»»»»
Cia berangkat sekolah dengan tenang seperti biasa. Setelah sampai di kelas, suasana yang tadinya berisik langsung tenang. Para teman sekelas Cia bisa menebak bahwa saat ini, mood Cia sedang tidak baik. Dan itu, bisa berakibat tidak baik juga untuk mereka, jadi mereka memilih untuk diam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"Pagi, Cia!" sapa Kian ceria. Semua yang ada di kelas kembali terkejut dengan perilaku Kian. Kenapa bisa, dengan mudahnya Kian menyapa Cia dalam keadaan seperti itu?
Cia tanpa menjawab segera meninggalkan kelas, dan dengan bodohnya, Kian mengikuti kemana Cia pergi. Cia sedang malas berdebat atau semacamnya, tingkat kejahilannya berkurang pagi ini. Tetapi, justru itu yang membuat aura mencekam dari dirinya, jika Cia tidak jahil, maka di pastikan dia sedang dalam mode brutal.
Kian yang masih mengikuti langkah Cia tampak bingung, si gadis bar-bar itu tampak menuju ke area samping. "Mau kemana sih?" Kian penasaran. Cia yang tadinya malas berdebat langsung memutar tubuhnya dan menatap Kian tajam.
"Jauh-jauh dari gue!" Peringat Cia tegas.
"Eh!" Kian terkejut bukan main. Kenapa Cia bisa tau bahwa dia mengikutinya. Padahal, sejak tadi, Kian tak membuat suara sedikitpun.
"Gue bilang, jauh-jauh!" Cia kembali melangkahkan kakinya untuk pergi. Kian berlari mengejar dan berjalan di sampingnya.
"Cia, gue kan cuma pengen jadi temen lo. Kita sekelas, temen sebangku lagi, dan ..." ucapan Kian terhenti saat Cia berhenti melangkah dan menatapnya dengan tajam. Cia mendorong Kian ke tembok, salah satu tangannya memukul tembok persis di samping kepala kian.
"Jangan ganggu gue!" Ancamnya. Kian sampai menahan nafas saking takutnya. Dia baru pertama kali bertemu siswi semenyeramkan Cia.
"Ta.tapi ..." Cia memilih pergi meninggalkan Kian yang masih berdiri dengan tubuh bergetar. Saat dia ingin kembali ke kelas, saat itulah dia tak sengaja bertabrakan dengan Yejun. Kian menatap cowok paras korea itu tanpa berkedip.
"Minggir!" Yejun masih sama seperti biasanya. Dingin dan juga memiliki aura yang beku. Jika Cia membentengi dirinya dengan dinding batu yang terjal, lain cerita dengan Yejun. Dia membentengi dirinya, dengan dinding es yang sangat dingin. Ketika berdekatan dengannya, seakan semua yang ada di sekelilingnya membeku.
"So.sorry ..." Kian masih terpana dengan ketampanan dan aura yang Yejun miliki. Dia tampak sempurna dengan caranya, bibir yang tak tersenyum, kulit putih dengan mata hitam yang indah. Sangat cocok untuk menjadi seorang aktor drama korea. Benar, Kian baru menyadari bahwa Yejun sangat cocok jika bermain menjadi aktor drama korea.
"Lo mirip banget deh, sama Jiwook Ahjussi," komentar Kian tak bisa ia tahan. Yejun yang mendengar itu hanya diam tanpa ekspresi, setelah itu melangkah meninggalkan Kian yang masih membandingkan sosok cowok yang barusan dia temui, dengan aktor korea yang menjadi idolanya.
»»»»
Sementara itu, Cia sedang duduk di salah satu kursi kantin. Yang mana, satu meja panjang hanya di duduki oleh dirinya sendiri. Cia mengambil ponselnya, membaca setiap email yang masuk ke dalam ponsel pintar miliknya. Banyak email yang masuk termasuk tentang pertandingannya yang akan terjadi beberapa hari lagi. Cia mengabaikan beberapa email dan pesan yang masuk, lalu tertuju pada sebuah pesan yang baru saja masuk. Nama pengirim 'Bu Dewi' dia salah satu orang yang Cia percaya. Cia membuka pesan itu, ternyata pesan yang dia dapat adalah pesan kerinduan dari Nuca. Cia tersenyum karenanya, dan dia tak menyadari ada seseorang yang memperhatikannya sejak tadi. Cowok jangkung dengan tinggi 186 cm itu menatap Cia dalam diam, dia tak menyangka bahwa Cia memiliki senyuman semanis itu. Cowok itu mendekat tanpa sadar, mengikuti kata hati yang tiba-tiba ingin mendekati Cia. Cia yang sadar ada yang memperhatikannya menoleh. Kim Ye-jun, cowok yang tadi tak sengaja menabrak Kian itu ternyata memiliki tujuan yang sama dengan Cia, yaitu ke kantin, dan tak tau bahwa dia akan bertemu Cia di sana.
"Ngapain lo liatin gue!" Cia mematikan layar ponselnya, memasukkan benda pipih itu kembali ke kantung roknya.
"Ternyata, lo bisa senyum juga!" Yejun tanpa persetujuan, duduk di depan Cia.
"Nggak ada yang nyuruh lo duduk!"
"Emang enggak!" Yejun acuh dan tetap duduk di depan Cia, "manis!" Cia melotot menatap Yejun yang juga tengah menatapnya dengan tampang dinginnya.
"Ngomong apa lo barusan!"
"Lo, manis!" Cia tak percaya dengan apa yang dia dengar. Yejun pasti sudah gila, kenapa tiba-tiba dia sok akrab dengan Cia? Cia yang jengah memilih pergi dari kantin meninggalkan Yejun yang masih betah duduk dalam diam.
»»»»
Tidak seperti siswi lain. Elcia Carlstie Devianna adalah siswi berprestasi yang tersembunyi. Kepintaran dan juga kepandaiannya dalam melakukan sesuatu tak pernah terlihat di hadapan khalayak umum, khususnya di sekolah. Bahkan, Dava saja tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan dia dengarnya pagi ini. Saat ini upacara tengah berlangsung, dan ada sebuah pengumuman yang membuat geger warga sekolah. Bagaimana tidak, pengumuman yang di katakan oleh kepala sekolah membuat para murid saling berbisik dan juga saling pandang. Tak ada ketenangan sama sekali seperti biasanya.
"Dengan keputusan ini, siswi dengan nilai tertinggi tahun ini akan menjalani pertukaran pelajar ke Jepang selama 3 bulan. Elcia Carlstie Devianna, silahkan untuk maju ke depan!" ucap sang kepala sekolah. Semua warga sekolah semakin menjadi, bisik-bisik terdengar di mana-mana. Cia, si siswi berprestasi itu malah berdiri diam di barisan paling belakang.
"Cia, lo hebat banget, selamat ya!" Kian mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Cia.
"Jangan sentuh gue! Haram!" Sentak Cia. Pandangannya lurus ke arah kepala sekolah, "gue tolak!" Cia melangkah keluar dari barisan. Hendi, sang kepala sekolah hanya bisa diam, dia sudah tau Cia akan menolaknya.
"Tapi, ini kesempatan kamu untuk memperbaiki dirimu!" tegur Hendi. Cia menghentikan langkahnya, tersenyum miring, tanpa melihat Hendi sama sekali.
"Nilai terbaik ke dua! Pasti ada kan!" Cia kali ini benar-benar meninggalkan lapangan upacara. Hendi menghela napasnya, lalu pada akhirnya menatap para muridnya.
"Baiklah, karena Elcia menolak untuk pergi, saya putuskan untuk mengirim peserta dengan nilai terbaik selanjutnya. Itu adalah siswi berprestasi dengan nama Aqila Narayana. Kelas 11 IPA2. Silahkan kedepan." Dava tak bisa berkata-kata, setelah dia mengetahui bahwa adiknya mendapat peringkat pertama, kini dia harus merelakan pacarnya untuk pergi selama 3 bulan. Dia benar-benar tak bisa berpikir banyak saat ini.
Tepuk tangan bergemuruh menyambut Aqila yang sudah berdiri di samping Hendi. Dava sudah tak bisa berkata-kata lagi, terlebih, Aqila memang berharap untuk menjadi peserta pertukaran pelajar tahun ini. Setiap tahun, di SMA Bintang memang melakukan kegiatan pertukaran pelajar khusus kelas 11 untuk menjalin hubungan baik dengan sekolah di luar. Hendi sedikitnya bersyukur bahwa Cia menolak pengajuan tersebut. Bagaimana jika Cia setuju, dan di sana dia membuat kekacauan. Akan menjadi masalah bagi nama sekolah, dan perwakilan Negara juga.
"I hope you are always as happy as you are now!" bisik Dava sambil tersenyum. Setidaknya, Aqila bahagia dengan pilihan nya sekarang, itu hanya 3 bulan. Ya benar, itu 3 bulan!
««««
To be Continue ....
***** Di hari saat setelah pembagian kelas, Kian tengah Berjalan di koridor menuju perpustakaan, dia berniat untuk mengembalikan buku yang dia pinjam sebelum libur sekolah kenaikan kelas kemarin. Ketika masuk, Kian bertemu seorang pria yang tampak sedang membereskan tumpukan buku. Dia adalah Deren, penjaga perpustakaan. Berusia 26 tahun, dan lulusan salah satu jurusan di Samsard University. Jurusan penelitian tentang buku. Deren bahkan sudah hampir membaca setiap jenis buku yang ada di perpustakaan itu."Selamat siang, Kak." sapa Kian ramah dan ceria seperti biasanya."Siang juga. Kian rajin sekali, baru hari pertama masuk sudah ke perpustakaan saja." Kian terkekeh pelan."Iya, Kak. Mau ngembaliin buku yang waktu itu di pinjem." Kian mengangkat dua buah buku berukuran sedang yang dia pegang. Kian meletakkan buku itu di atas meja, Deren segera mencatat nya. Setelah selesai, Kian berniat kembali ke kelas, tentunya kelas barunya di mana
*****"Sama Cia. Gevin juga." Dava membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ponsel berwarna hitam miliknya di tempelkan di telinga kiri.'Jangan terlalu ikut campur, Sayang. Kamu tau kan Cia itu gimana.'"Iya, gue tau kok. Tapi gue juga nggak tau apa jawaban Cia." ucapnya lagi. Saat ini, dia sedang menghubungi kekasihnya, Aqila. 'Yah semoga aja, mereka bisa cepet selesain masalahnya.' harap Aqila. Dava menghembuskan napasnya lelah, tidak tau harus berkata apa."Ngomong-ngomong, lagi ngapain?" Dava bangun dari baringnya, menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sama seperti biasanya, dia tampan, memiliki warna mata yang tidak umum di Indonesia. Dava pernah memakai softlens untuk menutupi warna asli matanya karena baginya terlalu mencolok, itu terjadi saat Dava masuk ke bangku SMP. Tapi setiap kali Dava memakai softlens, Cia selalu menatapnya tajam dan dingin lebih dari biasanya. Dava jadi ragu untuk memakainya lagi, apa menutupi warna mata aslinya ter
*****"Ok, gue duluan!" Dava melambaikan tangannya pada Iqbal sambil membawa sepeda motornya pergi meninggalkan sekolah, siang ini, seusai sekolah, Dava memutuskan untuk pulang lebih awal, Radith bilang ada yang ingin di bicarakan, jadi dia buru-buru untuk pulang. Di tengah jalan, Dava menghentikan laju motornya saat melihat mobil yang dia kenal tengah berhenti di bahu jalan, lampu mobil masih menyala, pertanda pemiliknya masih di dalam. Dava memutuskan berhenti di belakang mobil itu, lalu turun tanpa melepas helm miliknya. Dava mengetuk kaca mobil dengan pelan."Ci, Cia ..." panggilnya, gadis yang di dalam menoleh, membuka pintu dengan perlahan. Dava mundur beberapa langkah dan terkejut saat pintu terbuka, Cia langsung memeluk dirinya sambil menangis. Dava tentu saja tidak menyangka Cia langsung memeluknya dan menangis."Cia lo kenapa? Siapa yang bikin lo nangis?" Dava bertanya khawatir. Bukannya menjawab, Cia malah semakin menangis dalam
***** Gevin masih di posisi yang sama, duduk di samping tempat tidur sang Nenek. Padahal banyak yang memintanya untuk istirahat, tapi Gevin menolak. Pakaian yang dia pakai semalam masih sama, hingga pagi ini, Gevin tidak mau pergi ke sekolah dan betah duduk di samping Neneknya."Gue mau di sini aja! Jangan ganggu gue!" ucapan Gevin yang mendapat pelototoan dari Angga."Basi lo!" Angga kesal sekali dengan Gevin. "Emangnya lo mau nikah muda, pacar lo kan banyak!" sindir nya kesal. Gevin menatap sang Nenek yang baru saja tertidur. Semalam, setelah meminta maaf dan di maafkan, Sang Nenek berpesan.'Gevin, ingin sekali Nenek melihatmu menikah sebelum Nenek pergi.' tapi itu kan tidak mungkin. Gevin masih sekolah, terlebih dia mencintai Cia, apa Cia mau menikah dengannya, jika tidak, apa Gevin harus menikah dengan orang lain dulu, baru menceraikannya setelah itu kembali pada Cia. Tapi Gevin sudah berjanji akan berubah, jika dia melakuka
****** Rio menatap Gevin heran, cowok itu keluar sambil membawa handuk dan berjalan dengan santai sembari mengeringkan rambutnya. Empat orang lainnya yang tadi ada di sana sudah pulang, mereka bilang lain kali saja datang lagi, karena melihat mood Cia juga tampaknya tidak bagus. Siapa yang tidak tau jika mood Cia sedang buruk maka semua orang bisa kena getahnya. Mungkin hanya Gevin yang kebal dengan itu semua. Ya ada satu lagi, siapa lagi kalau bukan Dava."Lo baikkan sama Cia?" tanya Rio yang tau bahwa sebelumnya Cia bertengkar dengan Gevin."Iya. Thanks ya, udah cerita soal Cia waktu itu." Rio hanya mengedik acuh. Tak menyangka Cia akan memberikan kesempatan pada Gevin."Jangan nyakitin Cia ..." pesan Rio, "gue kasih tau sama lo ya." Rio melirik kamar Cia lalu berbisik pelan, "Cia kalo udah nyaman, bakalan manja minta ampun. Percaya deh sama gue!" Gevin tentu saja tidak percaya, tapi dia juga penasaran. Gimana sosok Cia yang manja. "Gue
****** Gevin membuka pintu ruangan Cia dan masuk tanpa ijin. Cia menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Gevin sudah biasa dengan itu, tapi sekarang Gevin juga sudah tau cara menenangkan nya."Di luar nggak ada yang gue kenal, sayang. Gue kan baru liat mereka." Gevin langsung memeluk Cia dari belakang, menenangkan gadis itu akan kemarahannya. Gevin melihat sekeliling, ruangan itu ternyata ruang kamar, dengan kasur king size dan sebuah lemari besar, juga meja kerja yang berada di sudut ruangan."Lepas gue mau ganti baju! Keluar sana!" Gevin tersenyum cerah."Mau dong liat lo ganti baju ... Bercanda! Sumpah bercanda!" Gevin segera tertawa melihat reaksi Cia. Cowok itu duduk di sofa yang berada di dekat pintu, lalu mengeluarkan ponselnya. "Gue main game sambil nungguin lo aja gimana?" Cia masih menatap Gevin tajam. Dia heran, kenapa bisa nyaman dengan orang semenyebalkan Gevin. Sungguh bodoh sekali. Gevin benar-benar serius bermai
***** Sore harinya, saat Cia tengah mengendarai mobilnya untuk pulang, ya lebih tepatnya dia ingin pergi ke CR, tiba-tiba saja ban mobilnya meledak dan Cia hampir kehilangan kendali, untungnya dia pembalap handal, jadilah dia berhasil selamat, walaupun dia merusak beberapa tanaman yang ada di trotoar jalan. Gadis itu keluar dan terkejut mendapati sebuah paku berukuran cukup besar tertancap di ban depan mobil miliknya. Beberapa Pejalan kaki, bahkan pengenadara motor yang lewat segera berkumpul dan melihat apa yang terjadi dan berniat membantu jika di perlukan."Bahaya banget!" Cia mengambil ponselnya untuk menghubungi Rio, tapi sebelum panggilan tersambung, Cia melihat mobil Gevin yang mendekat, Cia tak jadi menghubungi Rio. Gevin keluar dengan terburu-buru, tanpa menutup pintu mobilnya, dia mendekati Cia dan langsung memeluknya. Cia sendiri sampai terkejut."Are you ok?" tanya cowok itu penuh kekhawatiran."Ya, gue baik-baik aja kok."
*****"Ngapain hayooo!!" "Woaah!" Gevin terkejut bukan main saat seseorang berbicara tepat di belakang kepalanya. Cowok itupun menoleh dan lebih terkejut lagi karena orang yang berada di belakangnya itu adalah seorang cowok jangkung yang bahkan sedikit lebih tinggi darinya. Gevin itu tinggi, bagi anak seusia Gevin, karena cowok itu memiliki tinggi 180 cm. Sedangkan cowok yang tadi mengejutkannya itu lebih tinggi 5 atau 6 centi darinya."Ngapain ngintip-ngintip?" tanya cowok jangkung itu. Gevin melotot kesal."Lo ngapain sih ngagetin gue!" dengusnya kesal."Lo sendiri ngapain di sini, nggak gabung sama yang lain?" Cowok itu kini melihat ke arah orang-orang yang tadi Gevin perhatikan. "Ssst! Jangan ngurusin urusan orang. Dah sana lo pergi. Awas kalo lo ganggu gue lagi!" Gevin memutar kepalanya ingin melihat teman-temannya lagi."Woaaah!" teriakan Gevin lebih kencang dari yang tadi. Cowok itu bahkan sampai terjatuh t
****** Cia mengemasi barangnya dengan hati-hati. Wajahnya masih murung, Bu Dewi yang juga tengah membantu, tampak tersenyum, lalu menepuk bahunya pelan."Jangan terlalu di pikirkan, Mba. Sebaiknya Mba Cia mengikuti kata hati saja." Cia diam tanpa menjawab. Ferry juga sebenarnya sudah membebaskannya, tapi Cia masih ragu, bagaimaba kedepannya, dia sudah dua kali di sakiti dengan hal yang sama, apa dia akan merasakan yang ketiga, keempat, kelima bahkan seterusnya?"Mama, nanti pulang Nuca mau beli kucing." Cia terkejut sekaligus bingung."Kucing?" Bu Dewi justru tertawa."Kemarin saat jalan-jalan, saya dan Mas Nuca lihat kucing di pet shop. Lucu sekali, Mas Nuca katanya mau minta sama Mba Cia." Cia mendekati Nuca dan berjongkok di depannya."Iya, Mama janji nanti pulang kita beli kucing ya.""Yeeey, Mama yang terbaik." Nuca mencium pipi Cia dan memeluknya. Entah kenapa, melihat Nuca bahagia dan tertawa saja membuat Cia ikut merasakannya.*****