Share

Kesedihan Ara

Ara melangkahkan kakinya masuk kedalam minimarket, tangannya yang lincah mulai memasukkan beberapa bahan kebutuhan untuk sebulan. Saat akan membayar, Ara berpapasan dengan seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya. Ara tak ingin berlama-lama, dia segera membayar barang belanjaan nya dan pergi. 

"Ara, tunggu!" lelaki itu berlari mengejar Ara. 

Ara dengan secepatnya naik ke mobil, lelaki itu mengetuk kaca mobil, dia terus memohon agar Ara mau mendengarkan nya. 

Didalam mobil, Ara memukul stir mobil dengan geram. Airmata lolos begitu saja di pipinya, ingatan masa lalu benar-benar menyakitkan hatinya. 

'Maafkan aku, Ara. Aku tak bisa melanjutkan pernikahan ini, aku tak mungkin menikahi wanita malam seperti mu,' ucap lelaki itu. 

"Kenapa dia kembali? Disaat aku sudah melupakan nya, dia kembali lagi. Apa belum puas dia mengacaukan hidupku?!" teriak Ara dengan frustasi. 

********

Intan keluar dari kamarnya, setelah dia memastikan Riska sudah tidur. Dia menghampiri Bundanya yang tengah menyiapkan makanan untuk tahlilan nanti malam. Saat Intan ingin melangkah, dia dikejurkan dengan panggilan seseorang. 

"Intan!" panggil seorang wanita cantik. 

Intan tersenyum, dan menghampiri wanita itu. Kasih-- Sahabat Intan saat bekerja di kota lain. Intan mempersilahkan Kasih untuk masuk. 

"Jadi, lu udah dapat kerja disini?" tanya Kasih. 

"Ya, sebenarnya hari ini aku mulai bekerja, tapi karena aku mendapatkan kabar tentang kematian kak Ika, aku terpaksa mengambil cuti dihari pertama aku kerja," ungkap Intan. 

"Kau kesini bersama siapa, Kas?" tanya Intan. Dia celingukan mencari orang yang mengantarkan Kasih. Intan yakin, Kasih tak akan mampu untuk menyetir sendiri. 

"Aku bersama sepupuku. Dia sedang pergi karena ada urusan penting," ujar Kasih. 

"Sepupumu? Mas Irwan?" tanya Intan. 

"Iya."

"Intan, apa kau yakin tidak mau memperjuangkan hakmu. Semua yang terjadi bukanlah kesalahan mu. Rita yang lebih dulu memulai semuanya," ujar Kasih. 

"Aku sudah melupakan semuanya, Kas. Biarkan saja! Lagipula, aku bahagia tinggal disini. Ya, walaupun awal-awal terasa sangat sulit dalam hal mencari pekerjaan, tapi sekarang aku sudah melewati semuanya, kan?" ujar Intan. 

Kasih hanya menganggukkan kepalanya. Tapi, jauh di lubuk di hatinya, dia sangat merindukan sosok sahabat nya itu. Bagi Kasih, Intan adalah sosok perempuan yang tegas tapi juga lemah lembut. 

******

Setelah mendapatkan telpon penting, Ihsan memutuskan untuk keluar, karena ada pertemuan penting. Saat menuruni anak tangga, Ihsan melihat Sari yang kesulitan saat menyapu. Saat diperhatikan, Ihsan melihat tangan Sari yang diperban. 

"Sari! Kenapa tanganmu diperban?" tanya Ihsan dari kejauhan. 

"Hm, terkena pisau, Pak. Tadi malam, Sari berniat membunuh tikus, tapi malah tangan Sari yang kena," ujar Sari. 

"Tikus? Kau sudah minta tolong Kang Dadang untuk mengusir tikus itu?" tanya Ihsan. 

"Mengapa tidak kau saja yang mengusir tikus itu, Mas?" tanya Aida dengan tatapan tajam. 

Ihsan memberikan isyarat pada Sari untuk pergi, "Kamu apa-apaan, sih! Datang-datang bicara seperti itu?" tanya Ihsan dengan nada kesal. 

"Loh, kenapa kau sewot, Mas? Aku benar, kan? Jika, kau sangat mengkhawatirkan Sari, kenapa tidak kau saja yang membantu nya mengusir tikus itu?" Aida menatap Ihsan dengan tatapan mengejek. 

Ihsan memilih meninggalkan Aida. Sementara Aida, dia pergi kedapur dan segera menarik rambut Sari yang lumayan panjang. 

"Jika, sekali lagi aku melihatmu berusaha mendekati suamiku, maka akan aku pastikan kau akan hancur, Sari! Camkan itu baik-baik!"

Aida mendorong Sari, hingga gadis itu terhuyung kedepan. Beruntung Sari bisa berpegangan dengan wastafel, jika tidak maka kepalanya akan membentur dinding wastafel. 

******

Ara telah sampai di rumahnya, saat ini dia tengah berada didalam kamarnya. Ingatannya jauh melayang kebelakang, mengingat kejadian dua tahun yang lalu. Ara menghapus air mata nya dengan kasar. 

"Kenapa dia harus kembali? Kenapa?! Dengan susah payah aku melupakan nya, tapi nyatanya dia hadir kembali dalam hidupku." lirih Ara. 

Tok ... Tok ... Tok ... 

"Ara, Sayang. Kau baik-baik saja, Nak?" tanya Bu Eni. 

Ara menghapus air matanya, dia tak ingin mamanya tau tentang hal ini. Ara membuka pintu dan tersenyum pada Bu Eni. 

"Apa kau baik-baik saja, Nak?" tanya Bu Eni memastikan. 

"Iya, Ma. Ara baik-baik saja, kok. Ara cuma kecapekan aja, jadi pengen istirahat aja. Tadi, di minimarket antriannya full ma. Jadi, Ara capek nungguin deh," Ara berusaha menutupi kesedihan nya itu dari sang mama. 

"Mama pikir sesuatu sudah terjadi. Karena, tidak biasanya kamu langsung masuk kekamar," ujar Bu Eni. 

"Aku baik-baik saja, Ma. Mama jangan khawatir, ya. Lebih baik, sekarang mama istirahat. Mama harus ingat selalu pesan dokter. Mama harus banyak istirahat. Ara cuma punya Mama dan Mas Ihsan didunia ini, Ara sudah kehilangan Papa, Ara tidak mau kehilangan mama ataupun kak Ihsan. 

"Hanya kalian berdua lah, alasan Ara untuk tetap tersenyum," lirih Ara. 

"Mama akan selalu ada untuk Ara, Mas Ihsan juga. Ara jangan pernah merasa sendiri ya, Nak. Jika Ara punya masalah, cerita sama mama, kalau kau tidak mau cerita sama mama, kau bisa cerita sama kakakmu, Nak."

Ara tersenyum kearah mamanya, kemudian dia memeluk sang mama dengan erat. Ingin rasanya dia menceritakan segalanya, tapi mengingat kondisi mamanya yang baru sembuh, membuat Ara mengurungkan niatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status