Akhirnya sampai juga di pantai. Kemilau merasa itu adalah sepuluh menit terlama dalam hidupnya. Apalagi saat Radin tiba-tiba melontarkan pertanyaan aneh seperti tadi. Mila sama sekali tidak bisa menjawab. Yang ada dia mematung karena tidak menduga Radin akan bertanya demikian. Untungnya laki-laki itu kembali bisa mencairkan suasana.Keduanya langsung menghampiri salah satu tenda kecil yang ada di bibir pantai. Dimana sudah ada Amar dan istrinya di sana, yang sedang duduk di atas kursi santai yang terlihat begitu nyaman."Oma, Opa." Kemilau menyapa duluan. Radinka sudah melepaskan tangannya."Milaaaaa, kamu cantik sekali, Sayang." Pratiwi menyambut cipika cipiki dari gadis belia itu. "Terima kasih, Oma." Mila tersenyum lembut.Radinka juga menyapa Amar dan duduk di sebelahnya. Kini dia dan Mila bagaikan berbagi tugas untuk menemani pasangan suami istri itu."Pak Radin dan Ibu Mila sudah sarapan?" tanya Amar."Sudah, Pak. Sebelum ke sini tadi. Bapak dan Ibu ... ke sini sendiri, atau ba
Kemilau terpana melihat kedua tangan Radinka yang terbentang di hadapannya. Berdamai? Apakah semua orang kaya akan melupakan semua perbuatan mereka dengan mudah? Atau apa karena Mila masih begitu muda sehingga pria ini mengira dia akan gampang dikelabui?Lalu tadi laki-laki itu juga memintanya untuk menjadi dirinya sendiri. Selama di Bali. Lalu, setelah pulang ke Jakarta apa dia diwajibkan akan menjadi babu lagi? Apa dia akan kembali disiksa dan dianiaya? Namun Mila sadar benar kalau mereka masih harus sandiwara. Keluarga Amar pasti sedang memperhatikan mereka. Perempuan itupun maju selangkah, sehingga semakin dekat dengan Radinka. Dia menatap wajah tampan itu dengan lekat."Tuan, saya sangat sadar kalau kita sedang bersandiwara. Tapi bisakah kita melakukan yang sewajarnya saja? Terus terang ... saya tidak nyaman dengan sikap Tuan yang seperti ini."Radinka terkejut mendengarnya? Jelas. Tangannya otomatis turun dengan perlahan. "Sampai kapanpun, kita tidak mungkin bisa berdamai. Ma
Sesampainya di vila, Radinka langsung masuk ke kamar tanpa berkata apa-apa. Ah, memang sejak kemarin juga seperti itu bukan? Dia selalu membiarkan Kemilau yang menutup pintu. Sekarangpun demikian, laki-laki itu tidak ingin ambil pusing. Kemilau sendiri tidak tau harus berbuat apa. Ingin senang atau bagaimana, dia bingung berat. Secara masih ada hari esok yang harus mereka lalui. Jika Radinka malah benar-benar mengabaikannya, lantas apa gunanya dia di sini? Tapi ya sudahlah. Toh ini adalah permintaan Kemilau bukan? Maka dengan ringan hati dia melangkah ke dalam kamarnya sendiri. Mandi, lalu memakai piyamanya yang lain. Setelah itu dia berniat untuk mengambil pakaian dari luar. Sudah malam, takut kembali lembab.Saat memeriksa ulang pakaiannya, Kemilau baru menyadari kalau pakaian dalam yang disebutkan Radinka tadi pagi tidak ada di sana. Bukankah tadi laki-laki itu bilang sudah memungutnya? Lalu ke mana perginya? Apa … Radinka … tidak mengembalikannya ke jemuran?Oh God!Kemilau cepa
“Saya tau tempat dimana kamu nggak akan bisa kabur-kaburan lagi.” Radin dengan cepat mengangkat perempuan itu seperti mengangkut karung goni di punggungnya. Dia sangat kesal ketika Mila selalu berusaha terlihat tegar, terlihat kuat, terlihat tidak apa-apa, padahal jelas-jelas dia sedang terluka dan mungkin masih merasa takut atas kejadian yang dia alami barusan. Radinka sungguh sangat membenci itu. Sekarang dia masuk ke dalam kamarnya lalu keluar lagi menuju kolam renang. Dia tau Kemilau tidak akan bisa berkutik kalau sedang berada di dalam air. “Tuan! Tuan! Please jangan!” Kemilau langsung sadar kalau dia akan kembali diceburkan ke dalam air. Tangannya meronta-ronta memukul punggung Radin dengan kencang. Air matanya bertaburan lantaran takut. Oh God, kenapa dia bisa hidup bersama iblis sebejat ini?Rupanya Radin tidak berniat untuk menceburkan Mila sendirian. Laki-laki itu justru menuruni tangga dan masuk ke dalam kolam tanpa menghiraukan tangisan istrinya. Dia berjalan sampai jauh
Kalau biasanya Mila tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mandi, sekarang rasanya berbeda. Sudah setengah jam dia berendam di dalam bath tub, namun rasanya tak kunjung cukup. Mungkin air hangat di dalam tub sudah berubah menjadi dingin lantaran dia terlalu lama berada di sana. Tapi mau bagaimana lagi? Dia benar-benar tidak menyangka akan kecolongan seperti ini. Rasa malu mendominasi semua perasaan yang kini berkecamuk di dalam dada. Itu adalah ciuman pertamanya. Ternyata begitu rasanya, arrghh! Dia masih bisa merasakan bagaimana bibir Radinka yang kenyal, hangat dan basah itu meng-cover seluruh permukaan bibirnya. Meraupnya dengan sempurna sampai tak bersisa sedikitpun. Membuat gerakan menyesap dan menyedot yang menyebabkan sekujur tubuh Mila kembali merinding bahkan hanya dengan mengingatnya. Kedua tangannya juga refleks menutup wajah lantaran malu. Seolah-olah Radinka masih ada di hadapannya. Jika bisa dibilang, mungkin Kemilau adalah orang terbodoh di dunia. Bisa-bisanya pertah
Melodi serta lirik lagu itu menenggelamkan Kemilau dalam sebuah rasa sentimental yang sudah lama tidak pernah singgah di dalam benaknya. Dulu, dia pernah menyukai lagu ini dan membayangkan bagaimana rasanya merindukan seseorang hingga menusuk ke dalam tulang. Ketika kita sedang sendiri dan tersiksa oleh hasrat ingin bertemu seseorang walau malam sudah begitu larut. Semuanya hanya karena dia yang kita rindukan selalu menggangu pikiran dan sanubari. Jantungnya bagai diremas tangan-tangan tak kasat mata.Lalu, kenapa Radinka mendengar lagu ini? Bukankah dia adalah monster kejam yang mustahil tertarik dengan karya musik melankolis yang seperti ini? Karena rasa penasarannya, Kemilau berniat untuk menoleh ke samping. Dan setelah itu dia langsung menyesal. Ternyata Radinka sudah melakukannya lebih dulu dan entah sejak menit ke berapa sejak earpod ini menempel di telinganya. Laki-laki yang duduk sambil menopang tubuhnya dengan dua tangan di belakang itu menatapnya dengan begitu dalam … dan
Radinka terkesiap saat Mila berjinjit hanya untuk meraih kembali bibirnya yang sudah sempat terlepas. Jantungnya melonjak seperti tiba-tiba disetrum. What? Apa dia sedang bermimpi? Ini nyata ‘kan? Mila memeluk lehernya dan berganti menyesap bibirnya pelan. Oh Tuhan … kini seluruh tubuh Radin merinding sampai ke ubun-ubun. Efeknya teramat dahsyat! Padahal ini bukanlah ciuman pertamanya, tapi berhasil membuat darahnya kocar-kacir. Yang tadinya sempat terdiam lantaran syok, kini Radinka kembali tersadar dan menemani Mila dalam ciuman lembut mereka. Tangan laki-laki itu mulai merangkak naik ke punggung dan memeluk Mila dengan erat. Kedua mata istrinya yang terpejam menunjukkan betapa Mila juga menikmati ciuman mereka. Oh, indah sekali rasanya. Entah apa artinya ini, tapi Radinka sungguh berbunga-bunga. Satu menit berlalu, akhirnya Mila melepaskan bibirnya. Kedua tumit sepatunya kembali menapak pasir, namun dia masih merangkul leher Radinka. Sekarang perempuan itu menyandarkan kening di
Kemilau mematut dirinya di depan cermin. Mengigit bibir karena rasa tidak percaya diri yang kini menghampiri. Sial sekali. Ternyata hukuman yang Radinka maksud adalah menemaninya berenang dengan hanya memakai pakaian dalam saja. Dan itu adalah perintah yang tidak bisa dia bantah. Radinka benar-benar diktator. Huft … walaupun ini bukan kali pertama dia hanya memakain dalaman di hadapan laki-laki itu, rasanya sangat canggung. Karena Radin meminta hal tersebut secara terang-terangan.Sepasang sport bra dan panties berwarna hitam, dari brand CK menjadi pilihan Mila. Entahlah ini seksi atau tidak, yang jelas dia merasa tidak ada bedanya dengan benar-benar naked. Apalagi kalau nanti masuk ke dalam air dan membuat kain itu basah, lalu mencetak semua isinya dengan jelas. Oh tidakkkk!Byurrrr! Terdengar suara Radinka yang sudah menceburkan diri ke dalam air. Mila semakin galau dan terdesak. Kalau tidak keluar secara baik-baik, pria itu pasti akan menyeretnya keluar. Arrrghhhhhhhh!!!! Dia meng