Home / Romansa / (Bukan) Gadis Matre sang Juragan / 3. Hidup Dalam Tekanan.

Share

3. Hidup Dalam Tekanan.

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2024-12-18 17:28:55

Nia menyeka peluh dengan handuk kecil sebelum meneguk air dingin dengan rakus, langsung dari kemasannya. Rasa dahaganya seketika hilang seiring tubuhnya yang terduduk kelelahan di lantai. Harus mengosongkan rumah dalam waktu tiga hari, sungguh menguras energinya. Padahal ia sudah dibantu oleh Yuyun, Mang Kosim, dan juga Oma Wardah. Yuyun adalah asisten rumah tangga ibunya, Mang Kosim sopir, dan Oma Wardah adalah pemilik panti asuhan Cinta Kasih. Ibunya yang sebatang kara dulu tinggal di panti asuhan Cinta Kasih milik Oma Wardah ini.

"Mbak Nia, kata bapak-bapak pemulung di depan, majalah-majalah dan koran-koran bekasnya ikut dibuang tidak? Kalau iya, mau mereka angkut sekalian katanya," Yuyun muncul dari teras.

"Tidak, Yun. Majalah dan koran-koran itu kesayangan Ibu," Nia menggeleng.

"Lha, kalau tidak diambil, nanti rumah ini tidak bersih, dong. Bukannya Mbak Nia bilang kita harus mengosongkan sekaligus membersihkan rumah ini sampai kilat?" ujar Yuyun bingung.

"Nanti saya akan menitipkan majalah-majalah dan koran ini pada rekan mengajar saya. Begitu juga dengan foto-foto Ibu dan barang-barang kesayangan Ibu lainnya. Setelah pulang mengajar, mereka akan ke sini membawa mobil pickup," terang Nia.

"Oh, baiklah kalau begitu. Saya dan Mang Kosim lanjut bersih-bersih rumah dulu ya, Mbak." Yuyun kembali melanjutkan pekerjaannya. Remaja putri yang sudah lima tahun menjadi asisten rumah tangga ibunya itu memang sangat rajin dan cekatan.

"Apa yang kamu lakukan memang sudah benar, Nia," sela Oma Wardah yang mengikuti percakapan antara Nia dan Yuyun.

"Majalah dan koran-koran itu memuat artikel tentang ibumu. Ibumu mengoleksi semuanya sejak di panti dulu," Oma Wardah memandang langit-langit ruangan. Rasanya baru kemarin ia melihat Sahila melompat-lompat kegirangan karena masuk surat kabar. Rupanya 40 tahun telah berlalu.

"Ceritakan lebih banyak tentang masa lalu Ibu, Oma. Saya ingin tahu. Dulu Ibu selalu marah kalau saya ingin tahu tentang masa kecilnya," Nia mendekati sang Oma yang duduk di kursi plastik. Nia kemudian duduk di lantai dan menyandarkan lengannya di sisi kursi.

"Ibumu itu primadona panti, paling cantik dan paling disayang se-panti. Ibumu sangat menyukai keindahan dan kemewahan. Ketika suatu hari seorang pencari bakat menemukan ibumu di panti, sejak itu ibumu tidak pernah berhenti bekerja. Cita-cita ibumu hanya satu: menjadi orang kaya."

Baru saja bercerita, Yuyun masuk sambil berlari kencang.

"Mbak Nia, cepat sembunyi! Para penagih hutang datang lagi." Secepat Yuyun datang, secepat itu juga ia berlalu. Nia tahu, Yuyunlah yang akan menghadapi para debt collector seperti biasanya. Anak remaja itu sungguh pemberani. 

"Ayo, Oma, kita sembunyi di kamar saja." Dengan tangan gemetar, Nia membimbing Oma Wardah yang sudah sepuh ke dalam kamar. Jantung Nia berdetak kencang saat mendengar para debt colletor itu membentak-bentak Yuyun.

"Majikanmu mau melarikan diri ya, makanya rumah ini sekarang kosong? Panggil majikanmu keluar! Bayar segera hutang-hutang ibunya!" Tangan Nia tidak henti bergetar mendengar suara-suara dengan nada tinggi di depan. 

"Majikan saya tidak ada di rumah, Pak. Orangnya lagi kerja. Lagi pula yang meminjam uang 'kan Bu Sahila, ya Bapak menagihnya pada Bu Sahila. Masa pada Mbak Nia. Mbak Nia kan tidak tahu apa-apa."

"Diam kamu! Bu Sahila sudah mati. Bagaimana kami menagihnya? Lagi pula anak majikanmu juga ikut menikmati uang pinjaman itu bukan? Sekarang beritahu saya di mana majikanmu atau saya patahkan batang lehermu!"

"Astaghfirullahaladzim," ucap Nia kaget. Ia harus menyelamatkan Yuyun. Biarlah dirinya sendiri saja yang akan menghadapi debt collector itu. 

"Mau ke mana kamu, Nia? Sini!" panggil Oma Wardah melambaikan tangannya. 

"Mau ke depan, Oma. Saya kasihan melihat Yuyun dibentak-bentak."

"Jangan, Di! Biar saja Yuyun yang menghadapi mereka. Yuyun itu cuma pembantu di sini. Mereka tidak akan bisa memaksa Yuyun. Tapi kalau kamu, beda. Kamu itu anak Sahila. Sudah, biarkan saja. Lagi pula Yuyun itu pinter dan pemberani. Kita tetap sembunyi saja sampai mereka pergi."

PRANG!

"Astaghfirullahaladzim! A--apa lagi itu, Oma?" Nia kembali kaget saat mendengar suara barang-barang yang dibanting. Ia benar-benar ketakutan sekarang.

"Pak, kami ini cuma pemulung. Kami tidak tahu apa-apa. Kami mohon, jangan merusak barang-barang kami!"

PRANG! 

"Kalau kami mau merusaknya, kalian mau apa hah? Barang-barang yang kalian ambil, seharusnya menjadi milik kami. Karena pemiliknya berhutang kepada boss kami!"

"Kalau kalian menghalang-halangi, akan kami hancurkan kalian semua seperti barang-barang ini!" Nia memejamkan mata saat mendengar suara barang-barang yang dibanting. 

"Sebaiknya kita ke sekolah tempatnya mengajar saja, Jose. Kita bikin ribut besar di sana. Pasti nanti dia keluar juga. Baru kita serahkan dia kepada boss!" 

"Kalian jangan ke sekolah, Mbak Nia. Mbak Nia tidak salah apa-apa. Jangan hancurkan nama baiknya!"

Suara Mang Kosim!

"Dasar tua bangka sialan. Jangan ikut campur!" 

"Jangan sakiti, Mang Kosim. Tolong! Tolong! Ada rampok!" 

Teriakan Yuyun. 

"Ya Allah, lindungilah kami semua." Nia dan Oma Wardah saling berpegangan tangan ketakutan. Suasana semakin mencekam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dedec Ijo
gua suka novel ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   102. Akhir Bahagia (End)

    Nia tersenyum haru. Bayu sudah lulus ujian. Selama bulan-bulan terakhir ini, ia memang sengaja memperlakukan Bayu dengan buruk. Ia memberi Bayu begitu banyak tekanan dan juga sikap yang tidak menyenangkan. Ia kira, pada akhirnya kira Bayu akan menyerah dan meninggalkannya. Ternyata Bayu pantang menyerah dan sabar menghadapinya. "Saya juga mencintaimu kok, Yu. Hanya saja saya memilih mencintaimu dalam diam, dalam kesendirian dan dalam mimpi." Nia akhirnya membuka isi hatinya. Bayu terhenyak. Ia bengong sesaat karena mengira pendengarannya bermasalah. "Kamu bilang apa, Nia? Coba u... ulangi." Bayu membersihkan kedua telinganya dengan jari telunjuk. Ia ingin mendengar pengakuan cinta Nia dengan sejelas-jelasnya. Nia pun dengan senang hati mengulangi pernyataan cintanya. "Kenapa harus begitu, Nia?" tanya Bayu dengan suara parau. Keromantisan Nia dan Bayu membuat ruang bersalin hening sejenak. Dokter Widya membuat gerakan menggeleng pelan, saat perawat ingin memindahkan Nia ke ruang pe

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   101. Lahirnya Baskara Ilmani.

    Dua Bulan Kemudian - Rumah SakitBayu berlari menyusuri lorong rumah sakit, jantungnya berdegup kencang. Kedua orang tuanya, Bu Sekar dan Pak Jafar, mengikuti di belakangnya dengan wajah cemas. Pak Suhardi sudah menunggu mereka di depan ruang bersalin, wajahnya diliputi kekhawatiran."Bagaimana Nia, Pak?" Bayu bertanya dengan napas tersengal. Ia mengoper pekerjaan di Jakarta pada Wahyu di Jakarta langsung ke Cisarua. "Masih berjuang, Nak. Sudah hampir lima jam." Suara Pak Suhardi terdengar bergetar. Hatinya juga sangat risau.Sekonyong-konyong terdengar suara jeritan tertahan dari ruang bersalin, berikut instruksi-intruksi dari dokter. Bayu mengenali jeritan kesakitan menyayat hati itu. Suara Nia! Bayu mengepalkan tangan, matanya mulai memanas. "Apa saya boleh masuk ke dalam, Pak ?" tanya Bayu khawatir. "Walau kami sudah bercerai, tapi anak yang akan Nia lahirkan adalah darah daging saya. Tolong, beri saya kesempatan untuk mendampingi Nia, Pak." Bayu meminta izin Pak Suhardi."Perg

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   100. Aku Akan Menujumu.

    Nia duduk di sofa faviliun dengan ekspresi tenang, meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tahu pertemuan ini tidak akan mudah. Dan benar saja, ketika Bayu dan kedua orang tuanya memasuki ruangan, tatapan Bu Sekar langsung tertuju pada perutnya yang membukit.Bu Sekar menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya langsung berkaca-kaca. Ia pun segera menghampiri Nia di sofa dan duduk di sampingnya."Ya Tuhan…" bisiknya dengan suara bergetar. "Aku benar-benar akan menjadi seorang nenek," bisik Bu Sekar penuh perasaan.Pak Jafar yang berdiri di samping Bu Sekar menghela napas panjang. Ia ikut terharu akan menjadi seorang kakek. Selain itu, ia sangat lega. Karena setelah ditemukannya Nia, Bayu jadi kembali bersemangat. Hidupnya menjadi lebih terarah. Bayu sendiri walau diam, tapi sorot matanya penuh rasa haru. Sejak masuk ke dalam faviliun, pandangannya tidak pernah lepas dari wajah Nia. Sinar cinta tidak bisa disembunyikan dari tatapan matanya.Bu Sekar meraih tangan

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   99. Rekonsiliasi.

    Nia duduk di sofa faviliun dengan ekspresi tenang, meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tahu pertemuan ini tidak akan mudah. Dan benar saja, ketika Bayu dan kedua orang tuanya memasuki ruangan, tatapan Bu Sekar langsung tertuju pada perutnya yang membukit.Bu Sekar menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya langsung berkaca-kaca. Ia pun segera menghampiri Nia di sofa dan duduk di sampingnya."Ya Tuhan…" bisiknya dengan suara bergetar. "Aku benar-benar akan menjadi seorang nenek," bisik Bu Sekar penuh perasaan.Pak Jafar yang berdiri di samping Bu Sekar menghela napas panjang. Ia ikut terharu akan menjadi seorang kakek. Selain itu, ia sangat lega. Karena setelah ditemukannya Nia, Bayu jadi kembali bersemangat. Hidupnya menjadi lebih terarah. Bayu sendiri walau diam, tapi sorot matanya penuh rasa haru. Sejak masuk ke dalam faviliun, pandangannya tidak pernah lepas dari wajah Nia. Sinar cinta tidak bisa disembunyikan dari tatapan matanya.Bu Sekar meraih tangan

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   98. Belajar Ikhlas.

    Sebenarnya ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Nia, tetapi suaranya terhenti di tenggorokan.Nia tetap berdiri di sana, tersenyum tipis, tanpa dendam atau amarah. Ia sudah mengikhlaskan semuanya."Sudah ya, saya harus ke kantor guru. Setelah beristirahat sebentar saya harus mengajar kembali," kata Mia, menjauh. Elusan tangan Bayu pun terlepas."Baiklah. Bisakah kita bertemu lagi? Ada banyak hal yang ingin saya bicarakan," pinta Bayu penuh harap."Bisa saja. Tapi harus disesuaikan dengan jadwal saya," jawab Nia setelah menimbang-nimbang sesaat."Kalau begitu, bolehkah saya meminta nomor ponselmu yang baru? Saya membutuhkannya untuk mengatur jadwal denganmu.""Kamu telepon saja Ayah. Nanti Ayah pasti akan menyampaikan pesanmu."Nia menolak memberikan nomor ponselnya."Satu pertanyaan lagi, Nia. Apakah kamu membenci saya?" tanya Bayu harap-harap cemas.Nia mengerutkan kening sesaat sebelum menggeleng mantap. "Tidak."Alhamdulillah."Tepatnya, saya tidak memiliki perasaan apa pun l

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   97. Pertemuan.

    Di sebuah sekolah dasar swasta, Budi Pekerti, anak-anak berseragam merah putih duduk dengan tertib. Mereka tengah menunggu kedatangan guru Bahasa Inggris yang sangat mereka sukai.Beberapa saat kemudian, guru yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Dengan senyum manis, guru favorit anak-anak kelas dua itu masuk dengan sebuah buku panduan di tangannya."Good morning, class," Nia menyapa murid-muridnya. Sudah empat bulan ini, ia mengajar Bahasa Inggris di sekolah Budi Pekerti."Good morning, Mrs. Nia," murid-murid menjawab serempak."Oke. Today, we are going to learn new words. Does anyone know what 'apple' means in Indonesian?" tanya Nia kepada murid-muridnya.Fuji—salah satu muridnya—mengangkat tangan."Yes, Mrs! 'Apple' is 'apel' in Indonesian," jawabnya dengan yakin."Very good, Fuji! Now, repeat after me. Apple.""Apple," seluruh kelas mengikuti.Bayu berdiri diam di luar kelas. Matanya tak berkedip menatap Nia—mantan istrinya—yang sedang mengajar. Ia tidak menyangka bahwa tempa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status