyembunyikan sesuatu darinya dan keluarga mereka. Dava akan mencari tau perlahan tentang adiknya yang sejak dulu selalu menyembunyikan apapun darinya.

"Dia ngapain?" Dava menghentikan laju sepeda motornya setelah melihat mobil yang di tumpangi Cia berhenti. Dava tidak bisa mendengar obrolan Cia dengan seorang pria dewasa di hadapan Cia itu. Jarak mereka terlalu jauh, tapi Dava juga tak mungkin mendekat lebih dari itu. Tentu saja, Cia akan mengetahui keberadaannya dan dia tak akan tau apa yang akan di perbuat Cia selanjutnya.

Cia tampak berjalan di ikuti pria paruh baya itu di sampingnya. Sesekali mereka mengobrol, pria itu tampak memberikan map kepada Cia. Dava menatap bangunan yang Cia masuki. Sebuah hotel bintang lima, sebenarnya kenapa Cia bisa bersama pria paruh baya itu, dan apa yang mereka lakukan di sana?

»»»»

    Cia bersalaman dengan Andaru, salah seorang pengusaha yang baru saja mengajukan kerja sama dengan Cia. Keduanya berpisah setelah pertemuan usai, Cia menatap Rudi yang berdiri tepat di sampingnya.

"Pak Rudi kenapa dari tadi diem aja?" tanya Cia kepada Rudi.

"Saya kagum pada Mbak Cia. Masih muda, tapi berpikiran luas!" Rudi tersenyum sambil membereskan barang-barang mereka. Cia hanya terkekeh pelan.

"Gue kan belajar dari Pak Rudi!" Cia berdiri dari duduknya, "gue pulang duluan ya, Pak. Soalnya ada urusan!"

"Iya, Mbak. Saya juga mau balik ke kantor, masih ada kerjaan yang belum sempet saya selesaikan!"

"Ya udah, Pak. Saya duluan!" Cia meninggalkan ruangan itu, dan sialnya dia malah berpas-pasan dengan Dava yang tampaknya memang tengah mencari dirinya. Dava berlari mendekat dan berdiri persis di depan Cia.

"Lo ... lo ngapain di sini?" Dava sudah berputar-putar mencari keberadaan Cia sejak tadi. Akan tetapi, dia tak menemukan keberadaan adiknya itu. Dia sudah bertanya pada Resepsionis, tapi mereka tidak memberikan jawaban dan bahkan meminta Dava untuk pergi secara halus.

"Bukan urusan lo!"

"Siapa dia?" Dava mencegah Cia dengan menahan lengan gadis itu. Cia menatap Dava bingung, "siapa om-Om yang dateng sama lo!" Cia diam. Jadi, Dava melihat Cia masuk ke hotel itu sejak awal.

"Lo pikir?"

"Ci! Lo nggak ngelakuin hal bodoh kan?" Dava mengguncang bahu Cia. Membuat Cia segera mendorong tubuh Dava.

"Lo apaan sih! Jangan ikut campur!" Cia hampir pergi. Namun, Dava kembali menahannya.

"Ci! Kita sodara, dan gue nggak mau lo ngerusak diri lo kayak gini! Pulang sekarang!" Dava menarik Cia agar mengikutinya.

"Lepas!" Cia memberontak. Sayangnya, sepertinya Dava sedang dalam keadaan marah, dan itu membuat cengkeraman tangannya di lengan Cia menjadi sulit di lepaskan. "Sial! Gue bilang lepas!" Cia menarik paksa lengannya. Membuat kulitnya memerah karena Dava masih memegangnya. Dava akhirnya menghentikan langkahnya tanpa melepas genggamannya.

"Cia! Lo boleh benci gue, lo boleh benci bokap gue, gue bakal diem aja. Tapi, kalo lo ngerusak diri lo sendiri, gue nggak akan tinggal diem!" Dava berucap dengan penuh penekanan.

"Maksud lo apa!" Cia menggeleng pelan, "lo perlu psikiater ya!"

"Cia! Ini bukan candaan lagi! Gue serius!"

"Terus?"

"Siapa Om-Om yang masuk ke sini bareng lo tadi? Hah!" Bentak Dava.

"Apaan sih!"

"Cia, jawab!"

"Lo nggak berhak tanya!" Cia ingin pergi meninggalkan Dava. Namun, lagi dan lagi, cowok itu menahan Cia untuk menjelaskan apa yang sedang Cia lakukan di hotel itu.

"Berhak! Gue berhak, karena lo adek gue!"

"Tch, gue udah sering bilang sama lo. Sampe kapanpun, gue nggak akan pernah nganggep lo sodara!"

"Gue tau ... gue tau itu. Tapi, gue nggak mau lo ngerusak diri lo sendiri, Ci. Kalo dengan cara lo mukulin gue lo bisa berhenti, pukul gue sekarang!" Dava menarik tangan Cia dan mengarahkan tangan Cia ke wajahnya, "gue nggak mau, lo jadi cewek nggak bener!" Cia terkekeh pelan. Tidak, itu bukan hanya sekedar terkekeh, melainkan tertawa. Benar, Cia tertawa sekarang.

"Lo beneran butuh psikiater, Dav." Cia menarik tangannya sambil menggeleng pelan. Lalu berjalan melewati Dava begitu saja. Kali ini, Dava tidak mencegah Cia lagi, melainkan mengikuti gadis itu ke arah parkiran. Dava sangat khawatir, terlebih dia baru menyadari, meskipun Radith memberikan uang saku yang banyak pada dirinya dan Cia, mana mungkin Cia bisa sering mengganti mobilnya dengan mudah begitu. Apa Cia mendapatkan uang dari orang lain? Apa Cia benar-benar melakukannya?

»»»»»

To be Continue ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status