Share

Kematian Ika

"Kenapa cuma segini, Mas? Biasanya kau memberiku lebih dari 10 juta setiap bulannya, kenapa sekarang hanya tinggal 5 juta. Oh, aku tau. Pasti kau memberikan nya pada Mama dan adik mu itu. Iya, hah?! Jawab aku mas!" Aida menatap Ihsan dengan tatapan nyalang. 

"Kalau memang iya, kau mau apa? Bersyukurlah, karena aku masih memberikan mu nafkah bulan ini. Mengingat, perlakuanmu pada keluarga ku, jangankan untuk memberimu nafkah. Melihat wajahmu saja aku tak sudi," ujar Ihsan. Sungguh, ia tak mampu menahan kekesalannya pada Aida hari ini. 

"Oh, melihat wajahku kau tak sudi. Jika begitu ceraikan aku!" ucap Aida lantang. 

Ihsan terdiam beberapa saat, kemudian dia menghela napas, "Aku tidak akan pernah menceraikan mu, karena bagiku pernikahan hanyalah satu kali dalam seumur hidup. Entah bagimu,"

Ihsan memilih pergi, karena tak ingin memperpanjang masalah. Ihsan masuk ke ruang kerjanya, dia memeriksa email laporan keuangan bulan ini. 

*******

Bu Irma dan Pak Ridho berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit, karena mereka mendapatkan kabar, bahwa Ika istri Ridwan meninggal saat melahirkan. Ika yang telah kehabisan darah, menghembuskan napas terakhirnya bersama sang putri yang baru dilahirkan nya. 

"Kamu yang sabar, Wan. Semuanya sudah menjadi takdir dari Yang Maha Kuasa. Kau harus kuat. Riska masih membutuhkanmu," ujar Pak Ridho. 

Riska-- putri pertama Ridwan dan Ika. Usia Riska saat ini adalah 8 tahun. Saat ini, Riska berada dirumah neneknya di Surabaya.

"Terimakasih, Kak." lirih Ridwan dengan nada parau nya. 

Pak Ridho segera membantu mengurus kepulangan jenazah adik iparnya itu. Tak membutuhkan proses yang lama, dia langsung bisa membawa jenazah adik ipar dan keponakannya pulang. 

Sesampainya, dirumah duka, begitu banyak orang yang melayat. Orang tau Ika juga telah sampai. Riska, menangis meraung-raung didekat jenazah ibunya. Bu Irma yang tak tega, mengambil Riska dan menenangkannya. 

*****

Intan merasa sangat sedih saat mendengar kematian tantenya itu, dia mencoba berbicara dengan Bu Yanti untuk memberikan nya ijin pulang lebih cepat, dan ternyata Bu Yanti mengijinkannya. 

Intan segera pulang, saat sampai dirumah dia melihat orang-orang mulai berdatangan memenuhi rumahnya. Intan melihat Riska yang masih menangis di gendongan Bundanya mencoba mengambil alih. 

"Mengapa semua ini bisa terjadi, Bun?" tanya Intan. 

"Bunda juga tidak tahu, Nak. Om mu hanya memberikan kabar tentang kematian Tantemu tanpa mengatakan apapun." ujar Bu Irma. 

Jenazah Ika dan bayinya sudah selesai dimandikan, kini mereka mengantarkan Ika dan bayinya ketempat peristirahatan terakhir mereka. Pemakaman berjalan dengan begitu khidmat. Ridwan, tak henti-hentinya menangis, terlebih disaat ia mulai melantunkan adzan di pusara istrinya. 

*****

Bu Eni mengunjungi makam suaminya bersama dengan Ara, Bu Eni mengusap lembut batu nisan yang bertuliskan nama laki-laki yang telah mendampinginya selama bertahun-tahun itu. Setetes air mata terjatuh dari pelupuk matanya. 

"Ma, jangan menangis. Mama sudah janji pada Ara, kalau mama tak akan menangis lagi," ujar Ara. 

"Maafkan mama, sayang. mama terlalu naif, sampai hari ini mama belum bisa melupakan papamu. Begitu banyak kenangan tentangnya yang sulit mama lupakan," lirih nya. 

"Ma, Papa pasti tidak akan senang melihat mama seperti ini. Mama masih punya aku dan Mas Ihsan. Kami berdua akan selalu ada untuk mama," ujar Ara

Bu Eni mengangguk. Setelah memberikan bunga, mereka memutuskan untuk pergi. Saat ditengah perjalanan, Ara mengutarakan niatnya untuk kembali masuk kerja, mengingat dia sudah lama cuti karena mamanya sedang sakit. 

"Tak apa, Nak. Kau jangan mengkhawatirkan mama. Mama bisa menjaga diri mama baik," ujar Bu Eni. 

"Tidak bisa, Ma. Aku tidak akan merasa tenang, kalau meninggalkan mama seorang diri dirumah. Mama ikut aku kerja aja ya, Ma." Ara berharap mamanya bersedia untuk ikut. Tapi, seperti biasa, Bu Eni akan menolak keinginan putrinya itu. 

"Tidak, Nak. Nanti kau tak akan fokus dengan pekerjaanmu, jika Mama ada disana. Baiklah, agar kau tak merasa khawatir, nanti mama minta tolong Bi Siti untuk menemani mama, Bagaimana?" 

Ara langsung setuju. Bi Siti adalah buruh cuci yang tinggal di sekitar tempat mereka. biasanya Bi Siti akan datang pukul 8 dan pulang saat sudah mencucikan pakaian mereka. 

Ara melajukan kendaraan dengan pelan, mengingat di dalam mobil ada mamanya yang baru saja sembuh. Bu Eni mengedarkan pandangannya, dan jatuh tepat pada seorang gadis yang tengah berusaha mendiamkan anaknya. Gadis itu tak lain adalah Intan. Dia sedang berusaha menenangkan Riska yang tengah menangisi kepergian Ibunya.

"Ma!" panggil Ara. 

"Iya, Nak."

"Ara mau pergi ke minimarket, untuk belanja bulanan. Mama mau ikut, atau mama nungguin dirumah aja," tawar Ara. 

"Mama, dirumah aja. Mama ingin istirahat saja, Nak."

"Baiklah, Ma."

Ara kembali melanjutkan mobil nya menuju rumahnya. Setelah sampai dan memastikan mama nya telah masuk kedalam rumah, Ara langsung melajukan mobilnya menuju minimarket. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status